Refleksi Awal Tahun 2024
Di Bawah Perlindungan Maria Bunda Allah
Setiap kali mengawali Tahun Baru manusia (dunia) memulai suatu episode baru dalam sejarah hidupnya. Tahun Baru sebagai refleksi baru awali jalan hidup
Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
Konsili Vatikan II sangat menekankan persetujuan bebas Maria pada saat Kabar Sukacita: “Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya.
Dengan demikian, seperti dulu wanita mendatangkan maut, sekarang pun wanitalah yang mendatangkan kehidupan”(Lumen gentium no. 56). Maria sendiri berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38).Allah meminta Maria untuk menjadi rekan kerja-Nya.
Dia sama sekali tidak menjadikan Maria hanya sebagai suatu sarana biasa (sekedar sebuah instrument fisik) atau sekedar alat impersonal, yang tidak memiliki kehendak. Sebaliknya, Maria dalam “kehendak bebasnya dan penuh iman” menjawab Kehendak Allah.
Bagi J. Bur, tindakan iman Maria ini adalah konsekuensi dari rahmat panggilan pribadinya. Dengan demikian, dapat diparafrasekan bahwa wanita Nazareth ini menyerahkan kehendak pribadinya semata-mata demi melaksanakan Kehendak Ilahi.
Sembari mengutip gagasan Santo Agustinus, J. Bur percaya bahwa Maria mengandung Yesus Kristus dalam rohnya sendiri karena berkat imannya sebelum dia melahirkan-Nya.(bdk. J. Bur, 1994:8).
Sebagai seorang “Ibu”, Maria tidak hanya melahirkan Allah, Yesus Kristus secara biologis, akan tetapi juga secara rohani melahirkan semua kita.Santo Louis Marie Grignion de Montfort (1673-1716) dari Prancis dalam mahakarya mariologisnya berkata: “Seorang Manusia dan seorang manusia dilahirkan di dalam dia”, kata Roh Kudus: Homo et homo natus est in ea. Menurut tafsiran beberapa Bapa Gereja, manusia pertama yang dilahirkan di dalam Maria adalah Manusia-Allah, Yesus Kristus; yang kedua adalah manusia belaka, anak angkat Allah dan Maria” (Bakti yang Sejati kepada Maria[BS]no.32).
Dari sini menjadi jelas bahwa Maria tidak hanya melahirkan seorang “Pemimpin” atau “Kepala” tanpa anggota-anggotanya, demikian juga ia tidak melahirkan anggota-anggota tanpa Kepala. Jadi menurut teolog klasik ini, dalam tata rahmat, baik Sang “Kepala” maupun anggota-anggota lahir dari ibunda yang sama, yakni Perawan Suci Maria. Dia yang melahirkan “Kepala” dan anggota-anggota-Nya ini pada awal tahun baru (1 Januari) dihormati, dirayakan secara istimewa oleh segenap Gereja Katolik sebagai Bunda Allah (Theotókos).
Dengan mewartakan MariaTheotókos, Gereja menegaskan bahwa dia adalah “Ibunda Sang Sabda yang Menjelma, yang adalah Allah.” Faktanya, Maria adalah Bunda Yesus, “yang lahir dari seorang wanita” (Gal 4:4).Dia adalah Ibunda Sang Penebus dan Ibu rohani dari semua manusia justru karena dia adalah Ibu Sang Putra yang atas kehendak Allah, adalah Saudara kita.
Dia adalah rahim umat manusia yang telah ditebus. Misteri keibuan ilahinya, yang dirayakan Gereja hari pada awal Tahun Baru (1 Januari), mengandung suatu karunia rahmat yang berlimpah yang dibawa oleh setiap keibuan manusia, sedemikian rupa sehingga kesuburan rahim Perawan Suci Maria selalu dikaitkan dengan berkat Allah. Bunda Allah adalah orang pertama yang diberkati dan Dialah yang membawa berkat tersebut. Dia adalah wanita yang menyambut Yesus ke dalam dirinya sendiri dan melahirkan-Nya bagi seluruh umat manusia (bdk. Yes 7:14; Luk 1:26-38; Gal 4:4).
Perayaan Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah yang dirayakan pada 1 Januarimerupakan suatu ajakan untuk menghidupkan kembali devosi sejati umat Kristiani kepada Maria, sekaligus juga menjadi suatu kesempatan untuk mempercayakan seluruh hidup pada bimbingan seorang Ibu, Maria.
Dia menyinari jalan hidup manusia sebagai tanda penghiburan dari harapan yang pasti, seperti yang ditegaskan oleh Konsili Vatikan II (bdk. Lumen gentium no. 68)). “Penghiburan” karena hidup kita sekalian selalu ditemani oleh kasih-sayang seorang “Ibu” yang setia dan kuat; “harapan” karena dia adalah “perantara”dari semua rahmat dan menjadi perantara bagi kita untuk sampai pada tujuan hidup surgawi.
Pada awal Tahun Baru, Santa Maria, Bunda Allah memberkati kita seperti seorang Ibu yang senantiasa siap memberkati anak-anaknya yang harus berangkat dalam suatu perjalanan. Tahun Baru dapat diibaratkan seperti sebuah “ziarah”, yakni suatu perjalanan yang disinari dengan Cahaya dan Rahmat Tuhan.
Kiranya ini menjadi sebuah “ziarah kedamaian” bagi setiap orang, khususnya bagi dunia kita yang sedang dilanda kegelapan karena pertikaian, konflik dan peperangan yang masih berkecamuk (Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, dll.). Dengan berdoa mohon perdamaian bagi dunia maka arti dari perayaan 1 Januari tetap memperlihatkan kedalaman maknanya, di mana 8 hari setelah Natal, ketika Gereja, seperti Perawan Maria, menunjukkan pada dunia Yesus yang baru lahir (neo natus),
Sang Pangeran Perdamaian, Gereja pun merayakan Tahun Baru pada 1 Januari sebagai “Hari Perdamaian Dunia”sebagaimana yang dinyatakan Paus Paulus VI pada 1 Januari 1968. Bagi Paulus VI, hari khusus yang didedikasikan untuk “Perdamaian Dunia” di sinibukanlah sebuah perayaan eksklusif umat Katolik, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau mengupayakan perdamaian dunia bersama.

Tahun Baru yang sedang dirayakan saat ini kiranya pula menjadi sebuah “titik/pijakan baru” bagi setiap insan dan semua keluarga dalam mengukir sejarah masa depannya yang masih terbentang luas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.