Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Prof. Ikrar Nusa Bhakti: Gibran Tuna Etika, Harusnya Mundur

Ikrar Nusa Bhakti mengkritisi proses perjalanan Gibran Rakabuming menjadi calon wakil presiden yang diwarnai banyak kontroversi.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM
Pakar Politik Prof. Ikrar Nusa Bhakti saat Wawancara Eksklusif dengan News Manager Tribun Network, Rachmat Hidayat di Studio Tribunnews, Komplek Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta pada Senin (13/11). 

Anda tau bagaimana Gibran terpilih menjadi Wali Kota Solo, kalau anda tahu itu anda bisa bisa melihatnya apanya apakah kemudian terpilihnya Gibran menjadi Walikota Solo itu diulangi lagi dengan apa namanya terpilihnya Gibran bisa menjadi Wakil Presiden melalui intrik-intrik politik yang serupa.

Yang saya katakan di sini, anda tahu kan itu ada rekayasa politik di situ, ada rekayasa aturan hukum juga di situ, sehingga kemudian Gibran bisa seperti ini menjadi Wali Kota Solo. Kalau anda katakan itu adalah misalnya banyak keberhasilan, pertanyaan saya keberhasilan yang macam apa? Apakah itu full itu adalah keberhasilan dia sebagai Wali Kota Solo atau juga ada tangan-tangan dari pemerintah pusat di situ?

Di sini yang ingin saya katakan, independensi seorang Wali Kota juga dipertanyakan. Kemudian kedewasaan dia di dalam berpolitik itu juga bisa dipertanyaan juga kenapa demikian? Menjadi Wali Kota Solo itu kan tidak sama dengan menjadi wakil presiden.

Anda lihat kalau saya sebut misalnya bagaimana Bung Hatta menjadi wakil presiden Republik Indonesia. Bagaimana misalnya kemudian juga apa istilahnya Hamengkubuwono ke-IX menjadi Wapres Pak Harto, kemudian Adam Malik Kemudian Pak Umar Wirahadikusuma, Pak Tri Sutrisno, kemudian kalau di era Reformasi kita bisa lihat Jusuf Kalla, kemudian Prof. Budiono dan kemudian kita lihat Bagaimana orang-orang ini menjadi wakil presiden.

Ketika mereka benar-benar memiliki kematangan dalam berpolitik dan juga ilmu yang benar-benar tinggi, baik itu dalam bidang pemerintahan ataupun dalam bidang ilmu pengetahuan. Seperti, Pak Boediono adalah seorang Profesor dan kemudian juga Pak JK itu adalah seorang bukan cuma saudagar besar tapi juga seorang yang dulu pernah aktif di berbagai organisasi Nasional maupun Internasional.

Baca juga: Suhartoyo Gantikan Anwar Usman Jadi Ketua MK, Muhaimin Iskandar Angkat Bicara, Begini Katanya

Jadi hal-hal semacam inilah yang kemudian menjadi ukuran kita. Nah kalau Gibran pengalaman internasionalnya, seperti apa pengalaman nasionalnya seperti apa, ada problem pada diri Presiden yaitu Prabowo Subianto.

Apakah kemudian Gibran bisa mentake over persoalan-persoalan itu dengan baik. Apalagi kalau misalnya Prabowo mengatakan ‘Ah dulu aja Sutan Syahrir menjadi menteri usia 36 tahun’. Pertanyaan saya umur berapa Sutan Syahrir menjadi aktivis politik, umur berapa dia kemudian menjadi juru runding di dalam perundingan Indonesia-Belanda dalam urusan pengakuan kedaulatan, umur berapa dia menjadi aktivis politik juga untuk kemudian menyatukan kelompok-kelompok yang tidak mau bekerja sama dengan Jepang.

Di situ baru kita bilang, iya itu anak-anak muda dulu bisa bisa begitu tapi dia berpolitik sejak umur berapa. Bung Karno umur berapa dia sudah belajar politik. Kemudian tahun berapa dia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) ya kalau kalau itu Partai Nasional Indonesia itu 1927, berarti usia Bung Karno pada saat itu 26 tahun. Bahkan di dalam kabinet Bung Karno itu pernah ada seorang menteri itu usianya 25 tahun. Tapi berapa tahun dia sudah aktif dalam partai politik dalam hal ini Parkindo pada saat itu.

Jadi itulah yang menjadi ukuran-ukuran gitu loh, jangan kemudian dilihat usia saja, tapi juga kematangan dia di dalam organisasi dan juga berpolitik.

Saya contoh lain lah misalnya di Australia ya dia menjadi bendahara negara dalam kabinet yang terpilih pada 1983 itu pada usia 38 tahun. Umur berapa dia aktif di partai buruk 19 Tahun. Kapan dia menjadi anggota parlemen dari partai buruh 25 tahun dan kemudian 25 tahun ditambah 13 tahun ya jadi dalam 13 tahun itu dia sudah menjadi menteri bayangan anggota parlemen sekaligus menteri bayangan. Makanya ketika dia diangkat menjadi bendahara negara ya tentunya dia sudah siap.

Demikian juga Menteri Pertahanan dari partai buruh pada saat itu ya usianya sekitar 38 tahun, tapi mereka sudah berpolitik sejak era muda.

Dan saya juga bisa kasih contoh yang lain banyak anak-anak muda di Indonesia juga yang usianya juga sekitar hampir sama dengan Gibran tapi dia mendapatkan ilmu sudah sampai ke tingkat Psd. Dia juga kemudian pernah bekerja di lembaga-lembaga keuangan internasional dan sebagainya dan sebagainya. Itulah yang kemudian kalau kita mau melihat itu apple to apple-nya di situ, dengan kemudian dia gara-gara dia menjadi anak-anak presiden kemudian hari ini dia menjadi apa istilahnya sih anggota AMPI, dua hari kemudian bisa menjadi calon wakil presiden dari Partai Golkar.

Kan lucu, maksud saya lucu nih dia menjadi calon wakil presiden dulu di dalam Partai Golkar, baru dia akan mengalami kaderisasi dari budaya politik dia yang tadinya merah menjadi budaya politik dia yang kuning, jadi itu.

Samalah Adiknya juga demikian ya, Kaesang. Anda lihat masuk partai hari ini dua hari kemudian dia bisa menjadi ketua umum partai PSI. Jadi itu apakah itu menjadi contoh bagi anak-anak muda untuk kemudian berpolitik dengan cara-cara yang boleh dikatakan ya tidak santun. Seperti yang dikatakan Kaesang, tidak santai juga.

Bagaimana orang tiba-tiba karena anda menjadi anak presiden, makanya kemudian anda bisa menebas berbagai aturan termasuk juga aturan dalam rekrutmen politik di partai itu dan kemudian juga aturan mengenai tahapan-tahapan seseorang itu bisa menjadi ketua umum atau menjadi calon wakil presiden.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved