Berita Nasional
Mahfud 'Ngegas' Minta DPR Tak Main Gertak, Sebut Dugaan TPPU Rp 189 Triliun Ditutupi
Menkopolhukam Mahfud MD terlihat sedikit emosi dan 'ngegas' saat menjelaskan temuan Rp 349 triliun di hadapan anggota Komisi III DPR RI.
Ia mengatakan hal tersebut persis seperti apa yang dilakukan PPATK kepada Menko Polhukam, yakni membeberkan informasi intelijen. "Lha, ini BIN menyampaikan ke saya nih enggak ke presiden. Ini bulan Maret ada nih. Kok, terus enggak boleh, gimana?" kata dia.
Mahfud MD lantas mempertanyakan tugasnya sebagai Ketua Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jika tak diperbolehkan menerima informasi dari PPATK.
"Apa gunanya ada Komite, ini penting saudara karena saya bekerja berdasarkan informasi intelijen. Apa dasarnya melapor ke ketua? Lho, saya ketua, jadi dia boleh lapor dan saya boleh minta," ucapnya.
Mahfud juga kembali mengingatkan bahwa Budi Gunawan selalu memberi laporan intelijen meskipun bukan bawahan Menko Polhukam.
"Saya ketua komite, diangkat presiden ada SK-nya. Terus untuk apa ada ketua komite kalau tidak lapor dan saya tidak boleh tahu?" ujar Mahfud MD.
Sementara itu kepada anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny Kabur Harman, Mahfud menyindir Benny yang bertanya seperti polisi kepada copet.
Baca juga: Sri Mulyani Validasi Transaksi Janggal Rp 300 Triliun, 460 Pegawai Kemenkeu Terlibat Aliran Dana
Hal itu dia ucapkan untuk menyoroti sikap Benny yang bertanya kepada bawahan Mahfud apakah seorang Menkopolhukam boleh melaporkan soal tindak pidana pencucian uang (TPPU) ke publik.
"Saya katakan juga kepada Pak Benny, pertanyaannya kok seperti polisi. Menko boleh mengumumkan atau tidak, begini pak. Boleh atau tidak, begini pak. Boleh atau tidak jawab iya atau tidak. (Benny) Ndak boleh tanya begitu, harus ada konteksnya dong," ujar Mahfud.
Ia juga menyinggung Benny yang meminta dalil atau pasal terkait Menkopolhukam yang diperbolehkan menyampaikan informasi intelijen kepada publik.
"Dibilang boleh, kok harus ada pasalnya? Kalau boleh itu ndak perlu ada pasalnya, misal saya tanya ke Pak Benny boleh enggak saya ke kamar mandi sekarang? Boleh, mana pasalnya? Enggak ada, karena boleh," tuturnya.
Mahfud mengatakan pasal akan ada dan berlaku apa bila ada sesuatu yang dilarang. Oleh sebab itu, menurutnya, hal yang diperbolehkan tak perlu pasal apa pun.
"Kalau dilarang baru ada pasalnya. Di mana dalilnya? Tidak ada satu kesalahan, tidak ada sesuatu itu dilarang sampai ada undang-undang yang melarang lebih dulu. Loh ini tidak dilarang kok, lalu ditanya kayak copet aja," ucapnya.
Dalam penjelasannya kepada Komisi III DPR RI, Mahfud mengatakan ada dugaan pencucian uang sebesar Rp 189 triliun yang ditutupi oleh anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait dugaan penjualan emas batangan impor.
Baca juga: Mahfud Soal Transaksi Janggal Rp 349 Triliun di Kemenkeu, 570 Orang Terlibat
"Keterangan bu Sri Mulyani tadi saya ingin jelaskan fakta. Nanti datanya ambil di sini. Ada kekeliruan pemahaman Sri Mulyani karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah," kata Mahfud.
Mahfud menceritakan Sri Mulyani sempat bertanya kepada jajaran eselon I Kemenkeu terkait temuan transaksi mencurigakan Rp 189 triliun pada tanggal 14 Maret 2023 lalu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.