Opini

Opini Petrus Kanisius Siga Tage: ASEAN Summit dan Isu Migran di Wilayah Timur Indonesia

ASEAN Summit merupakan forum penting untuk para pemimpin ASEAN menjalin hubungan dan diplomasi dengan negara-negara di luar kawasan.

Editor: Alfons Nedabang
ANTARA/SHOFI AYUDIANA
Bendera negara-negara anggota ASEAN dan Timor Leste dipasang di salah satu tempat kegiatan rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN di The Golo Mori Convention Center di Golo Mori, Labuan Bajo, Senin 8 Mei 2023. Sementara Petrus Kanisius Siga Tage menulis opini ASEAN Summit dan Isu Migran di Wilayah Timur Indonesia. 

POS-KUPANG.COM - ASEAN Summit ke -42 akan diselenggarakan pada 10-11 Mei 2023 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. ASEAN Summit merupakan forum penting untuk para pemimpin ASEAN menjalin hubungan dan diplomasi dengan negara-negara di luar kawasan.

Hal ini dapat membantu memperkuat posisi ASEAN di arena internasional dan meningkatkan hubungan diplomatik antara negara-negara anggota ASEAN dan negara-negara lainnya di dunia.

Pertemuan ini memiliki beberapa agenda penting seperti penguatan institusi ASEAN, Visi ASEAN Pasca-2025, penanganan perdagangan manusia, perlindungan pekerja migran dan keluarganya saat krisis, kesehatan, ekosistem kendaraan listrik, dan pengembangan jaringan desa ASEAN.

Berbagai agenda pertemuan ada jika dilihat sejalan dengan persoalan yang ada di wilayah Timur Indonesia. Yang paling menonjol dan bertautan erat tentu saja adalah kasus imigran yang bekerja diluar negeri dan menjadi korban perdagangan manusia.

Kasus Pekerja Migran Indonesia Timur

Pekerja migran Indonesia Timur sering menjadi korban Praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilakukan oleh sindikat mafia yang "berlapis dan terputus" seperti kejahatan narkoba.

Baca juga: KTT ASEAN ke-42, Jokowi Pastikan ASEAN Mampu Jadi Kawasan Demokratis

Momok perdagangan manusia, terkadang disebut “perbudakan modern”, memengaruhi sekitar 40 juta pria, wanita, dan anak-anak yang terperangkap dalam jaringan kerja paksa, eksploitasi seksual, dan pernikahan paksa yang mengerikan.

Menurut perkiraan, perdagangan manusia sekarang menjadi salah satu kejahatan terorganisir paling menguntungkan di dunia, menghasilkan lebih dari $150 miliar setahun.

Dua pertiga dari korbannya, atau 25 juta orang, berada di Asia Timur dan Pasifik. Angka-angka yang mengejutkan ini hanyalah perkiraan, karena data yang akurat sulit diperoleh, terutama karena perdagangan manusia tidak dilaporkan, tidak terdeteksi, dan dengan demikian tidak dituntut.

Sebagian besar kasus tetap merupakan kejahatan tersembunyi, karena korban enggan mencari bantuan karena takut akan intimidasi dan pembalasan. Korban, bukan pelaku, sering menjadi pihak yang menderita penganiayaan fisik dan tuntutan migrasi ilegal.

Dalam lima tahun terakhir, sedikitnya 657 pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur meninggal di luar negeri yang sebagian besar berasal dari negara ASEAN. Umumnya mereka adalah pekerja ilegal.

Angka itu diperoleh berdasarkan jumlah peti jenazah yang dibawa pulang ke NTT melalui Bandara El Tari Kupang dan ditangani sukarelawan.

Baca juga: KTT ASEAN Summit 2023, Presiden Jokowi: Tantangan Geopolitik Masih Berat

Sedangkan sepanjang tahun 2022 ada sekitar 1.008 pekerja migran ilegal atas Nusa Tenggara Barat yang berhasil digagalkan keberangkatannya oleh pemerintah melalui dinas terkait.

Sementara laporan dari Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Sulawesi Selatan yang masuk ke Malaysia secara ilegal mencapai 78 ribu per tahun dari 150 ribu tenaga kerja di negara tersebut.

Dalam menjerat korbannya, sindikat TPPO tidak hanya menggunakan iming-iming gaji besar, proses dokumen mudah, cepat dan gratis, tapi juga menggunakan "wajah agama" sebagai senjata ampuh untuk menipu masyarakat desa yang mengkultuskan agama sebagai jalan hidup atau kredo.

Peningkatan jumlah TKI ilegal yang bekerja di luar negeri, dikarenakan mereka yang direkrut adalah warga yang tinggal di daerah pedesaan dengan tingkat ekonomi, pendidikan, dan sumber daya manusia (SDM) yang rendah.

Studi di wilayah Indonesia timur menunjukkan beberapa variabel penyebab tingginya kasus TKI ilegal sebagai bagian dari perdagangan manusia meliputi faktor ekonomi dan budaya, kesempatan kerja dan pendapatan, pernikahan usia dini, pendidikan, kemiskinan, akses terbatas ke informasi, dan keinginan cepat kaya. Faktor ekonomi dan budaya menjadi penyebab utama perdagangan manusia di wilayah Indonesia Timur.

Baca juga: Kementerian BUMN Pastikan Keandalan Listrik KTT ASEAN di Labuan Bajo

Peran ASEAN dalam Human Trafficking

Lebih dari 85 persen korban perdagangan manusia diperdagangkan di alam kawasan ASEAN, menurut Global Report on Trafficking in Persons 2016, yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Thailand adalah tujuan utama korban perdagangan manusia dari Kamboja, Laos, dan Myanmar, sedangkan Malaysia telah menjadi tujuan para korban dari Indonesia, Filipina, dan Vietnam.

Sejauh ini, berhadapan dengan kasus TKI ilegal, peran penuntasan yang ditunjukan oleh ASEAN sangat lemah. Laporan UNODC pada 2019 menjelaskan bahwa upaya penegakan hukum baru-baru ini di beberapa bagian wilayah ASEAN telah mengubah pola perdagangan manusia, sementara pada saat yang sama kelompok kriminal besar telah meningkatkan dan memindahkan operasi ke lokasi dengan tata kelola yang lemah, terutama ke daerah perbatasan dan miskin.

Laporan tersebut juga menegaskan bahwa kesenjangan ekonomi di kawasan telah menciptakan permintaan dan penawaran tenaga kerja murah, mendorong pertumbuhan perdagangan manusia dan penyelundupan migran di sektor tenaga kerja dan prostitusi.

Berhadapan dengan kasus pekerja migran upaya ASEAN telah dilakukan sejak tahun 1997 dengan mengeluarkan ASEAN Declaration on Transnational Crime sebagai bentuk kerja sama dalam mengatasi isu kejahatan lintas negara.

Baca juga: KTT ASEAN, Indonesia Dorong Kawasan Ekonomi Tumbuh Cepat dan Penting Bagi Dunia

Pada 1999 dikeluarkan Plan of Action to Combat TransnationalCrime. Pada 2015 dibentuk ASEAN Convention on Trafficking in Person (ACTIP).

Pada 2016 dibentuk ASEAN Plan of Action toCombat Transnational Crime dan pada 2021 ada komitmen bersama dalam the ASEAN Declaration Against Trafficking in Persons.

Bentuk kerja sama regional di kawasan dengan cakupan kerja sama yang lebih luas hingga kini belum memberikan dampak yang signifikan terhadap penuntasan kasus pekerja migran Indonesia Timur.

Penggunaan prinsip seperti musyawarah dan konsensus yang dianut ASEAN sebagai mekanisme pengambilan keputusan, tidak melakukan intervensi terhadap urusan domestik setiap Negara, menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Negara lain, dan tidak menggunakan ancaman dan kekerasan masih sangat normatif sehingga tidak cukup efektif menuntaskan persoalan migran Indonesia Timur.

Pada ASEAN Summit ke-42 diperlukan kesepakatan perluasan elemen perangkat hukum yang lebih tegas dan intens untuk menjamin terbentuknya kepastian penanganan masalah.

Selain kerangka hukum yang tegas untuk meningkatkan komitmen anggota, pembenahan di sektor ekonomi dan pendidikan sebagai penyebab utama dari kasus perdagangan manusia perlu dirumuskan dan diimplementasikan secara jelas.

Stimulus ekonomi harus mampu menyentuh masyarakat miskin yang tinggal di daerah tertinggal, pendekatan ekonomi dalam Vision Asean 2022 untuk mempromosikan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) perlu dirasakan kelompok miskin secara lebih nyata dan berkelanjutan.

Pada akhirnya kita berharap rangkaian acara ASEAN Summit ke -42 yang akan diselenggarakan pada 10-11 Mei 2023 di Labuan Bajo, NTT yang merupakan wilayah Timur Indonesia, dapat menjadi titik balik dari upaya kolektif para pemimpin ASEAN untuk menuntaskan benang kusut persoalan imigran di wilayah Timur Indonesia. (Penulis adalah Pengajar pada Citra Bangsa University, Kupang)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved