Berita Rote Ndao
Petani Rumput Laut Rote Ndao Tolak Permintaan Ferdi Tanone Potong Harga 10 Persen
30 persen untuk ganti rugi donatur yang selama ini membiayai proses perkara tersebut, sedangkan 17 persen dikasih ke pengacara
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Mario Giovani Teti
POS-KUPANG.COM, BA'A - Petani Rumput Laut di Rote Ndao menolak permintaan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni Ferdi Tanone untuk melakukan pemotongan harga 10 Persen
Permintaan pemotongan harga rumput laut ini terungkap saat menghadiri pertemuan Ferdi Tanoni dengan warga terdampak pencemaran Laut Timor di Kantor Camat Rote Timur, Kamis, 27 April 2023.
Pertemuan itu terkait perusahaan migas asal Thailand yakni PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia bersedia mengganti rugi senilai 192,5 juta dolar Australia atau setara Rp 2 triliun buntut dari kejadian tumpahan minyak Montara di Laut Timor, NTT
Alhasil masyarakat Kecamatan Pantai Baru, Rote Timur dan Landu Leko menolak karena terkesan endingnya berbeda kesepakatan antara Pengacara dan Masyarakat kemudian dengan Ferdi Tanoni, seolah-olah tikung di hasil.
Baca juga: Kapal Nelayan Rote Ndao Tenggelam di Perairan Australia, 11 Selamat, 9 Dikhawatirkan Tenggelam
Diketahui, petani rumput laut di Kabupaten Rote Ndao yang terdampak tumpahan minyak montara yang terjadi pada 21 Agustus 2009 lalu, sekira kurang lebih 9 ribu orang.
Salah satu bukti, mewakili suara masyarakatnya, Penjabat Kepala Desa Daurendale, Sepri D Sina secara tegas menolak usulan Ferdi Tanoni untuk potong 10 persen dari hak masyarakat.
"Kami Pemerintah Desa bersama masyarakat memang sangat keberatan, karena sejak awal berproses perkara ini, tidak pernah dituangkan dalam perjanjian terkait potongan 10 persen dari hak masyarakat," kata Sepri.
Diterangkannya, dalam perjanjian hanya tertulis di dalam kartu kuning itu, tertera perjanjian potongan 30 persen dan 17 persen.
Ia mengisahkan, waktu awal penandatanganan dalam perjanjian di Desa Dearondale itu tanggal 27 Februari 2017, hanya potongan 30 persen.
Kemudian di bulan November 2022 waktu pertemuan di Well Home Stay Ba'a, pihak pengacara sampaikan ada penambahan potongan 17 persen lagi untuk bantuan hukumnya.
"Jadi, 30 persen untuk ganti rugi donatur yang selama ini membiayai proses perkara tersebut, sedangkan 17 persen dikasih ke pengacara terkait biaya hukumnya," sebut Sepri.
Dan hal ini, kata dia, disampaikan terus oleh pengacara sampai pada bulan lalu (Maret 2023) ketika penandatanganan dokumen ahli waris.
Saat itu, pihak pengacara juga tekankan kepada Pemerintah Desa bahwa jangan coba-coba potong hak masyarakat satu rupiah pun.
Baca juga: HUT ke-46 SD Inpres Sanggaoen dan Reuni, Bupati Rote Ndao Harap Alumni Berkontribusi bagi Sekolah
Karena, ada pengaduan juga dari masyarakat terhadap desa-desa tertentu bahwa, adanya permintaan biaya administrasi dan lain-lain.
"Pihak pengacara saja sampaikan bahwa tidak bisa, jangan potong hak masyarakat," tandasnya.
"Saya atas nama masyarakat, apapun caranya, kami tetap menolak potongan 10 persen tersebut," tegas Sepri.
Menurut dia, kalau pun masyarakat berterima kasih kepada Pak Ferdi karena punya andil, itu dari hati masyarakat. Kalau mau dipaksakan untuk dipotong lagi dari apa yang menjadi hak masyarakat itu tidak bisa.
"Saya sebagai Pemerintah Desa dan masyarakat menolak. Saya yang urus dokumen di desa saja tidak minta sepeser pun apalagi ini bagian dari masyarakat," ungkap Sepri.
Dirinya berharap, dana ganti rugi ini juga cepat tersalur, sehingga masyarakat bisa melanjutkan usaha budidaya rumput laut mereka.
"Dari desa saya, masyarakat penggugat sebanyak 170 orang. Kalau sesuai dengan format daftar kerugian itu, di Desa Daurendale hasil terendah 3 ton dan yang maksimal itu 12 ton," rinci Sepri.
"Untuk nilai nominal yang masyarakat dapat pada saat penandatanganan di desa, saya tanya langsung ke Pak Greg (Pengacara Tim Task Force Montara dari Australia Phelps Gregory Vincent), pak ini bayarnya seperti apa dan disampaikan kepada kami Pemdes bahwa ada opsi pertama kerugian ini dibagi merata untuk masyarakat terdampak yang berjumlah 15 ribu," lanjut dia.
Maka, masih kata Sepri, rata-rata masyarakat mendapat 67 juta. Dalam proses berjalannya waktu setelah pertemuan di Well Home Stay Ba'a, Sepri dapat lagi pesan Whatsapp dari penerjemah, bukan dari Pak Greg, tentang opsi kedua.
Dijelaskan, opsi kedua yang ditawarkan di Australia bahwa dana kerugian per desa dibagi rata.
"Akhirnya ketika pertemuan bulan lalu, saya tanya opsi mana yang dipakai. Pihak pengacara sampaikan kepada kami, pihak pengadilan hanya setuju ganti rugi berdasarkan kerugian yang tercatat di format kerugian itu," terang dia.
Sepri mencontohkan, seandainya 3 ton, artinya besaran nilai kerugian berapa. Pihak pengacara bahkan tidak menjelaskan secara detail per kilo akan dibayar berapa.
Menurut pihak pengacara, ujar Sepri, mereka akan perhitungkan dahulu potongan 30 persen, 17 persen dan sisanya itu mereka akan kalkulasikan total jumlah kilo yang dirugikan.
Misalkan, uangnya senilai 1 miliar jumlah kilonya 1000, berarti 1 miliar dibagi 1000 kilo, dapat rata-rata kilonya, itulah hasil nominalnya.
Jikalau, pihak pengacara estimasi kurang lebih di kisaran kurang lebih di nilai 15 ribu sampai 18 ribu kilo dan kalau nilai itu dipakai, berarti 3 ton sama dengan 3 ribu kilo.
Sehingga kalau 3 ribu kilo dikali 15 ribu kurang lebih hasilnya 45 juta. Tapi nilai itu belum final.
"Kalau menyangkut kerelaan hati masyarakat untuk memberikan kepada Pak Ferdi, itu kan dari suara hati masyarakat. Apakah masyarakat bersedia atau tidak, itu kerelaan masyarakat," tegas Sepri.
Dirinya sedikit tidak terima apa yang pak Ferdi katakan, karena, bagi dia, sejak awal Yayasan Peduli Timor Barat tidak pernah disebutkan sama sekali dalam proses hukum ini.
"Tadi pak Ferdi omong dia ikut stempel, jujur dalam proses hukum gugatan ini, Yayasan Peduli Timur Barat tidak ada sama sekali. Jadi ini terkesan tikung di hasil," jelasnya.
Ia menuturkan, sudah ada hasil baru satu datang bilang dia punya capek, ini yang jadi tanda tanya besar.
"Untuk perjuangan pak Ferdi katong (kita) sampaikan terima kasih, tapi untuk balas jasa terhadap Pak Ferdi saya tidak bisa katakan katong bersedia," tutup dia.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni Ketua meminta warga di Kabupaten Rote Ndao untuk memberinya 10 persen dari dana kompensasi pencemaran
Laut Timor yang diterima setiap warga.
"Saya paling capek selama 14 tahun memperjuangkan hak-hak masyarakat yang terdampak pencemaran Laut Timor, makanya saya minta dikasih 10 persen dari dana kompensasi yang diterima warga," kata Ferdi.
Kepada petani rumput laut yang terdampak di tiga Kecamatan yang hadir, Ferdi juga menjelaskan tentang perjuangannya untuk mendapatkan hak-hak masyarakat terdampak pencemaran Laut Timor akibat meledaknya ladang minyak Montara pada 21 Agustus 2009 silam hingga akhirnya dimenangkan nelayan Rote Ndao.
Karena itu, Ferdi menilai dirinya juga pantas mendapatkan dana dari perjuangannya itu, karena dia tidak mendapatkan bagian dana dari kompensasi tersebut.
"Saya tidak dapat apa-apa dari perjuangan ini. Silahkan tanya saja, maka saya minta kepada petani untuk memberi saya 10 persen atau berapa pun dari kerelaan penerima," pintanya.
"Minimal suara saya didengar dan memang harus dengar. Saya sampaikan ini dengan hati yang enak," lanjut dia.
Ia mengaku, dirinya datang ke Rote dengan hati jujur dan ikhlas, seraya meminta pertolongan masyarakat untuk menyumbangkan 10 persen kepadanya.
"Yah terserah bapak ibu saja, saya tidak masalah, ada yang tidak mau tidak apa-apa," harapnya lagi.
Sekilas tentang kasus minyak montara.
Diketahui perusahaan migas asal Thailand yakni PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia telah bersedia mengganti rugi senilai 192,5 juta dolar Australia atau setara Rp 2 triliun buntut dari kejadian tumpahan minyak Montara di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terjadi pada 21 Agustus 2009.
Untuk diketahui, tumpahan minyak Montara itu berlangsung selama 74 hari dan telah mencemari perairan Laut Timor, Indonesia.
Pada 21 November 2022, PTTEP bersedia untuk mengganti rugi sesuai dengan keputusan Pengadilan Federal Australia.
PTTEP Australasia harus memberikan ganti rugi usai Pengadilan Federal Australia di Sydney, Australia, memenangkan gugatan 15.481 petani rumput laut dan nelayan NTT pada 19 Maret 2021.
Saat itu, hakim pengadilan federal menyatakan bahwa tumpahan minyak yang bersumber dari PTTEP Australasia tersebut telah menyebabkan kerugian secara material dan kematian serta rusaknya mata pencaharian para petani rumput laut maupun nelayan.
Uang Rp 2,02 triliun itu di luar ganti rugi terhadap kerusakan lingkungan. Uang tersebut merupakan ganti rugi bagi nelayan dan petani rumput laut yang terdampak tumpahan minyak.
Sebagai informasi, penyaluran dana ganti rugi bagi petani rumput laut di NTT yang terdampak tumpahan minyak montara akan terealisasi pada Bulan Agustus 2023 nanti. (Rio)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.