Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif - Piet E. Jemadu: Ekonomi NTT Didominasi UMKM, Harus Terus Diberi Literasi
Pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timur (NTT) didominasi oleh sektor UMKM atau usaha mikro kecil dan menengah yang mencapai 97 persen.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Ryan Nong
Wawancara Eksklusif - Piet E. Jemadu: Pertumbuhan Ekonomi NTT Didominasi UMKM, Harus Terus Diberi Litearsi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timur (NTT) didominasi oleh sektor UMKM atau usaha mikro kecil dan menengah yang mencapai 97 persen.
Pengamat Perbankan dan UMKM NTT, Piet E. Jemadu dalam Podcast Pos Kupang, Rabu, (10/1/2024) mengatakan, selain diberikan bantuan berupa pembiayaan dari lembaga keuangan, para pelaku UMKM di NTT juga harus disertai literasi keuangan agar mereka dapat mengakses bantuan-bantuan yang ada.
Baca juga: Wawancara Eksklusif - Wakil Rektor Undana: Penerimaan Mahasiswa Baru Bisa Lewat Tiga Jalur Masuk
Seperti apa permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di NTT? Apa saja langkah yang harus diambil?
Berikut cuplikan wawancara eksklusif Piet E. jemadu bersama host jurnalis Pos Kupang, Ani Enotoda.
Bagaimana anda melihat pertumbuhan UMKM saat ini?
Berbicara pembangunan ekonomi Nusa Tenggara Timur ( NTT ) adalah berbicara pembangunan usaha kecil mikro kecil dan menengah. Karena 97 persen lebih ekonomi NTT didominasi oleh sektor UMKM. Sementara kurang lebih 3 persen itu menengah, besar, dan itu pada umumnya dari luar.
Jadi komitmen membangun NTT adalah komitmen membangun UMKM.
Kurang lebih ada tujuh sampai delapan problematik. Diantaranya, adalah masalah pembiayaan. Yakni masalah modal atau kekurangan modal.
Nah bagaimana kekurangan modal ini kemudian bisa dibantu oleh pemerintah atau dengan kerjasama, tetapi mereka juga harus dibantu untuk memahami literasi keuangan dan perbankan.
Kenapa literasi ini sangat penting?
Karena kalau dia terjebak bunga besar dari rentenir itu bisa 5 persen per bulan, 60 persen per tahun atau 10 persen. Itu kan besar sekali, mencekik dan membuat pengusaha kecil itu mati.
Kemudian kalau koperasi, pengamatan saya bunga koperasi simpan pinjam itu rangenya masih antara 24 persen, 30-an persen per tahun. Sedangkan bank, KUR itu kan 5 sampai 6 persen per tahun.
Berarti 0.5 persen perbulan, kemudian bunga modal kerja di bank itu 11 sampai 14 persen per tahun.
Hanya ada problem berkaitan dengan pembiayaan bank ini. Problem pertama, bank selalu melihat sektor usaha yang bisa dibiayai itu visible, layak atau tidak. Kelayakan itu dilihat dari segi modalnya, kapasitas kemampuan dia berusaha.
Tetapi juga aspek bankable itu kelayakan perbankan. Itu akan dilihat dari surat izin usaha atau legalitas. Aspek legalitas ini yang jadi problem.
Kenapa itu sangat penting untuk diperhatikan bank?
Karena bisnis keuangan bank itu kan kita memberikan kredit. Tujuannya apa? Supaya kredit itu kembali dengan bunganya.
Tapi kalau kredit itu dilempar dan tidak ada kepastian, high risk dan kemudian hilang berarti itu juga bisa mengganggu usaha perbankan karena itu bank selalu prudent.
Ada prinsip kehati-hatian, kecermatan. Jadi ada mekanisme dan pertimbangan kredit perbankan itu berbeda.
Kalau koperasi memang lebih cepat, tapi itu high risk juga dan kemudian tinggi bunga tadi. Karena itu kita mau supaya Dinas Koperasi, UMKM itu diberikan secara gratis surat SIUPnya, SITUnya, cukup dia survey ke lapangan dan itu kan bagian dari kinerja Dinas.
Jadi survey lapangan, kalau memang layak diberikan SITUnya, diberikan SIUPnya. Kemudian sertifikat tanah, karena bank juga tanya, punya tanah?
Bersertifikat atau tidak? Sekarang karena usaha pemerintah untuk memberikan sertifikasi tanah-tanah, sampai kepada identitas pribadi (KTP).
Jadi aspek legalitas usaha ini sangat penting kemudian belum nanti problem kelanjutannya. Itu kan tadi aspek pembiayaan, aspek manajemen usaha kemudian bagaimana teknik produksinya, bagaimana kemasannya.
Bagaimana UMKM memaksimalkan bantuan pembiayaan dari perbankan atau dari lembaga keuangan selama ini?
Saya lihat masalah di negara ini selalu yang berkaitan dengan nepotisme. Misalnya ada CSR dari Bank untuk sektor pengembangan itu kemudian CSR juga tidak selamanya untuk pengembangan ekonomi karena banyak aspek yang lain.
Kemudian ada koperasi dengan bunga sangat kecil tapi penyalurannya kadang kala kurang terbuka, kurang transparan, bahkan sering orang menyampaikan bahwa sahabatnya, kenalannya, keluarganya, sampai kemudian tiba-tiba dana itu sudah habis.
Aspek transparansi, dana-dana lunak yang diberikan pemerintah itu harus transparan kemudian azas non diskriminasi terhadap penyaluran, kolektif, harus punya standar, ukuran, parameter untuk mengakses dana-dana seperti itu, juga dana KUR, itu kan harus ada keterbukaan.
Kemudian bank selalu berusaha untuk literasi jasa keuangan terhadap usaha-usaha kecil menengah itu, sehingga mereka dapat mengakses dana-dana seperti itu.
Adakah saran untuk pelaku UMKM supaya benar-benar memaksimalkan bantuan pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya?
Ya mereka harus dididik untuk bagaimana mengajukan proposal kredit ke bank, kemudian disarankan juga untuk mereka menjadi anggota koperasi simpan pinjam.
Paling tidak kan mereka bisa akses kredit dari KSP meskipun bunganya sedikit tinggi daripada bank. Tadi yang saya katakan, daripada terjebak di bunga lintah darat atau malah tidak punya dana sama sekali untuk mengembangkan usahanya.
Jadi tugas dari semua kita, makanya ada usaha dari OJK untuk sosialisasi literasi jasa keuangan dan perbankan.
Disamping untuk nanti dapat mengakses kredit bank, juga koperasi simpan pinjam, tapi juga mereka tidak terjebak dalam jasa keuangan, rentenir, jasa keuangan ilegal, belum lagi janji-janji yang berkaitan dengan investasi bodong yang kemudian menyebabkan usaha mereka gulung tikar karena terjebak dalam tipuan-tipuan, pinjol itu juga hati-hati, karena begitu klik do smartphone, anda sudah jadi debitur.
Banyak mahasiswa sekarang, di NTT belum ada beritanya tapi kalau di Jawa banyak yang bunuh diri gara-gara pinjol itu.
Itu tadi problem yang pertama. Problem yang kedua, menyangkut proses produksi?
Ya. Dari proses produksi itu sampai pada kemasannya, sampai kepada aspek legalitas, kelayakan. Misalnya ada produk untuk makanan, minuman, kacang mete, kopi, abon ikan, abon sapi, itu kan harus teknik produksinya seperti apa kemudian kemasannya, lalu diberi label BPOM agar masuk ke pasar modern.
Makanya dulu waktu saya menjadi Kepala Hak Kekayaan Intelektual Undana, saya kerjasama dengan Dinas Koperasi UMKM provinsi untuk kita sosialisasi HAKI di NTT yaitu bagaimana produk-produk ini diberikan merk, terus yang abon ikan tadi itu kan ada proses paten sederhana, proses pembuatannya.
Misalnya abon ikan, bumbu-bumbunya apa? Untuk ikan si A dan si B kan berbeda. Itu ada teknik prosesnya seperti apa jadi sebenarnya ada paten sederhana di situ yang berbeda dari satu orang dan yang lain. Untuk bisa masuk ke pasar modern, dia harus memiliki aspek itu.
Pemerintah selama ini hanya memberikan bantuan misalnya bantuan biaya melalui Dinas Koperasi dan UMKM kemudian harus ada bantuan lain. Bantuan manajemennya, bantuan teknik produksinya, kemasannya sampai pada technical assistance dia bantu pembiayaan untuk diberikan merk, atau berikan sertifikat paten proses sehingga produknya bisa masuk ke pasar modern dan layak diekspor karena negara lain terima kalau ada aspek-aspek seperti itu.
Sampai masuk di mall harus ada syarat-syarat itu karena kepentingan konsumen untuk membeli suatu produk itu adalah perlindungan dirinya. Karena itu ada otoritas yang mengesahkan bahwa ini layak dimakan. (uzu)
Ikuti Wawancara Eksklusif POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.