Opini
Opini Robert Bala: Ganjar dan atau Prabowo
Tiga nama: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, dianggap paling potensial untuk menggantikan Jokowi.
POS-KUPANG.COM - Pasca pengumuman Ganjar Pranowo sebagai Capres dari PDIP, peta capres pun kian menguat dan mengerucut. Tiga nama: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, dianggap paling potensial untuk menggantikan Jokowi.
Namun tulisan ini sengaja mengarah kepada Ganjar dan (atau) Prabowo. Itu tidak berarti mengesampingkan Anies. Ini hanya soal teknis. Anies sudah lama (malah kelamaan) mendeklarasikan diri (dan dideklarasikan Nasdem) sebagai capres.
Juga bukan karena survei yang menempatkan Anies di posisi bontot. Tidak. Bukan itu. Ini soal melihat potensi keduanya baik berpisah (sebagai capres) atau bergabung menjadi capres dan cawapres.
Rasanya tak tegah membandingkan Ganjar dan Prabowo. Keduanya memiliki kedekatan dengan Jokowi yang adalah ‘the King Maker’.
Foto yang menunjukkan ketiganya berada di sebuah persawahan menunjukkan bahwa siapapun dari mereka tetap menjadi andalan Jokowi demi melanjutkan gegap gempita pembangunan yang telah dimulai, dilaksanakan, dan 2 tahun lagi akan ditinggalkan.
Baca juga: Opini Robert Bala: Tameng Konstitusi
Permasalahnnya, apakah dengan demikian keduanya harus ‘beradu’ demi mendapatkan posisi sebagai presiden? Beradu menjadi hal biasa saja dalam ruang demokrasi. Tetapi mendorong keduanya untuk maju, bisa saja lebih menguntungkan Anies.
Dalam simulasi 3 capres (Ganjar, Prabowo, Anies), digadang-gadang bila harus maju dalam dua puturan maka yang ‘diandalkan’ adalah Ganjar dan Prabowo. Aneka survei pun membenarkan hal itu.
Tetapi tidak boleh ditutup kemungkinan bahwa justru dengan maju keduanya maka peluang itu akan lebih besar dimiliki Anies.
Lebih lagi survei atau pooling tidak menjadi jaminan. Banyak kali realitas politik berkata lain. Yang diremehkan justru menang. Pilkada DKI telah membenarkan hal itu.
Kegalauan seperti ini menghadirkan pertanyaan, apakah posibilitas seperti itu dibiarkan terbuka? Realitas politik mestinya mendorong baik Ganjar maupun Prabowo untuk ‘duduk’ bersama. Apakah membiarkan keduanya ‘berdarah-darah’ seperti dalam duel sebelumnya Jokowi-Prabowo yang ujung-ujungnya bersatu juga?
Bagi PDIP, dengan mendeklarasikan Ganjar, tentu saja partai berkepala banteng ini punya bidikan bahwa sebagai partai pemenang pemilu dan partai yang masih mendominasi aneka survei, ia menghendaki agar capres berasal dari partainya. Dengan demikian, PDIP bakal menjadi partai yang mencapai ‘hattrick’ pemenang pilpres di era reformasi ini.
Baca juga: Opini Theresia Siti: Independensi Perempuan Dalam Menentukan Hak Pilih pada Pemilu 2024
Pada sisi lain, dari segi kematangan berpolitik, semestinya Prabowo lebih pantas menjadi capres. Kinerja dan rekam jejaknya terukur. Patriotismenya terpuji. Dari segi kualitas dan kematangan berpolitik, harus diakui bahwa Prabowo berada di atas Ganjar.
Tetapi kenyataan menunjukkan dalam berpolitik akhirnya yang menentukan oleh rasa ‘sregnya’ masyarakat. Rakyat menghendaki sesuatu yang natural, alamiah, dan punya kedekatan.
Selain itu dalam 10 tahun terakhir, Ganjar cukup banyak mendapatkan simpati dari rakyat, tidak hanya dari Jawa Tengah. Tak heran, meski dalam setahun terakhir belum diumumkan jadi capres, Ganjar selalu memimpin perolehan voting.
Memang diakui bahwa Ganjar bukan Jokowi. Apa yang dilakukan Ganjar berbeda (bisa disebut sangat jauh) dengan Jokowi. Tetapi bagi rakyat kalau tidak ada orang lain (selain 3 capres yang menghiasi survei) maka pilihannya akan jatuh kepada Ganjar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.