Berita Timor Tengah Utara

Gereja untuk Kaum Miskin

Penulis berkesempatan mengunjungi sebuah lahan pertanian di Dusun Banopo, Desa Tublopo, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Frater Herman Ginting, OFMConv (baju putih) bersama Warga Dusun Banopo bernama Blasius dan anaknya saat sedang membersihkan lahan pertanian di wilayah Dusun Banopo, Desa Tublopo, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT, Selasa, 19 Desember 2023. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Mendung menggantung berat di langit Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT. Hujan nyaris tumpah dari mega pekat yang menggantung itu. 

Tak seperti biasanya, musim hujan kali ini lambat berkunjung. Hari itu, Selasa, 19 Desember 2023. Penulis berkesempatan mengunjungi sebuah lahan pertanian di Dusun Banopo, Desa Tublopo, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT.  Senandung lagu natal kala itu bergema nyaris di tiap rumah yang dilalui. 

Setelah menempuh perjalanan sejauh 15 kilometer dari Kota Kefamenanu menuju Desa Tublopo, penulis berbelok ke arah kiri di jantung desa itu. Menelusuri ruas jalan rusak dan cukup memprihatinkan menuju Dusun Banopo sejauh 2 kilometer.

Sebuah papan nama bertuliskan "Selamat Datang di Oase Rohani dan Kebun Contoh Kelompok Tani Sehati Dibawah Pendampingan Komisi JPIC OFMConv Provinsi Maria Tak Bernoda Indonesia" menyambut penulis yang kebingungan mencari lokasi kebun. Jarak dari papan nama tersebut menuju lahan pertanian 1,5 kilometer.

Beberapa orang anak kecil berlarian di tepi bedeng cabai rawit nan rindang. Sekitar puluhan orang warga sibuk membersihkan rumput di atas bedeng sayur-sayuran. Di atas lahan seluas 1,8 hektare itu, ditanami berbagai jenis sayuran.

Pemandangan seorang pria tanpa baju mengetuk kalbu. Bersama seorang anak di belakangnya, pria itu sibuk memberikan rumput pada bedeng sayur sawi.

Tepat di hadapan ayah dan anaknya itu, seorang pria berperawakan sederhana mengenakan baju putih, celana pendek hitam dan berkacamata. Tanpa alas kaki, pria itu juga sibuk membersihkan rumput.

Hening melata di atas hamparan bedeng sayur itu. Sesekali terdengar riuh tawa anak-anak memecah keheningan. Mereka bermain di dalam pondok tak jauh dari lahan pertanian itu. 

Pria tanpa baju itu bernama Blasius (42). Sedangkan anaknya bernama Anton. Anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu mengisi waktu liburan membantu orang tuanya. Pemandangan tak biasa ini benar-benar mengiris sukma.

Nyaris semua tubuh mereka ditutupi debu tanah. Menariknya, anak itu tidak terusik debu yang menempel di tangan dan kaki serta wajahnya. Angin sepoi-sepoi berhembus pelan. Sesekali pusaran angin kecil mengganggu aktivitas mereka.

Bersama 39 orang keluarga di Dusun Banopo, Blasius tergabung dalam Kelompok Tani Sehati. Lahan pertanian itu adalah kebun percontohan Kelompok Tani Sehati. Mereka membersihkan rumput di kebun itu. 

Tamat Sekolah Dasar 

Blasius merupakan seorang warga Dusun Banopo yang hanya menuntaskan pendidikan di tingkat sekolah dasar. Dia sudah berkeluarga dan memiliki 5 orang anak. 

Sebanyak 3 orang yang ditugaskan menjadi penanggung jawab di kebun itu. Tiga orang ini adalah Blasius, Vinus dan Yuven. Namun, Blasius dan Vinus sudah berumah tangga. Sedangkan Yuven belum berumah tangga. Sejak bekerja di kebun itu, Frater Herman melarang rekan kerjanya meminjam uang di lembaga keuangan dan mengonsumsi alkohol.

Kata-kata motivasi yang sering keluar dari mulut sang biarawan ini adalah "Biarlah kamu mati lima tahun untuk hidup selama-lamanya. Daripada kamu hidup lima tahun untuk mati selama-lamanya". Kata-kata ini sarat makna. 

Membangun sebuah usaha harus berangkat dari keterbatasan dan kekurangan. Buah dari kesulitan dan kekurangan ini dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha tersebut. 

Ungkapan ini terbukti manjur. Blasius saat ini memiliki sebuah kios kecil dan membeli 2 bidang tanah. Sedangkan Vinus telah membeli sebidang tanah dan sedang membangun rumah miliknya. Walaupun tidak semua hasil jerih payah mereka membangun rumah dan kios kecil penopang hidup berasal dari kebun itu. 

Pembagian hasil kebun ini, kata Blasius, digunakan untuk membeli tanah, membangun kios dan membiayai pendidikan anaknya. Seluruh kebutuhan rumah tangga mereka dibiayai dari hasil kebun itu.

Ia mengisahkan, pada akhir tahun 2017 lalu, dirinya hendak merantau ke Malaysia. Sebelumnya, Blasius pernah merantau ke Malaysia. Niat Blasius ini dilarang oleh Frater Herman Ginting, OFMConv. 

Saat itu, Frater Herman Ginting belum lama tiba di Dusun Banopo karena diutus oleh Ordo Fransiskan bermisi di Pulau Timor. Ternyata larangan Frater Herman ini berbuah manis saat ini.

Rencana keberangkatan ke Malaysia ini disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarga yang sangat sulit. Saat itu Blasius sudah berkeluarga. Asa memenuhi kebutuhan hidup dalam keluarga nyaris tidak menemukan jalan keluar.

Di sisi lain, keterbatasan keahlian untuk pekerjaan lain jadi penghalang Blasius berinovasi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari di kampung halamannya.

Membiayai Pendidikan Anak di SMAK Fides Quaerens Intellectum

Blasius tidak menyangka bisa membiayai pendidikan anaknya hingga ke tingkat SMA. Mimpi ini sempat terkubur ketika ia hendak merantau ke Malaysia beberapa tahun silam.

SMAK Fides Quaerens Intellectum merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Timor Tengah Utara. Mimpi menyekolahkan anak di sekolah tersebut tidak pernah terbersit di pikiran Blasius sebelumnya.

Saat ini rasa bangga itu benar hidup di kalbu pria sederhana itu. Meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan di tingkat SMP, Blasius tidak ingin nasib yang sama dialami oleh anaknya.

Membiayai pendidikan di SMAK Fides Quaerens Intellectum bukan hal mudah bagi seorang petani. Pasalnya, biaya pendidikan di sekolah favorit swasta itu bukan perkara mudah. 

Bagi Blasius, tidak ada yang mustahil bagi seorang petani membiayai pendidikan anaknya di sekolah favorit. Hal ini mungkin jika petani rajin, ulet dan sabar dalam bekerja.

Meskipun tidak lagi merantau ke Malaysia, Blasius mengaku kehidupannya berubah sejak menjadi petani sayur. Kontur tanah Pulau Timor memungkinkan seorang petani bisa sukses.

Hingga detik ini, Blasius tidak pernah meminjam uang dari lembaga keuangan. Nasihat Frater Herman selalu dijadikan pegangan. Hal ini terbukti merubah hidupnya.

Dalam sebulan, Blasius bisa memperoleh Rp. 4.000.000 hingga Rp. 5.000.000 bahkan lebih dari hasil kebun itu. Selain membiayai kebutuhan rumah tangga, hasil kebun tersebut dimanfaatkan untuk membiayai pendidikan anak-anak dan menabung.

Blasius juga tidak pernah menerima sumbangan BLT, PKH dan beberapa jenis bantuan pemerintah lainnya. Hal inilah yang mendorong dirinya bekerja keras membiayai kebutuhan keluarga di kebun sayur.

Hidup dan Bangkit bersama Orang Miskin

Di sela-sela kesibukan memperhatikan aktivitas para petani dan berbincang-bincang dengan Blasius, penulis dikagetkan oleh kehadiran seorang pria berperawakan sederhana dengan Dialek Batak kental. Nada suaranya tegas. Ia menawarkan sebatang rokok kepada penulis. 

Rupanya pria tersebut adalah seorang biarawan. Tak pernah terbersit di pikiran bahwa pria yang di hadapan penulis adalah seorang biarawan.

Raut wajahnya tak menampakkan sedikitpun raut seorang biarawan. Pertama kali hadir di kebun itu, penulis mengira yang bersangkutan adalah petani Dusun Banopo. Namanya, Frater Herman Ginting OFMConv.

Penampilannya sangat sederhana tanpa alas kaki. Mengenakan celana pendek yang sudah usang dipadu baju putih. Tumit telapak kakinya pecah-pecah karena setiap hari bekerja di kebun.

Sambil menyulut sebatang rokok yang ditawarkan, penulis mendengarkan kisah-kisah inspiratif yang keluar dari mulut  pria berusia 50 tahun itu. Ia biasa dipanggil Frater Herman.

Frater Herman pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Timor pada tahun 2017. Saat itu, musim kemarau panjang dan kondisi lingkungan di Dusun Banopo gersang. Sementara lahan di wilayah itu yang tidak digarap sangat luas. 

Bertolak pada latar belakang keluarga yang "berkecukupan", Frater Herman menilai pada umumnya Umat Dusun Banopo hidup dalam belenggu kemiskinan. Secara kasat mata, gambaran paling realistis menilai hal ini adalah kondisi rumah mereka yang pada umumnya terbuat dari bebak (pelepah daun lontar yang diiris rapi dan disusun rapat menjadi dinding). Ketika pertama kali hidup dan berada bersama mereka, kondisi keterbatasan umat kian nampak. 

Banyak sekali umat Dusun Banopo merantau ke luar Pulau Timor. Meskipun demikian, kondisi mereka tidak berubah ketika pulang ke kampung halaman.

Seiring berjalannya waktu, sebuah fenomena kemudian menggelitik hati dan pikiran Frater Herman. Seorang pria yang biasa dipanggil Eja menjual sayur ke Dusun Banopo. Eja terkenal sebagai pedagang sayur yang mana dia tidak memiliki lahan untuk menanam sayur.

Didorong oleh fenomena ini, Frater Herman kemudian mengajak umat setempat menanam sayur dan berkebun di lahan mereka. Ia juga menyampaikan, apabila masyarakat setempat serius menekuni pertanian dipastikan maka mereka akan sukses. Pada awal menekuni dunia pertanian, Frater Herman tidak memiliki modal. Dia memanfaatkan sumber daya alam di sekitar Dusun Banopo.

Ia kemudian mengajak beberapa orang umat menyusuri hutan dan padang di sekitar wilayah itu untuk mengumpulkan kotoran sapi. Mereka juga membuat Pupuk Kompos dari Daun Gamal, Sufmuti atau lebih dikenal dengan nama Daun Balakacida (Chromolaena odorata) dan dicampur dengan beberapa jenis daun lainnya. Dengan memanfaatkan salah satu bidang tanah yang dikontrak dari warga, kebun sayur pertama membuahkan hasil.

Berdasarkan pengalaman dari hasil kebun sayur itu, Frater Herman berefleksi tentang faktor penyebab dibalik kondisi masyarakat ini. Karena adanya peningkatan hasil, Frater Herman menanam sayur-sayuran di lahan yang berbeda.

Tanah Pulau Timor, bagi Frater Herman merupakan tanah yang sangat subur. Hal ini tidak disangka-sangka oleh Pria Kelahiran Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara itu.

Dalam sebuah kesempatan menghadiri pameran ekonomi kreatif di Kota Atambua, Frater Herman diteguhkan oleh pesan Uskup Atambua. Mgr. Dominikus Saku, Pr yang meminta Rohaniwan dan Rohaniwati Katolik membantu Umat Keuskupan Atambua. Mereka diminta "memindahkan Altar" ke kebun atau ke sawah. Pesan Uskup Atambua ini semakin membulatkan tekad Frater Herman mewujudkan mimpi itu.

Hal ini senada dengan pemikiran Frater Herman bahwa, sudah saatnya Gereja harus hidup bersama orang miskin, tinggal, bangkit dan berdiri bersama orang miskin.

"Dan betul-betul merasakan penderitaan orang miskin dan harus keluar dari kemiskinan bersama mereka." ujarnya dengan nada penuh semangat.

Peningkatan Ekonomi Umat Dusun Banopo 

Berkat kebun sayur seluas 1,8 hektare ini, 70 persen ekonomi umat di Dusun Banopo meningkat. Salah satu indikator mengukur ekonomi umat adalah jumlah kolekte setiap Ibadah Hari Minggu.

Ketika pertama kali memimpin ibadah di Kapela Banopo, kolekte warga sekitar berkisar Rp. 4.000 hingga Rp. 5.000. Saat ini, kolekte umat Lingkungan Banopo minimal Rp. 80.000. Aspek ini bisa menjadi salah satu indikator bahwa ekonomi Warga Dusun Banopo meningkat.

Kebun itu kini telah menjadi kebun contoh di Kabupaten TTU dan bermanfaat untuk umat. Tidak hanya di Kecamatan Bikomi Selatan tetapi, juga warga di luar kecamatan tersebut.

Biarawan yang pernah 9 tahun menjadi Ketua STP St. Bonaventura Keuskupan Agung Medan ini juga membagikan bibit jagung, lombok, tomat, dan sayur-sayuran kepada masyarakat.

Kebun menjadi salah satu penghasilan paling mungkin bagi pemilik tanah dan petani. Di samping bekerja keras, umat setempat juga diwajibkan rajin berdoa. Penghasilan dari kebun ini cukup membantu banyak anak-anak untuk mengenyam pendidikan mereka. 

Umat yang bekerja di kebun tersebut diberi upah layak. Mereka diberi upah setiap hari Rp. 50.000 perorang. Selain mengajak umat bekerja di kebun, Frater Herman mendidik mereka tentang kedisiplinan, keuletan, dan kejujuran. 

Umat diwajibkan bekerja mulai pukul 08.00 hingga pukul 10.00 Wita. Pada pukul 10.00 Wita hingga pukul 10. 30 Wita snack dan dilanjutkan dengan bekerja.  Pukul 12.30 sampai 13.30 Wita makan siang dan dilanjutkan dengan bekerja hingga pukul 15.00. Pukul 15.00 hingga 15.30 Snack dan dilanjutkan dengan bekerja hingga pukul 16.30 Wita. 

Waktu kerja ini diatur dan berlaku setiap hari. Pengaturan waktu ini menjadi bahan edukasi bagi mereka untuk "membunuh" rasa malas dalam diri mereka. Umat dididik untuk bekerja ulet dan rajin serta tepat waktu.

Di sisi lain, Frater Herman mengajarkan kepada mereka memanfaatkan waktu semaksimal mungkin. Apabila musim kemarau tiba, mereka diajak untuk bangun pada pukul 04.00 dan mulai bekerja di kebun sejak pukul 05.00. Sementara itu ketika musim penghujan tiba, Ia menganjurkan kepada mereka melaksanakan aktivitas seperti mengiris tali mengikat tanaman, menanam bibit sambil berteduh di pondok.

Frater Herman juga mengajarkan Umat Dusun Banopo agar tidak mengonsumsi alkohol berlebihan. Karena banyak sekali persoalan sosial di wilayah itu yang disebabkan oleh mabuk miras.

Mengangkat Martabat Umat Dusun Banopo

Total sebanyak 50 ekor anak ternak babi dibagikan kepada umat Dusun Banopo. Di sisi lain bernilai ekonomis, ternak babi ini juga diberikan agar umat bisa memelihara dan dimanfaatkan untuk kebutuhan adat istiadat dan lain-lain.

"Dari segi sosial kita manusia juga perlu dihargai. Apalagi orang susah juga butuh penghargaan. Kalau ada upacara adat mereka bisa gunakan babi untuk upacara adat."ujarnya

Apabila ternak babi itu berkembang biak nantinya, Frater Herman melarang untuk dijual semua. Hal ini bertujuan agar mereka terus mengembangbiakan ternak itu.

Edukasi ini diberikan murni untuk mengangkat harkat dan martabat umat papa di wilayah itu. Selain ternak babi, Frater Herman juga membagikan ayam kepada umat. Mengingat salah satu tradisi.

Menariknya, Frater Herman juga dengan biaya sendiri membangun rumah sederhana bagi orang-orang yang kurang beruntung. Aksi ini didorong rasa tidak sudi dalam dirinya melihat orang lain menderita.

Setiap umat di wilayah itu akan dibantu ketika membangun rumah mereka. Walaupun bantuan itu tidak banyak. Lebih daripada itu, bagi orang-orang yang benar-benar kesulitan, pembangunan rumah akan ditanggung sepenuhnya oleh Frater Herman. 

Tindakan itu sebagai ungkapan dukungan dan kebahagiaan dari Frater Herman kepada umat yang berniat memperbaiki hidup.

"Ini mengatakan bahwa, Gereja senang ketika umat gigih dan senang membangun rumah. Saya juga pasti akan ikut berpartisipasi."ujarnya penuh semangat

Lebih mengesankan dari kisah ini yakni; setiap bulan tanggal 3, sebanyak 15 orang keluarga di Dusun Banopo diberikan bantuan baik itu sembako maupun uang tunai.

Tidak hanya itu, sebanyak 8 orang anak yang sedang mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dari Dusun Banopo dibiayai dari hasil kebun tersebut.

Demi menegaskan kecintaan terhadap warga Dusun Banopo, Frater Herman enggan disebut "Orang Medan". Ia telah mendeklarasikan dirinya sebagai Warga Suku Dawan dan Orang Timor.

Sikap ini bertujuan menghilangkan sekat-sekat suku yang melekat. Sebagai "Orang Timor" Frater Herman ingin hidup, tinggal, berada dan bangkit dari segala keterbatasan ekonomi bersama Warga Dusun Banopo

Penghasilan kotor sebulan dari hasil kebun sayur itu sebesar Rp. 25.000.000. Komoditas yang ditanam di kebun itu, yakni Lombok, buncis, Cabai Keriting, Cabai Rawit, Jagung, Sayur Sawi, Sayur Kol dan lain-lain.

Sebagai seorang Biarawan, Frater Herman telah berikrar untuk memberi hidupnya untuk kaum papa. Hal ini selaras dengan semangat dari Ordo Fransiskan. Ordo yang memiliki moto 'Saudara Bagi Semua". Oleh karena itu, seorang biarawan Ordo Fransiskan harus merasakan perasaan orang miskin, hidup dan tinggal di tengah mereka.

Sosok Penyumbang Prosentase Pemanfaatan Lahan Hortikultura Kabupaten Timor Tengah Utara 

Saat ditemui akhir tahun 2023 lalu, Plt Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Timor Tengah Utara, Trinimus Olin mengatakan, pertanian di Kabupaten Timor Tengah Utara merupakan lokomotif dimana sektor pertanian akan menarik perkembangan atau peningkatan sektor-sektor yang lain.

Sekitar 80 % masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara hidup dari mata pencaharian sebagai petani. Sementara itu, jika ditinjau dari sektor ekonomi, penyumbang Produk domestik regional bruto (PDRB) yakni sektor pertanian. Dengan demikian, sektor pertanian menjadi unggulan dan prioritas di dalam proses pembangunan di Kabupaten TTU.

Upaya peningkatan produktivitas di sektor pertanian hanya bisa dilakukan dari dua aspek yakni intensifikasi dan ekstensifikasi. Ekstensifikasi ini yakni perluasan lahan untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih banyak atau menerapkan metode intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas. Upaya paling mungkin untuk mengembangkan produktivitas di sektor pertanian adalah metode intensifikasi. 

Berdasarkan data, ± 21 % masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara hidup di garis kemiskinan. Jika dibandingkan dengan 80 % masyarakat Kabupaten TTU bermata pencaharian sebagai petani maka, secara tidak langsung data ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin ini justeru ada di kelompok petani.

Para petani di Kabupaten Timor Tengah Utara dikategorikan dalam dua kelompok yakni petani sebagai warisan. Mata pencaharian petani sebagai warisan ini yang nantinya selalu bergantung atau berharap pada bantuan atau subsidi dari pemerintah.

Selain itu, ada satu kategori kelompok petani yang melihat pertanian sebagai peluang usaha. Kategori kelompok ini, perlahan kian tumbuh signifikan di Kabupaten Timor Tengah Utara.

Hingga saat ini, lahan kering potensial di Kabupaten Timor Tengah Utara 175.455,00 Нa namun yang diolah sekitar 26.609,00 На. Sementara lahan basah potensial di Kabupaten TTU 14.267,00 На dan yang telah diolah 10.132,30 На.

Selain itu, potensi lahan hortikultura seluas 730,00 Ha dan lahan hortikultura yang sudah diolah berdasarkan hingga tahun 2022 seluas 433,42 Ha atau sekitar 59,37 % .

Kisah hidup Frater Herman merupakan salah satu dari sekian banyak masyarakat yang menyumbang prosentase peningkatan pemanfaatan lahan hortikultura di Kabupaten Timor Tengah Utara. Hal ini menjadi salah satu alasan bersangkutan dipilih menjadi Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Timor Tengah Utara.

Frater Herman, kata Trinimus, telah meninggalkan kehidupan yang nyaman untuk bertarung dengan fenomena kemiskinan umat. Keputusan ini bisa dilakukan orang-orang tertentu saja.

Ia menegaskan, Frater Herman telah menjadi guru dan sosok inspiratif dari ribuan kisah nyata. Secara khusus dalam aspek upaya merubah mindset masyarakat.

A Church for The Poor (Gereja untuk Kaum Miskin)

Pada Senin, 15 Januari 2024, penulis menemui Wakil Bupati Timor Tengah Utara, Drs. Eusabius Binsasi. Dalam obrolan singkat yang berlangsung di ruang kerjanya, Eusabius mengatakan, banyak sekali sosok inspiratif dari Kabupaten Timor Tengah Utara yang lebih banyak berkecimpung di dunia pertanian.

Beberapa petani muda asal Kabupaten TTU menjadi Petani Milenial yang meraih penghargaan tingkat nasional. Kehadiran beberapa sosok ini menjadi stimulus bagi kaum muda di Kabupaten TTU.

Namun, kehadiran sosok inspiratif Frater Herman Ginting, OFMConv terbilang sangat mengejutkan Pemda TTU. Mengingat yang bersangkutan merupakan seorang biarawan.

Lebih daripada itu Eusabius menilai, Frater Herman Ginting telah menjadi sosok yang sangat penting dalam mendukung pembangunan di Kabupaten Timor Tengah Utara

Berdasarkan data BPS terkini, angka  kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2020  sebanyak 56.980 kepala keluarga. Sementara tahun 2021, angka kemiskinan sebanyak 58.330 kepala keluarga. Sedangkan pada tahun 2022 angka kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Utara turun 55. 880 kepala keluarga.

Penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Utara ini tidak terlepas dari peran penting Frater Herman Ginting, OFMConv bersama Ordo Fransiskan. Mereka telah "Menghadirkan Altar" ke tengah-tengah umat.

Dikatakan Eusabius, dalam literatur Inggris lama khususnya Gereja Katolik Konservatif beberapa literatur menulis tentang perjuangan kaum rohaniwan- rohaniwati mendekatkan pelayanan bagi kaum miskin. Literatur ini lazim melahirkan artikel-artikel berjudul ''A Church for the Poor" (Gereja untuk Kaum Miskin).

Perjuangan kaum religius khususnya biarawan-biarawati untuk menghadirkan gereja telah menyata di Kabupaten Timor Tengah Utara. Frater Herman Ginting OFMConv, telah menghadirkan gereja ke tengah-tengah kaum miskin, hidup bersama mereka dan mengangkat mereka dari lumpur genangan persoalan ekonomi. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved