Pemilu 2024

Tunda Pemilu Ubah UUD 1945, Arif Susanto Sebut Empat Masalah Pemilu 2024

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan menunda pelaksanaan Pemilu hanya bisa dilakukan melalui mengubah UUD 1945.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM
PARPOL PEMILU 2024 – KPU RI telah menetapkan 17 partai politik sebagai peserta Pemilu 2024. Dari semua parpol tersebut, 9 parpol parlemen tak berubah nomor urut, sedangkan 8 lainnya parpol nonparlemen. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) RI Rahmat Bagja mengatakan menunda pelaksanaan Pemilu hanya bisa dilakukan melalui mengubah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Rahmat Bagja menegaskan penundaan pelaksanaan Pemilu 2024 tidak demokratis lantaran dalam UU disebut Pemilu digelar dalam lima tahun sekali.

"Kalau mau mengubah, ya itu di Undang-Undang Dasar. Tidak melalui putusan pengadilan. Tentu tidak elok lah," kata Rahmat Bagja saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat 17 Maret 2023.

Kendati demikian, dia meminta semua pihak agar menghormati putusan pengadilan.

"Namun, kita harus menghormati putusan pengadilan. Itu permasalahan penting yang jadi permasalahan bagi kita," ujar Rahmat Bagja.

Rahmat Bagja menyebut penyelenggara pemilu dilematis gara-gara putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan pemilu.

Baca juga: BREAKING NEWS: Pengadilan Perintahkan KPU Tunda Pemilu 2024

Menurut Rahmat Bagja, penyelenggara pemilu dinilai harus menghormati putusan pengadilan yang diketok oleh PN Jakarta Pusat. Hal itu sesuai dengan aturan tentang kekuasaan kehakiman.

"Kita harus menghormati putusan pengadilan. Itu permasalahan penting yang jadi permasalahan bagi kita. Dilematis bagi penyelenggara pemilu. Di satu sisi, pengadilan negeri menjadi bentuk suatu kekuasaan kehakiman yang diatur undang-undang dasar pasal 24, itu harus dihormati sebagai kemandirian hakim," ujar Rahmat Bagja.

Di sisi lain, kata Rahmat Bagja, ada aturan lain yang mengharuskan adanya pemilu berlangsung 5 tahun sekali. Hal ini juga harus dihormati oleh penyelenggara untuk tetap melaksanakan pemilu.

"Kemudian tetapi ada pasal yang lain, pasal 22 menyatakan bahwa pemilu itu 5 tahun sekali. ada juga penyelenggara pemilu dan tahapan sudah berjalan. ini lah yg menjadi posisi dilematis bagi penyelenggara negara. Tentu kami harapkan ada jalan keluarnya untuk hal tersebut dan inshaallah mungkin ada jalan keluarnya," jelasnya.

Secara pribadi, kata Bagja, penundaan pemilu merupakan tindakan yang tidak demokratis. Sebab, pemilu dinilai harus tetap dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

"Penundaan pemilu itu tidak demokratis. Pemilu itu setiap lima tahun sekali. Kalau mau mengubah, ya itu di Undang-undang Dasar. Tidak melalui putusan pengadilan. Tentu tidak elok lah. Namun, kita harus menghormati putusan pengadilan," jelasnya.

Baca juga: Ketua Umum Partai Prima Minta Hormati Putusan PN Jakarta Pusat Soal Tunda Pemilu 2024

Lebih lanjut, Rahmat Bagja mengharapkan ke depan tidak ada lagi pihak yang menggulirkan isu penundaan pemilu. Baginya, isu-isu tersebut sudah selesai karena sudah masanya tahapan pemilu.

"Ke depan sehingga tidak ada lagi isu isu penundaan pemilu sehingga kemudian pemilu itu tidak dirong-rong oleh isu isu seperti ini lagi. penundaan, kemudian isu tiga periode dan lain-lain. Jadi, kami harapkan sudah masanya, sudah masa pemilu, sudah masa pemutakhiran pemilih, tentu tidak elok untik mundur ke belakang," ujarnya.

Komite Independen Pemantau Pemilu ( KIPP ) menyoroti soal berkembangnya wacana penundaan pemilu. Bahkan kekinian, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan Partai Prima juga seraya memerintahkan KPU untuk menghentikan proses tahapan pemilu.

Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal KIPP Kaka Suminta mengatakan, sejatinya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sosok yang paling pertama mendorong pemilu tetap terlaksana.

"Saya pikir kita masih punya presiden, harusnya kalau masih punya presiden maka yang saya bayangkan pak Jokowi adalah orang yang paling mendorong agar pemilu terjadi dan dilaksanakan," kata Kaka.

Hal itu harus dilakukan oleh Jokowi, kata dia, guna menunjukkan kepada masyarakat bahwa pemerintah memang menjalankan asas konstitusi.

Meski tahapan pemilu saat ini sudah dimulai, namun kata dia, pernyataan dari Jokowi menjadi penting untuk memastikan pemilu tetap bergulir.

Baca juga: Anies Baswedan Tuding Menteri Koordinator Ingin Ubah Konstitusi

"Saya pikir presiden jokowi adalah orang yang paling harus pertama untuk menyatakan pemilu ini dilaksanakan. Kenapa demikian, karena itu adalah salah satu pemerintahan nya bisa menjalankan konstitusi," kata dia.

Empat Masalah

Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto menilai bahwa Pemilu 2024 masih akan hadapi masalah yang sama dengan pemilu sebelumnya.

"Saya pikir setiap pemilu kita selalu berhadapan dengan isu yang terus berulang dengan skala yang masif. Dalam lima pemilu yang terdahulu, masyarakat berhadapan setidaknya ada empat hal terkait dengan pemilih. Pertama ada warga yang memiliki hak pilih tetapi ternyata tidak terdaftar," kata Arif.

Arif melanjutkan kedua potensi kemunculan pemilih ganda. Dikatakannya bahwa hal itu hampir setiap pemilu ada.

"Yang ketiga mereka yang berusia 17 tahun pada masa yang dekat dengan pemilihan itu juga angkanya di 2019 cukup besar. Saya kira itu juga jadi perhatian bagi penyelenggara di pemilu 2024," jelasnya.

Kemudian yang terakhir menurut Arif yakni masalah warga negara asing yang memiliki KTP. "Lalu yang keempat potensi warga negara asing itu terdaftar sebagai calon pemilih. Belum lama ini muncul masalah warga negara asing di Bali ternyata sebagai dari mereka punya KTP Indonesia dan itu tentunya menjadi perhatian juga bagi penyelenggara," jelasnya. (tribun network/mat/riz/wly)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved