Berita NTT

PPDB SMA/SMK Segera Dibuka, Ombudsman Soroti Sumbangan dan Pungutan Biaya di Sekolah Negeri

Kedua, perencanaan investasi dan/atau operasi diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan.

POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
KUNJUNGAN - Komisioner Komnas HAM pose bersama Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton. Kunjungan ke Ombudsman RI Perwakilan NTT dalam rangka audiensi mengenai kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ekleaia Mei

POS-KUPANG.COM, KUPANG- Tahapan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK tahun ajaran 2023/2024 akan segera dimulai, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Darius Beda Daton menyoroti sumbangan dan pungutan biaya di Sekolah Negeri.

"Rupa-rupa pungutan rupanya membuat pening  para orang tua yang mendaftarkan kembali anaknya pada sekolah negeri. Sebagai lembaga negara yang setiap tahun memantau pelaksanaan PPDB, setiap tahun masih termonitor keluhan masyarakat seputar pungutan peserta didik baru," tutur Darius, Kamis 15 Juni 2023.

Menurut Darius, Sekolah Negeri di NTT  masih memungut uang dari para orang tua atas nama sumbangan atau pungutan pendidikan dengan item anggaran berupa uang sumbangan pembinaan pembangunan, iuran komite, sumbangan pengembangan 8 standar pendidikan, uang buku panduan, sampul rapor dan macam-macam jenis pungutan lain.

Baca juga: Ombudsman NTT Minta Pelaksanaan PPDB Sesuai Juknis dan Berintegritas

"Partisipasi Masyarakat Pendidikan adalah salah satu jenis layanan dasar yang wajib disediakan negara. Namun demikian, negara tidak memiliki kemampuan pendanaan yang cukup, bahkan setelah konstitusi mengamanatkan alokasi anggaran 20 persen APBN/APBD untuk sektor pendidikan," ungkapnya.

Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, kata Darius, dibuka ruang partisipasi masyarakat yang  diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.

"Dalam kedua peraturan ini yang disebut Pungutan Pendidikan adalah penarikan uang oleh Sekolah kepada peserta didik, orangtua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. Sedangkan sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orangtua/walinya baik perseorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan," terang Darius.

Baca juga: Kawal PPDB, Badan Musyawarah Perguruan Swasta NTT Temui Ombudsman RI Perwakilan NTT

Darius menyampaikan, makna mendalam dari frasa partisipasi adalah kesukarelaan peran. Sehingga partisipasi orang tua/masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan harus dimaknai sebagai bentuk kesukarelaan peran karena keterpanggilan, buka pewajiban apalagi yang dikaitkan dengan hak-hak siswa atas proses belajar mengajar.

"Ketika dilekati sifat bahkan norma pewajiban, ada berbagai konsekwensi hukum yang melekat atau bisa dilekati di dalamnya," katanya.

Menurutnya, Pemahaman  pihak sekolah yang masih beragam mengenai  bentuk partisipasi yang boleh dan yang tidak boleh menjadi pintu masuk suburnya sumbangan yang berbau pungutan. Akibatnya, dalam setiap musim PPDB, partisipasi masyarakat kerap muncul dalam bentuk berupa Uang Pembelian Map dan Formulir Pendaftaran,

Baca juga: DPRD Yakin Pelaksana PPDB di Kota Kupang Berjalan Sesuai Regulasi

Uang Pendaftaran Masuk, Uang Test Kemampuan Tertentu (Psikotest, Kesehatan, dll), Uang Bangku/Kursi (Waiting List), Uang Pembangunan/Sumbangan Pengembangan Institusi, Uang Infaq Untuk Pengembangan Institusi, Uang Pembelian (bahan) Seragam, Batik. Baju Olahraga, Uang Pembelian Buku, LKS, Uang SPP, Uang Pembayaran ekstra Kurikuler, Les, Praktikum, Uang Makan Minum, Uang Komite Sekolah, Uang Study Tour, Uang Kebersihan dan Keamanan, Uang Ujian, Uang Pendaftaran Ulang (pada saat kenaikan kelas) dan Uang Wisuda (Kelulusan).

" Pungutan disebut sah jika  memiliki dasar hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dipungut oleh orang/petugas yang memiliki kewenangan untuk memungut. Dan disebut tidak sah jika pungutan tidak memiliki dasar hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau dipungut oleh orang/petugas yang tidak memiliki kewenangan untuk memungut," terangnya.

Lebih lanjut, Darius mengatakan, jika sekolah adalah lembaga publik yang tunduk pada hukum administrasi publik maka dua unsur pungutan tersebut haruslah dipenuhi agar tidak disebut melakukan pungutan tidak sah.

Baca juga: Kadis Dikbud Kota Kupang Sebut 52 Sekolah Jenjang SD/SMP Gelar PPDB Secara Online Tahun 2023

"Sekolah mestinya tidak melakukan pungutan hanya semata-mata dengan dasar kesepakatan bersama orang tua melalui komite kecuali jika sekolah bukan lembaga publik dan tunduk pada hukum privat," tuturnya.

Jika pun demikian, lanjutnya, Sekolah harus mematuhi syarat-syarat sahnya suatu kesepakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Hukum Perdata. Dengan demikian perlu diatur bahwa apakah pungutan di sekolah adalah sejenis retribusi, pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ataukah jenis pungutan lain yang legal.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved