Berita Nasional

93 Pegawai KPK Terjerat Kasus Pungli, Tahanan Diminta Setor Hingga Ratusan Juta

Sebanyak 93 pegawai KPK terjerat kasus pungli (pungutan liar) yang nilainya fantastis, mencapai miliaran rupiah.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM
Gedung KPK di Jakarta. Terbaru, 93 pegawai KPK terjerat kasus pungli (pungutan liar). 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Sebanyak 93 pegawai KPK terjerat kasus pungli (pungutan liar) yang nilainya fantastis, mencapai miliaran rupiah. Kasus dugaan pungli ini terjadi di Rutan KPK, Jakarta.

"Sebanyak 93 orang yang akan naik sidang etik. Direncanakan di bulan ini," kata anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho kepada wartawan pada Kamis (11/1).

Albertina menjelaskan besaran total pungli di rutan KPK itu lebih dari Rp4 miliar. Namun, ia mengatakan hal itu merupakan persoalan pidana.

"Yang untuk nilai itu jelasnya pidananya ya. Kalau kita di etik ada nilai-nilainya juga, tapi kan kita (Dewas KPK, red) tidak terlalu mendalami masalah nilai ya," kata dia.

Dugaan pungli di Rutan KPK ini pertama kali dibongkar oleh Dewas KPK. Mereka melaporkan temuan tersebut kepada pimpinan KPK lantaran hanya bisa menangani kasus etik pegawai Lembaga Antirasuah saja.

Setoran Rp 4 miliar yang disampaikan Albertina Ho itu terjadi dalam kurun waktu Desember 2021-Maret 2022. Adapun modusnya adalah dengan cara memberikan fasilitas tambahan kepada para tahanan yang menyetor uang.

"Uang itu supaya yang tadi-tadi itu bisa dilakukan. Untuk menikmati fasilitas tambahan, itu kompensasinya," kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris di Gedung Dewas KPK, Jumat (12/1).

Haris mengungkap penerimaan uang pungli dilakukan satu di antaranya lewat setoran tunai dengan menggunakan rekening pihak ketiga.

Ia menjelaskan besaran uang yang diterima pegawai KPK senilai puluhan hingga ratusan juta dari para tahanan. Besaran itu tergantung posisi masing-masing.

"Ada ratusan juta, ada yang hanya jutaan, ada puluhan juta. Beda-beda sesuai dengan itunya, posisinya," kata dia.

Baca juga: Firli Bahuri Beli Tanah dan Apartemen Gunakan Nama Istri, Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Etik Berat

Haris mengatakan 93 pegawai KPK yang terlibat dalam kasus dugaan pungli ini dalam waktu dekat akan menjalani sidang etik di Dewas KPK. "Mudah-mudahan minggu depan. Kalau enggak bulan ini lah, pasti bulan ini," kata dia

Sementara Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya telah memeriksa sekitar 190 orang dalam proses penyelidikan terkait dugaan pungli tersebut. Ratusan orang itu terdiri dari pegawai KPK dan pihak luar. Ia mengatakan KPK masih memetakan peranan pihak-pihak yang diduga terlibat.

"Nanti kalau ada unsur pidananya, ada unsur niat dari awal dia ingin memeras atau mengambil keuntungan dari para tahanan KPK, nah itukan sudah masuk unsur pidana," kata Alex.

Terpisah, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta agar 93 pegawai KPK yang terlibat kasus pungli ini tak bisa sekadar diproses etik, tapi juga harus diseret ke jalur dipidana.

Untuk itu, Dewas KPK dalam putusan etik nanti diharapkan merekomendasikan agar peristiwa tersebut juga diproses secara pidana.

"Selain menangani etiknya, Dewas (KPK) harus merekomendasikan untuk diproses pidana," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat dihubungi, Jumat (12/1).

Untuk urusan pidananya, diharapkan agar KPK dapat menanganinya secara tegas tanpa pandang bulu. Jika KPK tidak mampu, MAKI merekomendasikan agar kasus ini ditangani oleh Polri.

"Kalau tidak bisa ditangani KPK karena di bawah Rp1 miliar dan hanya level bawah, ya harus diproses ke polisi," katanya.

Selain itu jika dalam proses etik dan pidana terbukti bahwa 93 pegawai KPK tersebut bersalah, MAKI meminta agar mereka dipecat dari KPK. "Kalau dinyatakan bersalah, ya harus diberhentikan dengan tidak hormat pegawai-pegawai KPK itu," kata Boyamin.

Baca juga: Firli Bahuri Terbukti Langgar Kode Etik, Kasusnya Ditangani Dewan Pengawas KPK, Segera Disidangkan

Proses etik dan pidana itu menurut Boyamin harus dijalankan secara tegas untuk mengembalikan marwah KPK sebagai lembaga anti-rasuah. Karena itu, dalam hal korupsi yang dilakukan pegawainya, KPK harus menerapkan prinsip zero tolerance.

"Ketika ada dugaan korupsi dalam bentuk sekecil apapun, termasuk pungutan liar di rutan itu adalah sesuatu yang zero tolerance. Artinya nol toleran. Enggak boleh dimaafkan," ujarnya.

Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap mengatakan kasus ini menunjukkan bahwa pepatah 'ikan busuk dari kepala' terbukti benar. Setelah Firli Bahuri dinyatakan bersalah melanggar etik berat dan dijatuhi sanksi diminta untuk berhenti, kini perlahan bekas anak buahnya juga terjerat hal yang sama.

"Kejadian ini menunjukkan bahwa benar teori ikan busuk dari kepala," kata Yudi.

"Setelah sebelumnya ketua KPK 2019-2023 Firli Bahuri juga terbukti melanggar etik berat dan menjadi tersangka kasus korupsi terkait kementerian pertanian, kini 93 pegawainya diseret ke sidang etik juga. Tentu ironis sekali apa yang terjadi di tubuh KPK ini," sambungnya.

Menurut Yudi, jumlah pegawai yang diduga terlibat dalam pungli ini sangat banyak. Mereka 'komplotan' yang merusak integritas, sistem, dan kebersihan KPK dari korupsi.

"Perbuatan sebagian di antara mereka terlibat pungli dengan menerima uang dari tahanan tentu juga mengganggu penindakan yang dilakukan oleh KPK dalam menangani kasus korupsi," kata mantan penyidik KPK itu.

Yudi menduga ada klaster-klaster perbuatan dari 93 pegawai rutan tersebut. Mulai dari yang ringan sampai yang berat. Dewas KPK diminta jernih dalam memilahnya.

"Pecat semua yang menjadi otak dalam kasus pungli ini. Kemudian pidanakan juga yang terlibat aktif dalam pungli tersebut mulai dari aktor intelektualnya, yang membantu, turut serta serta ikut menikmati uang pungli secara sadar tanpa paksaan," ucapnya.

Yudi menilai, pungli merupakan bentuk suap dan gratifikasi yang seharusnya diberantas oleh pegawai KPK, bukan terlibat di dalamnya. KPK dinilai harus zero tolerance terhadap perbuatan macam ini. (tribun network/ham/aci/dod)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved