Kasus Ferdy Sambo
Jika Ada Bukti Baru, Hukuman ke Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Berkemungkinan Turun Lagi
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan kemungkinan akan berkurangnya hukuman yang dijatuhkan ke Ferdy Sambo.
POS-KUPANG.COM - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan kemungkinan tentang akan berkurangnya hukuman yang dijatuhkan ke Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.
Kemungkinan itu sangat besar, setelah mantan Kadiv Propam Polri tersebut mendapatkan keringanan hukuman dari hakim Mahkamah Agung yang menyidangkan perkara tersebut dalam perkara di tingkat kasasi.
Dikatakannya, meski saat ini putusan hukuman mati sudah diganti menjadi hukuman penjara seumur hidup dan sudah punya kekuatan tetap, tetapi masih ada kemungkinan kalau Ferdy Sambo akan diringankan lagi hukumannya dibawah putusan hukuman tingkat kasasi.
Hal itu juga akan dialami oleh Putri Candrawathi yang adalah istri Fery Sambo, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Maruf yang semuanya telah diturunkan hukuman berdasarkan putusan hakim Mahkamah Agung pada Selasa 8 Agustus 2023.
Abdul Fickar Hadjar mengatakan, meski keputusan MA itu telah inkrah (telah berkuatan hukum tetap), tetapi masa hukuman bagi Ferdy Sambo cs tersebut, bisa naik, bisa tetap, atau bahkan bisa turun, jika ada lagi upaya hukum atas kasasi.
Artinya, lanjut Abdul Fickar, masa hukuman Ferdy Sambo itu bisa saja berubah, dari penjara seumur hidup menjadi penjara 20 tahun. Ini terjadi apabila Ferdy Sambo dinilai berkelakuan baik selama menjalani masa hukuman.
"Biasanya ada penilaian per tahun. Jadi, kalau dinilai berkelakuan baik, maka akan ada perubahan dari hukuman tidak tertentu seumur hidup, menjadi hukuman waktu tertentu, yaitu 20 tahun," ujar Abdul Fickar Hadjar sebagaimana dikutip Pos-kupang.Com dari wartakotalive.com, Kamis 10 Agustus 2023.
Sementara terkait putusan MA saat ini, dia menilai bahwa itu sudah sesuai. Karena hal tersebut telah menjadi kewenangan Mahkamah Agung.
Dikatakannya, ketika hakim di tingkat akan memutuskan suatu perkara, maka hal itu telah mempertimbangkan seluruh alat bukti, hingga akhirnya sampai pada kesimpulan mengenai putusan tersebut.
"Tentu saja ketika akan memutuskan, MA sudah mempertimbangkan seluruh alat bukti, sehingga sampai pada kesimpulan putusan yang dijatuhkan," katanya.
Lebih lanjut, Abdul Fickar mengatakan, para terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir J, memiliki hak untuk mengajukan peninjauan kembali (PK), sepanjang memenuhi syarat.
Baca juga: Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati, Menko Polhukam Singgung KUHP Baru, Begini Katanya
Setidaknya terdapat dua syarat, para terdakwa dapat mengajukan peninjauan kembali.
Pertama kata Abdul Fickar, yakni adanya kekhilafan hakim dalam membuat putusan, sehingga muncul kekeliruan, baik pada pertimbangan hukumnya, maupun orangnya.
"Adanya kekhilafan hakim dalam membuat putusan, sehingga ada kekeliruan dalam memutus perkara, kekeliruan bisa terjadi pada ertimbangan hukumnya, bisa juga kekeliruan orangnya, sehingga salah menghukum," ujarnya.
Sementara, untuk syarat kedua kata Abdul, yakni adanya novum atau bukti baru yang belum pernah diajukan, baik di Pengadilan Negeri (PN), di Pengadilan Tinggi (PT) pada tahap banding, maupun di Mahkamah Agung (MA) pada tahap kasasi.
"Jadi novum atau bukti baru itu benar-benar baru, yang jika diajukan pada waktu di PN, terdakwa akan dibebaskan atau dilepaskan. Karena itu, bukti ini harus benar-benar baru. Bukti baru bisa berupa keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, atau alat bukti lain," ucap Abdul Fickar.
Mahfud MD Pastikan Tak Akan Ada Remisi
Menko Polhukan Mahfud MD memastikan terpidana penjara seumur hidup tidak akan mendapat remisi.
Penjelasan Mahfud tersebut disampaikan saat ditemui wartawan di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu 9 Agustus 2023.
Menurutnya, terpidana dengan hukuman pidana penjara seumur hidup tidak berhak mendapatkan remisi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Permasyarakatan.
"Ya memang, seumur hidup itu tidak ada remisi," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan, remisi bergantung pada persentase lamanya vonis pidana penjara, sedangkan hukuman seumur hidup atau hukuman mati bukan merupakan angka.
"Remisi kan bergantung pada presentase. Presentase selalu bergantung pada angka. Jadi yang tidak akan ada remisi itu hukuman mati, seumur hidup.”
“Seumur hidup kan bukan angka itu S, SEU (huruf) itu nggak ada diremisi beberapa persen. Nggak ada persennya," urainya dikutip dari Kompas.com.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan agar jangan ada permainan untuk mengubah hukuman tersebut menjadi angka.
"Oleh sebab itu jangan ada lagi permainan untuk mengubah dengan upaya yang dicari-cari lalu menjadi angka.”
“Nah kalau angka itu bisa dikurangi setiap tahun. Jadi kalau seumur hidup dan hukuman mati itu ndak ada remisi," tegasnya.
Meski tidak ada remisi, Mahfud menyebut bahwa terpidana penjara hukuman seumur hidup atau hukuman mati bisa mendapatkan grasi atau pengampunan dari presiden.
"Jadi kalau seumur hidup dan hukuman mati itu ndak ada remisi. Itu hanya bisa ada grasi. Grasi dari presiden, hanya itu yang mungkin," ucapnya.
Hanya saja, untuk mengajukan grasi tersebut juga harus mengakui kesalahannya.
"Tapi kalau grasi itu diminta orang harus mengakui kesalahannya 'bahwa saya dihukum ini benar, saya salah. Hukumannya sudah bener tapi saya minta grasi',” ucapnya.
Baca juga: Mantan Hakim Agung Bicara Soal Ferdy Sambo: Nanti, Banyak Hak Terpidana Tak Bisa Dinikmati
“Grasi namanya. Kalau mengaku saya tidak salah mau minta grasi, enggak bisa grasi. Kalau sudah (ngaku) tidak salah kok minta grasi. Ya udah dihukum," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup kepada Ferdy Sambo.
Putusan vonis hukuman penjara seumur hidup itu dibacakan dalam sidang putusan atas kasasi yang diajukan terdakwa pada Selasa 8 Agustus 2023. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.