Opini
Opini - Natal: Manifestasi Kerahiman Allah
Dikatakan perayaan sukacita karena perayaan ini berpautan dengan peristiwa kelahiran, yang secara intrinsik terdapat perasaan bahagia, bangga, senang
Biasanya setelah manusia terlena dan terbuai dalam kesenangan itu, ia menjadi lupa diri. Kesenangan membuat manusia hanya fokus pada dirinya sendiri. Yang ada adalah kesenanganku, kepentinganku, keuntunganku. Itulah yang dikehendaki si jahat.
Manusia mulai mengabaikan sesamanya. Pada mulanya ia memberikan rasa puas, namun berakhir dengan kesengsaraan dan penderitaan.
Dibahasakan secara sederhana, nikmat membawa sengsara, dan yang tertinggal adalah penyesalan seumur hidup, keputusasaan yang tiada taranya.
Ringkasnya ia memerankan tokoh antagonis yang amat jitu dengan menjerumuskan manusia ke dalam neraka.
Misi keselamatan
Berbeda dengan iblis, misi utama Yesus adalah menyelamatkan manusia. Yesus menghendaki manusia mengalami damai, yang sejatinya merupakan kehendak Allah Bapa, Pribadi Pertama Allah Tritunggal. Sebab Yesus datang untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya (Bdk. Yoh. 6:38-40).
Kedatangan-Nya membuat manusia merasakan dan mengalami kegembiraan, kebahagiaan, sukacita, pengharapan, kedamaian, dan ketenangan. Dirumuskan secara sederhana, warta gembira ditujukan kepada semua manusia, tanpa kecuali, dan terlebih lagi kepada orang berdosa (bdk. Mrk. 2:17, Luk. 5:32, 1 Tim. 1:15).
Misi ini datang dari pihak Allah sendiri. Dengan kata lain, misi suci keselamatan umat manusia muncul atas inisiatif Allah sendiri. Dengan menyebut inisiatif dengan sendirinya pikiran kita tertuju pada kisah kejatuhan manusia dalam dosa yang disimbolkan dalam diri manusia Adam dan Hawa (Kej. 3).
Ketika manusia menyadari dirinya jatuh ke dalam dosa karena melanggar perintah Allah, bukan manusia yang pergi menemui Allah lalu mengakui kesalahannya. Malah dalam kisah kejatuhan manusia itu, manusia mempertontonkan sikap melemparkan kesalahan (menuduh) mana kala Allah mengajukan pertanyaan investigatif.
Bila dicermati secara saksama, hukuman yang diperoleh manusia bukan ditimpakan Allah, tetapi manusia sendiri yang mendatangkan hukuman atas dirinya akibat ketidaktaatannya. Sumber ketidaktaatan adalah kesombongan (tidak rendah hati). Sasaran iblis pun menemukan momentum dan tempatnya yang tepat.
Akan tetapi hal yang paling impresif dari peristiwa itu adalah Allah datang menjumpai manusia. Dengan ini menegaskan dosa tidak membatalkan inisiatif Allah untuk mendatangi manusia. Lebih dari itu, Allah menyiapkan tempat yang layak, meksipun tidak sesempurna seperti sebelumnya.
Setelah berabad-abad lamanya manusia masih juga hidup dalam keberdosaannya yang membuatnya semakin jauh dari Allah, akhirnya Allah Bapa mengutus Yesus, Putera-Nya yang tunggal, yang sangat dikasihi-Nya, datang menyelamatkan manusia (bdk. Yoh. 3:16-17). (Lihat tulisan saya, “Bulan Oktober dan Relevansi Pesan Fatima di Zaman ini”, Poskupang.com 20/10/2023)
Kalau saja Allah berpikir seturut perspektif manusiawi dan bertindak menurut hukum duniawi, gigi ganti gigi, mata ganti mata, nyawa ganti nyawa, maka sudah dapat dipastikan bahwa Allah tidak mungkin melakukan tindakan seluhur itu. Sebab pikiran Allah melampui pikiran manusia (bdk. Yes. 55:8-9). Pikiran Allah tidak bisa dikuasai oleh pikiran manusia.
Sekali lagi, belas kasih-kerahiman adalah landasan pijak tindakan Allah menyelamatkan manusia. Dalam bahasa Sta. Faustina, mahkota dari segala karya Allah menyelamatkan manusia adalah kerahiman (BH. No. 637).
Jurang kesenjangan yang amat jauh, akibat dosa, antara Allah Pencipta dan Manusia yang diciptakan, ditimbun oleh belas kasih-kerahiman Allah.
Sta. Faustina membahasakan kasih Allah yang begitu besar terhadap manusia sebagai berikut: “Kasih menimbun jurang kesenjangan antara Pencipta dan yang diciptakan.” (BH. No. 815).
Citra manusia yang rusak karena dosa diperbaiki oleh kasih Allah. Dengan perkataan lain, kasih menyempurnakan citra manusia yang diperburuk oleh dosa. Sebab manusia adalah imago Dei.
Penutup
Bertolak dari narasi di atas, dapat dikatakan Natal adalah manifestasi kerahiman Allah terhadap manusia. Walaupun manusia telah jatuh dalam dosa, namun Allah tetap mau mendekati manusia.
Dengan kata lain, inisiatif untuk menjumpai manusia berasal dari Allah, demikian Georg Kirchberger (Allah Menggugat, 2007). Inisiatif Allah dibahasakan oleh Sta. Faustina sebagai berikut: “Allahlah yang pertama-tama merunduk kepada para pendosa.”
Natal adalah bentuk penyerahan diri paling radikal dan militan dari ‘seorang’ Allah yang agung nan mulia. Itulah sebabnya Allah itu transenden sekaligus imanen. Walaupun Allah tak dapat dilihat, tak terjangkau, mahakuasa, namun Ia tetap berada di tengah-tengah umat manusia, Ia hidup dan terlibat dalam setiap peristiwa hidup manusia.
Inisiatif itu bukan karena jasa baik dari pihak manusia, perbuatan amal kasih manusia, tetapi semata-mata karena belas kasih-kerahiman Allah. Dosa tidak membatalkan belas kasih-kerahiman Allah terhadap manusia. Tetapi justru mengangkat manusia menjadi anak-Nya (Bdk. Yoh. 3:1-21).
Maka dari itu, dalam semangat yang berkobar-kobar bersama para Malaikat dan bala tantara surga kita patut bernyanyi, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”
Selamat menyambut dan merayakan Natal dengan penuh kegembiraan, penuh sukacita.
(Penulis adalah alumnus STFK Ledalero, tinggal di Labuan Bajo)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.