Berita NTT

Adaptasi Perubahan Iklim Dengan Pengelolaan DAS Pada Wilayah Semi Ringkai

Perubahan Iklim akan berdampak signifikan pada siklus air dan menyebabkan masalah lingkungan yang parah dan bencana di daerah aliran sungai tropis

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Prof. Dr. Ir. Denik Sri Krisnayanti, ST, MT 

Data yang dikeluarkan oleh BNBP Provinsi Nusa Tenggara Timur bahwa dalam rentang waktu 22 tahun terakhir (1999-2021) telah terjadi 843 kejadian bencana alam dengan rincian 40 persen yang diakibatkan cuaca ekstrim, 31 persen diakibatkan banjir, 11 persen diakibatkan tanah longsor dan sisanya kejadian bencana lainnya (BNBP, 2021).  

Meskipun Nusa Tenggara Timur tidak termasuk dalam 7 provinsi penyumbang kejadian bencana secara nasional, namun pengurangan resiko dan potensi dampak kerugian yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin dengan upaya kesiapsiagaan yang memadai dan respon yang efektif terhadap kerentanan bencana.

Pengenalan terhadap kondisi wilayah yang rentan bencana harus sudah ditanamkan sejak dini pada anak cucu kita yang terlahir di Bumi Flobamorata ini. 

Nusa Tenggara Timur memiliki 1.227 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tersebar di pulau Timor, Flores, Sumba, dan pulau kecil lainnya. Setiap DAS memiliki karakteristik yang unik dan berbeda, artinya setiap DAS memberikan respon yang berbeda terhadap hujan yang masuk ke DAS tersebut. 

Perbedaan karakteristik DAS akan mempengaruhi besarnya debit banjir dari satu DAS ke DAS lainnya.  Aliran puncak banjir merupakan salah satu variabel terpenting dalam pemodelan dan peramalan banjir. 

Berbagai model untuk mengidentifikasi daerah rawan banjir telah banyak diterapkan di lapangan. Minimnya ketersediaan data curah hujan dan tipe pengunaan lahan seringkali menjadi kendala dalam penyusunan peta bahaya banjir. 

Untuk mengatasi minimnya dan atau tidak tersedianya data hujan dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan sejumlah studi penggunaan data hujan berbasis satelit sebagai komplemen data hujan yang diukur di lapangan secara manual.

Perkembangan teknologi saat ini memberikan opsi lain sebagai pengganti data hujan terukur untuk dapat dimanfaatkan dalam analisis hidrologi.

Ada satu metode yang diberi nama dengan Metode Cendana untuk mengimplemetasikan daerah aliran sungai (DAS) yang rawan / berpotensi terhadap banjir di Nusa Tenggara Timur dengan menggunakan 10 parameter data, meliputi Luas DAS, Panjang Sungai Utama, Kemiringan Sungai Utama, Bentuk DAS, Kerapatan Sungai, Hujan Harian Maksimum, Nilai Parameter α, Kekasaran Saluran,Tutupan Lahan, dan Nilai Curve Number. 

Metode ini didukung dengan penggunaan Sistim Informasi Geografis dan peta hidrogeologi kawasan yang mudah untuk diaplikasikan pada tingkat awal meskipun data pendukung terbatas.

Pemahaman tentang DAS tidak hanya penting untuk hidrologi tetapi juga untuk banyak bidang lainnya, seperti pengelolaan sumber daya air, ilmu lingkungan, dan ekologi.

Manfaat tentang pemahaman sistim kompleksitas DAS menjadi metodologi untuk menjawab konteks tantangan ke depan dalam mengatasi perubahan iklim global, krisis dan konflik air, degradasi lingkungan dan ekosistem, di antara isu-isu lainnya. 

Dampak perubahan iklim telah mempengaruhi air, energi, transportasi, pertanian, ekosistem, kesehatan serta berbagai aspek kehidupan lainnya. Konsensus umum bahwa perubahan iklim akan menyebabkan wilayah basah menjadi lebih basah dan wilayah kering menjadi lebih kering. 

Isu pemanasan iklim meningkatkan kandungan uap air di atmosfer, yang dapat mengakibatkan lebih intens curah hujan dan kejadian banjir berpotensi lebih. 

Untuk keberhasilan dalam pengelolaan daerah aliran sungai di wilayah semi-ringkai (semi-arid) guna adaptasi terhadap perubahan iklim maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan:

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Komentar

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved