Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Jumat 16 Juni 2023, Belajarlah pada-Ku
Renungan Harian Katolik berikut ditulis oleh Bruder Pio Hayon SVD dengan judul Belajarlah pada-Ku.
Dan pada orang cerdik pandai, misteriNya semakin misterius. Karena di hadapan orang cerdik pandai, Allah itu bukanlah Allah karena mereka melihat Allah itu hanyalah sebuah sentuhan pikiran saja.
Maka kita tak bisa melihat konteks itu dalam pola pikiran kita manusia. Kita harus melihat semuanya dalam konteks Allah sendiri dari perspektif Kitab Suci sebagai bentuk paling nyata Allah dihadirkan dalam kata.
Seperti Musa dalam bacaan pertama memberi satu titik terang tentang Allah yang kita imani itu adalah Allah yang setia, “Sebab itu haruslah kamu tahu bahwa Tuhan, Allahmu itu adalah Allah yang setia.”
Tetapi tidak hanya itu, Musa mau menjelaskan kepada umat Israel sebagai umat pilihan, “Kamulah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu; kamulah yang dipilih Tuhan Allahmu.”
Allah itu tidak sekadar sebuah cinta yang egois, tetapi Allah itu sebuah cinta yang memberi sehingga kita menjadi percaya dalam Allah yang Manusia itu yaitu Yesus Kristus.
Kita dipilih oleh Allah sebagai bangsa yang dipilih sebagai umat kesayanganNya. Karena sebenarnya Allah sangat mengasihi kita.
Allah lebih dahulu mengasihi kita dan bukan sebaliknya.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 16 Juni 2023, Hati Yesus yang Terindah
Lalu sampai di sini, apakah kita masih layak melawan atau bahkan mengkhianati Allah lewat pola tingkah laku kita atau lewat kata-kata kita atau bahkan sumpah serapah kepada Allah yang dianggap tidak memperhatikan kita karena begitu banyak masalah yang kita hadapi setiap hari?
Maka Yohanes dalam bacaan kedua memberi catatan ini, “Allah begitu mengasihi kita. Maka haruslah kita juga saling mengasihi.”
Yohanes mau menjelaskan kepada kita bahwa mencintai Allah itu seharusnya terpatri dalam pola saling mengasihi kita satu sama lain.
Karena sebenarnya pola mengasihi itu sudah dimulai oleh Allah sendiri kepada semua kita, maka ketika kita mengasihi satu sama lain itu berarti kita sedang mengasihi Allah yang hadir dalam orang yang kita kasihi termasuk mengasihi musuh-musuh kita.
Pola mengasihi paling paripurna adalah Kasih Allah kepada manusia sampai mengutus anakNya sendiri.
Yesus lalu menjadi figur Allah dalam pola manusia.
Kemudian seluruh hidup Yesus sendiri menjadi sebuah contoh akan cinta paling paripurna.
Maka Yesus sendiri memberi dirinya sebagai contoh, “…belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati” maka kita seharusnya belajar dari Yesus sendiri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.