Konflik Sudan

Konflik Sudan, Pejabat Kedutaan Mesir Dibunuh Oleh RSF di Khartoum

Asisten atase militer Mesir di Khartoum tewas Senin oleh Pasukan Dukungan Cepat paramiliter saat mengemudi di ibu kota, menurut sebuah pernyataan.

|
Editor: Agustinus Sape
sudanpost.com
Presiden Mesir Abdelfattah al Sisi. Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) mengatakan pada hari Senin bahwa asisten atase militer Mesir di Khartoum Mohamed al Hussein Mohamed dibunuh oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter. 

POS-KUPANG.COM, KHARTOUM - Eskalasi Konflik Sudan yang dipicu oleh perang saudara antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) terus meningkat dan memakan korban jiwa.

Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) mengatakan pada hari Senin bahwa asisten atase militer Mesir di Khartoum Mohamed al Hussein Mohamed dibunuh oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter.

Dalam sebuah pernyataan yang dilihat oleh Sudans Post, markas besar militer mengatakan pejabat kedutaan Mesir sedang mengemudi saat dia melewati Jalan Al Sayyed Abdul Rahman di ibu kota ketika orang-orang bersenjata dari RSF menembaki dia.

Baca juga: Konflik Sudan, MUI Desak OKI dan PBB Ambil Tindakan

Pernyataan tentara mengatakan pembunuhan itu adalah "kelanjutan dari catatan kriminal (RSF) dan pembunuhan tanpa pandang bulu" dan bahwa tentara "bersimpati dengan jiwa almarhum dan turut berduka cita kepada saudara-saudara Mesir."

Dikatakan bahwa tentara "mengutuk dengan keras" apa yang disebutnya serangan yang ditargetkan termasuk terhadap misi diplomatik.

Sudan terjun ke dalam konflik mematikan pekan lalu ketika RSF yang dipimpin oleh komandannya Jenderal Mohamed Hamdan Daglo menyerang beberapa posisi tentara dan pemerintah di ibu kota Khartoum dan daerah strategis lainnya di negara itu.

Seruan internasional dan regional untuk mengakhiri pertempuran – yang telah memicu perpindahan warga sipil terbesar di ibu kota Khartoum sejak kemerdekaan hampir 70 tahun lalu – tetapi tampaknya tidak ada pihak yang mengindahkan seruan tersebut.

Kedubes Mesir menolak klaim

Namun dalam sebuah pernyataan, kedutaan Mesir di Khartoum membantah klaim tentara Sudan, dengan mengatakan semua staf kedutaan dalam keadaan aman.

"Duta Besar Mesir di Khartoum, Hany Salah, menegaskan bahwa semua anggota misi diplomatik Mesir aman, termasuk mereka yang bekerja di kantor pertahanan," kata kedutaan dalam sebuah pernyataan.

Duta Besar menambahkan bahwa kantor misi dan teknis Mesir di Khartoum terus menjalankan tugas mereka meskipun dalam keadaan yang sangat rumit di mana mereka beroperasi.

Faksi Sudan menyetujui gencatan senjata 72 jam 

Faksi-faksi yang bertikai di Sudan menyetujui gencatan senjata 72 jam mulai Selasa 25 April 2023, sementara negara-negara Barat, Arab, dan Asia berlomba untuk mengeluarkan warganya dari negara itu.

Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) mengatakan AS dan Arab Saudi memediasi gencatan senjata itu. Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengumumkan perjanjian itu terlebih dahulu dan mengatakan itu mengikuti negosiasi intensif selama dua hari. Kedua belah pihak tidak mematuhi beberapa kesepakatan gencatan senjata sementara sebelumnya.

Konflik Sudan, suasan kota Khartoum_01
Pertempuran meletus antara kelompok paramiliter SAF dan Rapid Support Forces (RSF) pada 15 April 2023 dan telah menewaskan sedikitnya 427 orang, melumpuhkan rumah sakit dan layanan lainnya, dan mengubah daerah pemukiman menjadi zona perang.

Pertempuran meletus antara kelompok paramiliter SAF dan Rapid Support Forces (RSF) pada 15 April dan telah menewaskan sedikitnya 427 orang, melumpuhkan rumah sakit dan layanan lainnya, dan mengubah daerah pemukiman menjadi zona perang.

“Selama periode ini, Amerika Serikat mendesak SAF dan RSF untuk segera dan sepenuhnya menegakkan gencatan senjata,” kata Blinken dalam sebuah pernyataan.

Dia mengatakan AS akan berkoordinasi dengan kepentingan sipil regional, internasional dan Sudan untuk membentuk sebuah komite yang akan mengawasi gencatan senjata permanen dan pengaturan kemanusiaan.

RSF mengkonfirmasi di Khartoum bahwa pihaknya telah menyetujui gencatan senjata, mulai tengah malam, untuk memfasilitasi upaya kemanusiaan. "Kami menegaskan komitmen kami untuk gencatan senjata penuh selama periode gencatan senjata," kata RSF.

SAF mengatakan di halaman Facebook-nya bahwa pihaknya juga menyetujui kesepakatan gencatan senjata. Koalisi kelompok masyarakat sipil Sudan yang telah menjadi bagian dari negosiasi transisi menuju demokrasi menyambut baik berita tersebut.

Menjelang pengumuman gencatan senjata malam, serangan udara dan pertempuran darat mengguncang Omdurman, salah satu dari tiga kota yang berdekatan di wilayah ibu kota, dan terjadi juga bentrokan di ibu kota Khartoum, kata seorang wartawan Reuters.

Asap gelap menyelimuti langit di dekat bandara internasional di pusat Khartoum, bersebelahan dengan markas tentara, dan ledakan tembakan artileri menggetarkan sekitarnya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa kekerasan di negara yang mengapit Laut Merah, Tanduk Afrika, dan wilayah Sahel "berisiko menimbulkan bencana besar ... yang dapat melanda seluruh wilayah dan sekitarnya".

Dewan Keamanan merencanakan pertemuan di Sudan pada hari Selasa.

Ribuan orang melarikan diri

Puluhan ribu orang termasuk orang Sudan dan warga dari negara tetangga telah melarikan diri dalam beberapa hari terakhir, ke Mesir, Chad dan Sudan Selatan, meskipun kondisi kehidupan di sana tidak stabil dan sulit.

Pemerintah asing telah bekerja untuk membawa warga negara mereka ke tempat yang aman. Satu konvoi 65 kendaraan membawa lusinan anak, bersama dengan ratusan diplomat dan pekerja bantuan, dalam perjalanan sejauh 800 km (500 mil), 35 jam dalam panas terik dari Khartoum ke Port Sudan di Laut Merah.

Bagi mereka yang tersisa di negara terbesar ketiga di Afrika itu, di mana sepertiga dari 46 juta penduduknya membutuhkan bantuan bahkan sebelum terjadinya kekerasan, situasinya semakin suram.

Terjadi kekurangan makanan, air bersih, obat-obatan dan bahan bakar serta komunikasi dan listrik yang terbatas, dengan harga yang meroket, kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq.

Dia mengutip laporan penjarahan pasokan kemanusiaan dan mengatakan "pertempuran sengit" di Khartoum serta di Utara, Nil Biru, Kordofan Utara, dan negara bagian Darfur menghambat operasi bantuan.

Menghadapi serangan, organisasi bantuan termasuk di antara staf yang menarik diri, dan Program Pangan Dunia menangguhkan misi distribusi makanannya, salah satu yang terbesar di dunia.

“Evakuasi cepat orang Barat berarti negara itu di ambang kehancuran. Tapi kami mengharapkan peran yang lebih besar dari mereka dalam mendukung stabilitas dengan menekan kedua belah pihak untuk menghentikan perang,” kata Suleiman Awad, seorang akademisi berusia 43 tahun di Omdurman.

Beberapa negara, termasuk Kanada, Prancis, Polandia, Swiss, dan Amerika Serikat, telah menghentikan operasi kedutaan hingga pemberitahuan lebih lanjut.

Pertempuran cukup mereda selama akhir pekan bagi Amerika Serikat dan Inggris untuk mengeluarkan staf kedutaan, memicu serbuan evakuasi ratusan warga negara asing oleh negara-negara mulai dari negara-negara Teluk Arab hingga Rusia, Jepang, dan Korea Selatan.

Jepang mengatakan semua warganya yang ingin meninggalkan Sudan telah dievakuasi. Paris mengatakan telah mengatur evakuasi 491 orang, termasuk 196 warga negara Prancis dan lainnya dari 36 negara lain. Sebuah kapal perang Prancis sedang menuju Port Sudan untuk menjemput lebih banyak pengungsi.

Baca juga: Konflik Sudan, 538 WNI Siap Dievakuasi Melalui Laut Menuju Jeddah Arab Saudi

Empat pesawat angkatan udara Jerman mengevakuasi lebih dari 400 orang dari berbagai negara dari Sudan pada hari Senin, sementara kementerian luar negeri Saudi mengatakan pada hari Senin bahwa mereka mengevakuasi 356 orang, termasuk 101 orang Saudi dan orang dari 26 negara lainnya.

Beberapa negara mengirim pesawat militer dari Djibouti. Keluarga dengan anak-anak berkerumun di pesawat angkut militer Spanyol dan Prancis, sementara sekelompok biarawati termasuk di antara para pengungsi di pesawat Italia, foto-foto menunjukkan.

Sekjen PBB mendesak 15 anggota Dewan Keamanan menggunakan pengaruh mereka untuk mengembalikan Sudan ke jalur transisi demokrasi.

Otokrat Islam Omar al-Bashir digulingkan dalam pemberontakan rakyat pada tahun 2019, dan tentara serta RSF bersama-sama melakukan kudeta militer tahun 2021. Namun dua tahun kemudian, mereka berselisih selama negosiasi untuk mengintegrasikan dan membentuk pemerintahan sipil.

Indonesia Akan Evakuasi 827 WNI dari Sudan Secara Bertahap

Bekerja sama dengan Arab Saudi dan sejumlah negara lain, Indonesia mulai mengevakuasi warganya dari Sudan. Untuk kelancaran evakuasi, pemerintah mengimbau Warga Indonesia di Sudan segera menghubungi atau mendatangi Kedutaan Besar RI di Khartoum.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengimbau, WNI yang belum berada di Wisma Duta Indonesia atau Kedutaan Besar RI di Khartoum untuk segera berkoordinasi dengan KBRI Khartoum.

"Saya imbau agar setiap WNI yang masih berada di Sudan dan belum melaporkan diri, mohon agar segera melaporkan keberadaannya ke KBRI Khartoum agar dapat dilakukan evakuasi pada tahap kedua," ujarnya, Senin 24 April 2023 dari Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

WNI Sudan dievakuasi_01
Tangkapan layar dari video yang dikirimkan Kedutaan Besar RI di Khartoum, Sudan. Indonesia memulai proses evakuasi warganya dari Sudan, Minggu (23/4/2023). Dari Khartoum, mereka menuju Pelabuhan Sudan lalu berlayar ke Jeddah, Arab Saudi.

Evakuasi gelombang pertama dimulai pada Minggu (23/4). Pada Senin, 538 WNI telah tiba di Pelabuhan Sudan. "Saat ini, 538 WNI tersebut sedang beristirahat di rumah persinggahan di Port Sudan sebelum keberangkatan menuju Jeddah melalui jalur laut," ujarnya.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono melepas keberangkatan tim evakuasi dalam upacara di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Senin. Satu pesawat Boeing 737-400 membawa 39 personel, terdiri atas 16 kru pesawat, gabungan tim dari Komando Pasukan Gerak Cepat, tim medis TNI, personel BAIS TNI, psikolog TNI, dan staf Kementerian Luar Negeri). Penerbangan akan menuju Jeddah dalam waktu 12 jam 30 menit.

“Tugas penjemputan WNI ke Sudan adalah tugas mulia dan kehormatan yang harus dilaksanakan dengan rasa tanggung jawab,” kata Panglima TNI.

Retno mengutus Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Judha Nugraha ke Jeddah untuk membantu proses evakuasi. Judha membenarkan, proses itu dilakukan lewat kerja sama dengan beragam pihak. Koordinasi dengan misi diplomatik berbagai negara sahabat Indonesia adalah bagian dari kerja sama untuk mengevakuasi warga Indonesia dari Sudan. Karena harus melewati Jeddah, koordinasi dengan Arab Saudi salah satu yang paling intensif dilakukan.

Indonesia harus kembali mengevakuasi warga dari zona perang hanya dalam tempo 14 bulan setelah evakuasi dari Ukraina. Seperti pada 2003, evakuasi dari Sudan pada 2023 juga karena alasan perang saudara.

Sejak Sabtu (15/4), Sudan diguncang perang saudara antara militer (SAF) dan kelompok milisi Pasukan Pendukung Cepat (RSF). SAF pimpinan Jenderal Abdel Fattah Al Burhan dan RSF pimpinan Jenderal Hamdan Dagalo sudah bertahun-tahun bersaing memperebutkan kekuasaan di Sudan. Ibu kota Sudan, Khartoum, menjadi pusat pertempuran dalam perang kali ini.

Keterbatasan

Untuk evakuasi ini, sebanyak 827 dari 1.209 WNI yang tercatat di KBRI Khartoum sudah pasti akan dievakuasi dalam dua gelombang. Sementara 382 WNI lain belum diketahui kapan bisa dievakuasi.

Untuk gelombang pertama, KBRI Khartoum menggunakan sembilan mobil guna mengangkut ratusan WNI itu. Butuh 15 jam perjalanan dari Khartoum menuju Pelabuhan Sudan. Mereka harus melewati setidaknya 15 pos pemeriksaan.

Evakuasi tidak bisa dilakukan sekaligus antara lain karena keterbatasan bahan bakar untuk kendaraan pengangkut. Retno menyebut, evakuasi gelombang kedua akan dilakukan secepatnya.

Meski bertahap, Indonesia selalu mengevakuasi hampir seluruh warganya dari zona perang. Evakuasi tidak dilakukan hanya kepada warga yang menolak meninggalkan daerah perang karena berbagai alasan. Hal itu pernah terjadi di Ukraina, Suriah, hingga Libya.

Kebijakan berbeda diambil beberapa negara lain. Amerika Serikat memastikan, evakuasi seluruh pegawai pemerintah dan keluarga mereka selesai dilakukan pada Sabtu (22/4). Washington tidak berencana mengevakuasi warga AS yang bukan pegawai pemerintah atau keluarga pegawai pemerintah AS dari Sudan. AS malah meminta mereka bergabung dengan upaya evakuasi yang dikoordinasi oleh Turki atau Uni Emirat Arab.

Hingga 16.000 warga AS, sebagian pemegang paspor ganda AS-Sudan, berada di Sudan. Salah satunya adalah jurnalis yang tinggal di Khartoum, Isma’il Kushkush.

Dalam pesan singkat kepada CNN, Kushkush menyampaikan sudah berhari-hari terperangkap dalam gedung bersama puluhan orang lainnya. Ia tinggal tidak sampai 500 meter dari Istana Kepresidenan Sudan, salah satu pusat baku tembak RSF-SAF.

AS tidak meyanggah ataupun membenarkan soal metode evakuasi para pegawai dan keluarga pegawai pemerintah dari Sudan. Sejumlah pihak menyebut, AS menerbangkan helikopter angkut militer ke Khartoum dalam operasi itu.

Adapun Italia dan Perancis bisa menerbangkan pesawat militer ke Khartoum untuk mengevakuasi warganya dari Sudan. Seperti AS, Italia dan Perancis juga memprioritaskan evakuasi bagi pegawai dan keluarga pegawai pemerintah. Pesawat Italia diterbangkan dalam kerangka operasi bersama Uni Eropa.

Tidak diketahui di mana pesawat-pesawat itu mendarat atau lepas landas dari Khartoum. Sebagai salah satu pusat pertempuran, Bandara Khartoum, terlalu berbahaya untuk didekati.

Perancis memastikan, setelah mengangkut 200 orang dengan pesawat dari Sudan, akan kembali mengirimkan pesawat untuk mengevakuasi warganya dari Sudan. Tidak diketahui di mana Perancis akan mendaratkan pesawatnya di Sudan.

Sementara Amman memastikan, empat pesawat mengangkut 343 warga Jordania dari Pelabuhan Sudan. Adapun Cairo menyebut, seorang pegawai Kedutaan Besar Mesir di Khartoum tertembak di tengah proses evakuasi. Setidaknya 10.000 warga Mesir berada di Sudan.

Riyadh tidak hanya mengevakuasi warga Arab Saudi. Kapal Angkatan Laut Arab Saudi mengangkut warga berbagai negara dari Pelabuhan Sudan ke Jeddah, Arab Saudi.

Mayoritas proses evakuasi harus dilakukan lewat darat menuju tetangga Sudan atau Pelabuhan Sudan di tepi Laut Merah. Sebab, berbagai bandara di sekitar Khartoum menjadi lokasi baku tembak.

Sejumlah diplomat di Khartoum menyebut, evakuasi massal warga asing akan dilakukan pada Senin atau Selasa. Mayoritas warga asing akan diangkut dengan kapal dari Pelabuhan Sudan.

Pelabuhan di tepi Laut Merah itu paling dekat dengan Pelabuhan Jeddah. Sejak ratusan tahun lalu, pelabuhan itu salah satu titik penghubung Sudan dengan Arab Saudi.

Proses evakuasi oleh negara lain telah dimulai pada Jumat pekan lalu. Proses dimulai bersamaan dengan pernyataan RSF bahwa mereka setuju menggelar gencatan senjata tiga hari untuk menghormati Idul Fitri. Bersama sejumlah negara di Afrika dan Timur Tengah, Sudan merayakan Idul Fitri pada Jumat.

Dalam pernyataan pada Minggu, RSF mengklaim AS berkoordinasi dengan mereka untuk evakuasi itu. Menurut RSF, AS mengirimkan enam pesawat untuk mengangkut pegawai dan keluarga pegawai pemerintah AS. RSF juga berjanji membantu negara lain yang mau mengevakuasi warganya dari Sudan.

“Kami akan berkoordinasi dengan berbagai misi diplomatik untuk memastikan keselamatan warga berbagai negara untuk pulang ke berbagai negara masing-masing,” demikian pernyataan RSF sebagaimana dikutip Aljazeera.

Dagalo juga menyalahkan Burhan dan pasukannya soal gencatan senjata yang tidak kunjung terwujud. “Saya tidak masalah dengan gencatan senjata. Burhan dan pasukannya tidak mampu menghormati kesepakatan ini,” kata dia kepada televisi Al Arabiya.

(sudanpost.com/telegraphindia.com/kompas.id)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved