Breaking News

Refleksi Awal Tahun 2024

Di Bawah Perlindungan Maria Bunda Allah

Setiap kali mengawali Tahun Baru manusia (dunia) memulai suatu episode baru dalam sejarah hidupnya. Tahun Baru sebagai refleksi baru awali jalan hidup

|
Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
POS-KUPANG.COM
Pater Fidel Wotan SMM, Mahasiswa Doktoral di Roma, Italia 

OLeh : Fidel Wotan, SMM

Setiap kali mengawali Tahun Baru, manusia (dunia) memulai suatu episode baru dalam sejarah hidupnya. Tahun Baru (New Year/Anno Nuovo) barangkali dapat dipandang dan direfleksikan sebagai “waktu” atau “saat” baru dalam menapaki jalan hidup yang sudah dimulai sebelumnya.

Merayakan Tahun Baru artinya merayakan kehidupan yang baru karena ada pepatah yang mengatakan demikian: “Anno nuovo nuova vita” yang secara harafiah berarti: Tahun baru hidup baru.

Oleh karena ini adalah seperti suatu hari baru atau waktu yang baru, bahkan hidup yang baru, maka patutlah itu dirayakan dengan sukacita, antusias dan penuh harapan.

Demikian pula halnya Gereja Katolik, sebagaimana tradisi yang diwariskannya, pada awal Tahun Baru merayakan suatu liturgi khusus dengan memberi penghormatan istimewa kepada Maria Bunda Allah (Theotókos).

Setiap 1 Januari seluruh umat Katolik memulai Tahun Baru juga dalam nama Maria, Bunda Kristus, Bundanya. Merayakan keibuan Maria sebagai Bunda Allah dan Bunda semua umat beriman yang percaya pada Putranya di awal Tahun Baru sebetulnya mau memperlihatkan suatu kepastian yang akan menemani hari-hari hidup manusia Kristiani bahwa kita sekalian adalah putra-putri Allah dan sekaligus juga merupakan suatu kawanan umat yang hidup dalam tuntunan Maria, Ibunda dan Guru kehidupan rohaninya (bdk. Yoh 19,26-27; Marialis cultus 21).

Dari sebab itu, mempercayakan diri pada bimbingan seorang “Ibu” sama artinya membiarkan diri hidup dalam asuhan, bimbingan dan didikannya. Itulah sebabnya, seorang Kristiani tidak akan pernah merasa sendirian dan merasa diri sebagai kaum yatim piatu!

Allah itu Maha Baik sebab Ia berkenan mengutus Putra-Nyalahir dari seorang wanita (bdk. Gal 4:4). Fakta bahwa Allah yang menjadi manusia dan membiarkan nama-Nyaselalu diingat dan disebut,itu terlaksana oleh karena seorang wanita, yang dengan hati yang mulia, mengizinkan hal itu terjadi. “Lahir dari seorang wanita”: dua kata ini mengandung seluruh misteri keibuan Maria. Ia adalah Bunda Allah, “Theotókos”, “Dei Genitrix”.

Dalam Komunitas Gereja Perdana, di samping muncul suatu kesadaran yang mendalam di antara para murid bahwa Yesus adalah Putra Allah, tampak semakin jelas pula suatu kesadaran dan keyakinan bahwa Maria adalah Theotókos, Bunda Allah, dia yang melahirkan Allah yang menjadi manusia (MariaDeipara). Dari sini, Gereja kemudian mendefinisikan kebenaran keibuan ilahi Maria dalam Konsili Efesus pada tahun 431, dan seluruh umat beriman menyambutnya dengan penuh sukacita.

Pater Fidel Wotan SMM mahasiswa di Roma
Pater Fidel Wotan, SMM Mahasiswa Doktoral di Roma Italia

Maria adalah wanita yang tidak hanya penuh iman, tetapi juga amat setia pada Allah. Ia menyerahkan dirinya secara total pada tuntunan-Nya. Dia menunjukkan kerjasamanya secara aktif dengan Allah. Dengan menerima sabda Malaikat, Maria bersedia menjadi mitra (rekan)kerja Allah secara tetap dalam menyelesaikan karya keselamatan yang ditawarkan kepadanya.

Dalam pengertian ini, ia menjadi seorang pribadi yang siap mendukung dan berpartisipasi aktif dalam mewujudkan keselamatan bagi dunia yang ditawarkan kepadanya. Melalui fiat-nya, wanita Nazareth ini tahu apa yang harus dilakukan bagi Allah. Ia menjadi Bunda dari Anak yang akan dilahirkannya (bdk Luk 1:28-31). Dengan kata lain, ia menjadi Bunda Yesus Kristus, Putra Allah Yang Mahatinggi.

Maria telah dipilih Allah menjadi Bunda Tuhan. Dengan menerima tugas sebagai Bunda yang melahirkan Putra-Nya, apa yang menjadi kebundaan Maria tidak hanya dibatasi pada aspek biologis semata.

Artinya kehadiran Maria sebagai “Ibu” tidak terpaku pada proses biologis dalam melahirkan anak. Dikatakan demikian karena menurut Jacques Bur, kebundaan Maria pada hakikatnyameliputi pula dimensi lainnya, yakni dimensi psikologis dan spiritual.

Maria tidak hanya sekedar menjadi Bunda Allah begitu saja; dalam pemahaman bahwa Allah hanya memperoleh tubuh manusiawi-Nya melalui Perawan Maria dan selesai. Samasekali tidaklah demikian.

Kebundaan Maria justru mencakup beberapa dimensi lainnya, yakni jiwa, kehendak, akal budi, hati, serta seluruh hidupnya(bdk. J. Bur, 1994:7).

Konsili Vatikan II sangat menekankan persetujuan bebas Maria pada saat Kabar Sukacita: “Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya.

Dengan demikian, seperti dulu wanita mendatangkan maut, sekarang pun wanitalah yang mendatangkan kehidupan”(Lumen gentium no. 56). Maria sendiri berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).Allah meminta Maria untuk menjadi rekan kerja-Nya.

Dia sama sekali tidak menjadikan Maria hanya sebagai suatu sarana biasa (sekedar sebuah instrument fisik) atau sekedar alat impersonal, yang tidak memiliki kehendak.  Sebaliknya, Maria dalam “kehendak bebasnya dan penuh iman” menjawab Kehendak Allah.

Bagi J. Bur, tindakan iman Maria ini adalah konsekuensi dari rahmat panggilan pribadinya. Dengan demikian, dapat diparafrasekan bahwa wanita Nazareth ini menyerahkan kehendak pribadinya semata-mata demi melaksanakan Kehendak Ilahi.

Sembari mengutip gagasan Santo Agustinus, J. Bur percaya bahwa Maria mengandung Yesus Kristus dalam rohnya sendiri karena berkat imannya sebelum dia melahirkan-Nya.(bdk. J. Bur, 1994:8).

Sebagai seorang “Ibu”, Maria tidak hanya melahirkan Allah, Yesus Kristus secara biologis, akan tetapi juga secara rohani melahirkan semua kita.Santo Louis Marie Grignion de Montfort (1673-1716) dari Prancis dalam mahakarya mariologisnya berkata: “Seorang Manusia dan seorang manusia dilahirkan di dalam dia”, kata Roh Kudus: Homo et homo natus est in ea. Menurut tafsiran beberapa Bapa Gereja, manusia pertama yang dilahirkan di dalam Maria adalah Manusia-Allah, Yesus Kristus; yang kedua adalah manusia belaka, anak angkat Allah dan Maria” (Bakti yang Sejati kepada Maria[BS]no.32).

Dari sini menjadi jelas bahwa Maria tidak hanya melahirkan seorang “Pemimpin” atau “Kepala” tanpa anggota-anggotanya, demikian juga ia tidak melahirkan anggota-anggota tanpa Kepala. Jadi menurut teolog klasik ini, dalam tata rahmat, baik Sang “Kepala” maupun anggota-anggota lahir dari ibunda yang sama, yakni Perawan Suci Maria. Dia yang melahirkan “Kepala” dan anggota-anggota-Nya ini pada awal tahun baru (1 Januari) dihormati, dirayakan secara istimewa oleh segenap Gereja Katolik sebagai Bunda Allah (Theotókos).

Dengan mewartakan MariaTheotókos, Gereja menegaskan bahwa dia adalah “Ibunda Sang Sabda yang Menjelma, yang adalah Allah.” Faktanya, Maria adalah Bunda Yesus, “yang lahir dari seorang wanita” (Gal 4:4).Dia adalah Ibunda Sang Penebus dan Ibu rohani dari semua manusia justru karena dia adalah Ibu Sang Putra yang atas kehendak Allah, adalah Saudara kita.

Dia adalah rahim umat manusia yang telah ditebus. Misteri keibuan ilahinya, yang dirayakan Gereja hari pada awal Tahun Baru (1 Januari), mengandung suatu karunia rahmat yang berlimpah yang dibawa oleh setiap keibuan manusia, sedemikian rupa sehingga kesuburan rahim Perawan Suci Maria selalu dikaitkan dengan berkat Allah. Bunda Allah adalah orang pertama yang diberkati dan Dialah yang membawa berkat tersebut. Dia adalah wanita yang menyambut Yesus ke dalam dirinya sendiri dan melahirkan-Nya bagi seluruh umat manusia (bdk. Yes 7:14; Luk 1:26-38; Gal 4:4).

Perayaan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah yang dirayakan pada 1 Januarimerupakan suatu ajakan untuk menghidupkan kembali devosi sejati umat Kristiani kepada Maria, sekaligus juga menjadi suatu kesempatan untuk mempercayakan seluruh hidup pada bimbingan seorang Ibu, Maria.

Dia menyinari jalan hidup manusia sebagai tanda penghiburan dari harapan yang pasti, seperti yang ditegaskan oleh Konsili Vatikan II (bdk. Lumen gentium no. 68)). “Penghiburan” karena hidup kita sekalian selalu ditemani oleh kasih-sayang seorang “Ibu” yang setia dan kuat; “harapan” karena dia adalah “perantara”dari semua rahmat dan menjadi perantara bagi kita untuk sampai pada tujuan hidup surgawi.

Pada awal Tahun Baru, Santa Maria, Bunda Allah memberkati kita seperti seorang Ibu yang senantiasa siap memberkati anak-anaknya yang harus berangkat dalam suatu perjalanan. Tahun Baru dapat diibaratkan seperti sebuah “ziarah”, yakni suatu perjalanan yang disinari dengan Cahaya dan Rahmat Tuhan.

Kiranya ini menjadi sebuah “ziarah kedamaian” bagi setiap orang, khususnya bagi dunia kita yang sedang dilanda kegelapan karena pertikaian, konflik dan peperangan yang masih berkecamuk (Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, dll.). Dengan berdoa mohon perdamaian bagi dunia maka arti dari perayaan 1 Januari tetap memperlihatkan kedalaman maknanya, di mana 8 hari setelah Natal, ketika Gereja, seperti Perawan Maria, menunjukkan pada dunia Yesus yang baru lahir (neo natus),

Sang Pangeran Perdamaian, Gereja pun merayakan Tahun Baru pada 1 Januari sebagai “Hari Perdamaian Dunia”sebagaimana yang dinyatakan Paus Paulus VI pada 1 Januari 1968. Bagi Paulus VI, hari khusus yang didedikasikan untuk “Perdamaian Dunia” di sinibukanlah sebuah perayaan eksklusif umat Katolik, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau mengupayakan perdamaian dunia bersama.

Pater Fidel Wotan, SMM mahasiswa sekolah di Roma
Pater Fidel Wotan, SMM Mahasiswa Doktoral di Roma Italia.

Tahun Baru yang sedang dirayakan saat ini kiranya pula menjadi sebuah “titik/pijakan baru” bagi setiap insan dan semua keluarga dalam mengukir sejarah masa depannya yang masih terbentang luas.

Tentunya ini juga dapat menjadi suatu “ziarah-perjalanan”yang damai dan aman bagi siapa saja yang telah mempercayakan hidup pada bimbingan Tuhan dalam dan melalui Maria,Bunda Allah.

Santo Bernardus dari Clairvaux (1990-1153) meyakinkan kita hal-hal ini dengan kata-katanya yang bernas: “Ingatlah, ya Perawan Maria yang paling suci, belum pernah terdengar bahwa tak ada seorang pun yang berlindung padamu telah engkau tinggalkan.”

Semoga seluruh umat manusia yang merayakan Tahun Baru bersama dengan Santa Perawan Maria yang dirayakan Gereja hari ini tetap dituntun oleh Tuhan Penguasa dan Pencipta kehidupandi sepanjang tahun inimelalui perantaraan dan perlindungan Maria, Bunda-Nya yang suci (MariaTheotókos).Selamat Tahun Baru!

(Fidel Wotan, SMM – Mahasiswa doktoral pada Pontificia Facoltà Teologica, “Marianum”, Roma).

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved