Advetorial
Johanis Richard Riwoe Kritik Politik Uang, Harap Timses dan Pemilih Lebih Cerdas
Masyarakat diharapkan memilih wakil yang akan duduk di kursi DPRD Kabupaten Kota, DPRD provinsi maupun DPR RI dengan bijak pada Pemilu 2024 nanti.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Perhelatan pesta demokarasi pada tahun 2024 nanti diharapkan mampu membawa perubahan bagi masyarakat Indonesia, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Masyarakat diharapkan dapat memilih wakil yang akan duduk di kursi DPRD Kabupaten Kota, DPRD provinsi maupun DPR RI dengan bijak pada Pemilu 2024 nanti.
Harapan yang sama juga berlaku terhadap pilihan untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 serta kepala daerah.
Menurut Johanis Richard Riwoe semangat untuk memilih wakil rakyat yang baik dan mampu menjadi "penyambung lidah rakyat" harus dimulai dengan semangat yang sama untuk berbakti dan membangun negeri atau daerah.
Baca juga: Richard Riwoe Siap Bangun NTT
Karena itu, dirinya berharap agar masyarakat dapat menjadi pemilih cerdas yang dapat memberi kontribusi dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Tak hanya itu, politisi kelahiran Kupang 50 tahun silam itu juga berharap adanya pendidikan politik yang baik dari tim sukses atau tim pemenangan bagi masyarakat.
Menurutnya momen pesta demokrasi yang dilaksanakan melalui Pemilu menjadi tonggak yang mempengaruhi dan menentukan kehidupan masyarakat serta pembangunan selama lima tahun berikutnya.
"Momen demokrasi atau Pemilu ini adalah satu momen yang penting dan sangat penting. Sekali kita memilih seseorang baik dalam Pileg, Pilpres maupun Pilkada, itu akan menentukan lima tahun kedepan," ungkap Richard Riwoe saat menjadi narasumber Pos Kupang Podcast pada Sabtu 28 Oktober 2023.
Baca juga: Richard Riwoe Bantu Mobil Ambulans Bagi Jemaat dan Warga NTT
Menurut dia, perhelatan Pemilu lima tahunan tersebut harus dilihat dari dua kacamata besar, yakni pertama dari pihak yang akan ikut kontestasi baik Pileg, Pilkada maupun Pilpres serta kedua, dari pihak yang akan memilih.
Politisi PDI Perjuangan itu menyebut bahwa dari pihak yang berkontestasi tersebut dapat dibagi dalam dua kategori. Ada yang melihat momentum Pemilu sebagai kesempatan dia berkarya dan ada pula yang memanfaatkan sebagai kesempatan untuk mencari pekerjaan.
"Ini dua hal yang berbeda dan mungkin ada dari kacamata lain yang melihatnya. Tetapi saya melihat dua kategori ini. Kategori dia mau mencari pekerjaan dalam dunia politik dan dia mau berbuat sesuatu atau berkarya kepada banyak orang lewat momen ini," ujar pria yang dikenal sebagai praktisi hukum dan pengusaha itu.
Sementara itu, kedua, dari kacamata dari masyarakat pemilih, ada pula yang melihat pesta demokrasi sebagai kesempatan untuk mengajukan berbagai proposal.
"Kalau dia mengajukan proposal ke pemerintah selama ini bertahun - tahun tidak ada jawaban dan tidak ada realisasi, nah kesempatan inilah dia minta kepada caleg, atau calon kepala daerah atau calon presiden," tambah dia.
Baca juga: Polsek Wewaria Ende Gandeng Richard Riwoe Center & Forkabes NTT Donasi Masker Bagi Warga
Karena itu, politisi senior yang pernah menjadi bakal calon Gubernur NTT tahun 2008 itu mengkritik maraknya politik uang yang kini seolah membudaya dan dianggap lumrah di kalangan masyarakat.
"Saya kasih contoh seperti di Jawa pada waktu saya jadi anggota dewan di Jogja tahun 2004 sampai 2009 itu ada tipe masyarakat yang mengajukan proposal sebagai tim sukses. Tapi saya harap ini tidak ditiru di masyarakat NTT," beber Richard Riwoe.
"Dia punya basis massa nih, dia mengajukan saya bisa bawa basis massa kurang lebih 500 orang untuk pertemuan si calon ini, lalu dia minta dana. Nah massa yang sama ini dia tawarkan juga kepada caleg yang lain. Jadi di dalam pilkada juga begitu," ungkap dia.
Pendiri lembaga sosial Richard Riwoe Center itu mengatakan, pengalaman yang sama juga terjadi di daerah lain seperti di Jakarta.
"Kalau saya lihat di Jakarta beberapa tim sukses yang dilakukan satu dua periode yang lalu itu juga begitu. Saya ketemu dengan tim sukses yang melakukan itu, mereka ada proposal - proposalnya dan itu ada budgetnya," sebut dia.
Tetapi, lanjut Richard Riwoe, ada juga pihak lain yang menawarkan bahwa masyarakat meminta sembako dengan anggaran yang mereka tetapkan .
"Mereka tawarkan satu paket sekian. Jumlah yang hadir sekian. Itu mereka tawarkan. Sekarang tinggal caleg, calon kepala daerah, calon presiden wakil presiden mau ngambil tawaran itu atau tidak," terang dia.
Richard Riwoe juga menyentil joke yang mengatakan bahwa "Tim sukses itu tim yang sukses. Belum tentu calonnya sukses tapi timnya pasti sukses".
Ia juga mencontohkan saat dirinya bertemu dan berdialog dengan warga di Kabupaten Sabu Raijua pada Desember 2022 lalu. Saat berbincang dengan tokoh masyarakat di wilayah pelosok, dirinya mendapati pengakuan bahwa masyarakat "menjual suaranya" antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu.
"Mereka mengatakan di sini untuk pileg mereka selalu memblokir satu daerah, lalu di situ satu suara ada yang Rp300 ribu ada yang Rp500 ribu. Nah itu baru bagi - bagi duit untuk dapat satu kursi nih. Belum lagi transportasi bolak balik. Sekarang kalau di NTT saja misalnya kalau 500 ribu untuk provinsi ya mungkin diatas Rp1 miliar dia duduk menjadi anggota dewan," urainya.
"Pertanyaannya, gajinya berapa sih?" tanya dia retoris.
Ia menyebut, tipe orang menjadi anggota dewan itu sangat bervariasi. Meski demikian, dirinya mengaku selalu percaya dalam diri bahwa seseorang dipilih, diangkat, ditetapkan itu dengan seizin Tuhan.
"Walaupun dia bekerja keras, keluarkan duit puluhan miliar ya tetap akhirnya Tuhan yang menentukan. Jadi bagi saya politik uang itu pembelajaran yang tidak mendidik masyarakat dan membuat masyarakat sejahtera," ungkap dia.
Sementara itu kepada masyarakat, pria yang juga merupakan pembina Forkabes NTT dan Percasi NTT itu berharap agar tidak menggadaikan masa depan mereka dengan menjual suara secara insidentil. Apabila praktik itu dilakukan, maka para cukong politik akan menganggap bahwa mereka telah membeli suara sehingga tidak memiliki kewajiban untuk berbuat bagi masyarakat lagi selama sisa waktu jabatan.
Richard menyebut, tiga hal yang seharusnya menjadi landasan masyarakat memilih wakilnya atau pemimpinnya. Pertama harus melihat kemampuan calon, kedua harus melihat track record calon dan ketiga harus melihat pengalaman calon. (uzu/ian)
Ikuti berita terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.