Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif Menkop UKM Teten Masduki: Modal Usaha Bagi Korban Pelanggaran HAM Berat
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan bahwa pihaknya diberikan tugas untuk memberikan kompensasi kepada para korban.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia memberikan atensi terhadap para korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lalu.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan bahwa pihaknya diberikan tugas untuk memberikan kompensasi kepada para korban.
"Yang kita pikirkan kan bagaimana kompensasi bagi para korban ini apakah nanti misalnya diberikan modal usaha, atau diberikan kompensasi untuk korban ini bisa membangun ekonominya," ucap Teten Masduki di kantor Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Rabu 1 Maret 2023.
Menurutnya, pembahasan modal usaha sudah dibicarakan di rapat kabinet yang diketuai oleh Menkopolhukam Mahfud MD.
"Kemudian Pak Presiden minta ini jangan dimasukkan dalam program dan anggaran reguler tetapi harus spesial ekonomi nasional seperti penanganan Covid-19," imbuh Teten Masduki.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini berharap pondasi kebijakan untuk penanganan Korban Pelanggaran HAM berat ini harus segera tuntas.
Dia berharap ada kebijakan yang kemudian bisa mengikat untuk pemerintah yang akan datang artinya kebijakannya ada dan anggarannya disediakan.
Simak wawancara eksklusif Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki:
Beberapa waktu lalu Komnas HAM menyatakan ingin menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengurus para korban pelanggaran HAM berat di masa lalu, bisa cerita mengenai ide ini Kang Teten?
Iya ini betul kami sudah ada interaksi dengan Komnas HAM dan memang proses penanganan korban pelanggaran HAM berat yang di mana sudah sulitlah kalau itu kita selesaikan lewat ranah hukum.
Dan ini memang pasca Pak Jokowi menyatakan permintaan maaf kepada para Korban Pelanggaran HAM berat di masa lalu dan sampai saat ini kasusnya belum bisa diselesaikan baik secara yudisial maupun non yudisial.
Yang kita pikirkan kan bagaimana kompensasi bagi para korban ini apakah nanti misalnya diberikan modal usaha, atau diberikan kompensasi untuk korban ini bisa membangun ekonominya.
Ini sudah dibicarakan di rapat kabinet dengan ketuanya Pak Mahfud (Menkopolhukam), kemudian Pak Presiden minta ini jangan dimasukkan dalam program dan anggaran reguler tetapi harus spesial ekonomi nasional seperti penanganan Covid-19.
Hanya saja anggaran ini belum clear karena harus ada proses dialog serta verifikasi agar tidak jatuh kepada orang yang bukan berhak semestinya yang menjadi verifikatornya Komnas HAM.
Selain pemerintah menyatakan permintaan maaf tetapi kasusnya mesti dituntaskan git, jangan sampai kita dibebani kasus-kasus masa lalu sehingga kita tidak bisa move on dengan masalah-masalah baru yang justru kita lebih urgen untuk address.
Tentunya kita semua tidak ingin terus diganduli masa lalu sehingga harus ada cut-off dengan duduk sama-sama mencari solusi bersama dan disepakati supaya ini nggak terus-terusan.
Tapi kan Pak Jokowi dengan luar biasa saya kira kan semua orang juga tidak menduga ya kan pemerintah mengakui ada kasus pelanggaran HAM berat dan apalagi pemerintah yang dulu-dulu kan menolak jadi ini satu langkah awal yang sudah bagus.
Menurut Kang Teten sampai Pak Jokowi menyelesaikan tugasnya di tahun 2024 kira-kira program untuk para korban pelanggaran HAM di masa lalu kira-kira bisa selesai?
Beliau sih meminta agar program ini selesai karena mengingat waktu pemerintah tinggal dua tahun kurang tapi menyelesaikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) lama kan sehingga penanganan korban kasus HAM berat di masa lalu tentu tidak mudah.
Maka buat saya yang paling penting pondasi kebijakan untuk penanganan ini harus sudah tuntas serta syukur-syukur ada kebijakan yang kemudian bisa mengikat untuk pemerintah yang akan datang. Artinya kebijakannya ada, anggarannya disediakan.
Kang Teten bisa cerita mengenai bagaimana pemerintah berkeinginan supaya anggaran dari lembaga pemerintah daerah itu bisa disalurkan kepada UKM di tengah situasi krisis ekonomi global?
Ya ini sebenarnya ada beberapa konsep satu kebijakan afirmasi pemerintah yang waktu itu kita usulkan dalam pembahasan undang-undang Cipta Kerja.
Jadi ini memang sudah menjadi composering di mana pemerintah pusat dan daerah yang harus membeli produk UMKM dan koperasi yang nilainya sekitar 40 persen kalau sekarang kira-kira Rp 400 triliun.
Ini kebijakan substitusi impor sebenarnya untuk belanja pemerintah dan ini memang satu kebijakan afirmasi menguatkan ekonomi UMKM sebab kalau tidak dibeli produknya UMKM kita tidak punya kesempatan meningkatkan kualitas produk.
Memangnya dulu Toyota mesinnya langsung bagus tahun 1970an lalu di Thailand memangnya dulu sudah manis, tetapi mereka dibeli artinya para petani mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kualitas produk mereka.
Jadi ini sudah dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kalau Rp400 triliun dibelanjakan untuk produk UMKM itu bisa meng-create pertumbuhan ekonomi 1,85 persen atau menyerap lapangan kerja 2 juta orang tanpa ada investasi baru.
Saya kira ini luar biasa, kado besar bagi koperasi dan UKM. Ada tiga ya minimum yang kami benahi ekosistem UMKM yang pertama tadi belanja 40 persen APBN dan APBD untuk UMKM koperasi. Kedua kebijakan 30 persen kredit perbankan untuk UMKM kita meskipun 97 persen lapangan kerja tapi kredit perbankan untuk sektor UMKM itu baru 20 persen.
Coba bandingkan dengan Korea Selatan, nggak ngomong ekonomi Pancasila ya, mereka 81 persen kredit perbankannya untuk UMKM yang besar dari pasar modal.
Saya juga agak khawatir porsi kredit UMKM 30 persen tercapai di tahun 2024 seperti permintaan Pak Jokowi. Yang ketiga kebijakan kemudahan usaha ya karena kan kita tidak ingin lagi UMKM itu informal karena itu sekarang badan hukum untuk UMKM gampang mau bikin PT perorangan atau mau bikin koperasi hanya perlu nomor induk perusahaan saja lewat akses digital bisa dilakukan.
Nah karena kalau informal terus ya produk-produk UMK itu enggak bisa ikut bidding di pemerintah, enggak ikut bisa enggak dapat sertifikasi produk, enggak dapat pembiayaan dan lain sebagainya. Nah yang keempat sekarang 30 persen area publik itu harus menjadi ruang usaha UMK misalnya rest area, bandara, pelabuhan, terminal, dan stasiun kereta api .
Ini kan dasar yang memang pelaksanaannya mesti kita kawal bersama-sama agar ekosistem yang memungkinkan ekonomi UMKM kitu bisa tumbuh, naik kelas, dan berkembang.
Saya kan jadi menteri koperasi enggak lama paling lama 5 tahun ya mana mungkin bisa ngurusin 64,2 juta pelaku UMKM sehingga saya memilih ekosistemnya yang dibangun dulu termasuk nanti ekosistem kelembagaan untuk koperasi lewat revisi, legacy itu yang kami inginkan.
Di Bandara Internasional Yogyakarta juga saya melihat sudah luar biasa banyak produk-produk UMKM apakah itu yang dimaksud bagian dari ekosistem?
Iya UMKM ini disediakan tempat khusus dan bukan tempatnya saja namun harganya juga nggak boleh mahal. Ekosistem yang kita bangun di area publik seperti itu.
Target dari revisi Undang-Undang Koperasi kelar kapan?
Saya kepengin tahun ini selesai kalau bisa pertengahan tahun sudah selesai. Ini perintah Presiden karena beliau melihat korban koperasi nakal sangat mengganggu rasa keadilan tapi pemerintah enggak bisa banyak berbuat.
Komunikasi dengan Parlemen sudah sejauh mana?
Iya ini kita sudah bicara dengan Komisi VI dan Komisi VII kemudian saya akan bicara dengan Badan Legislatif, kemarin saya sudah bicara dengan Bappenas sudah minta ada pembiayaannya kalau Pak Presiden sudah memerintahkan Pak Menkopolhukam dan saya untuk segera memproses revisi undang-undang koperasi.
Apakah selama memimpin Kementerian Koperasi dan UKM, Kang Teten merasa enjoy dalam pengertian bahwa target-targetnya itu kena?
Saya kan selama ini bekerja untuk rakyat dulu saya jadi aktivis juga kerjaannya ngurusin rakyat saudara-saudara kita juga. Waktu saya ditugasi di Kementerian Koperasi saya senang tidak merasa kesulitan untuk menangani kebutuhan UMKM dan koperasi.
Nah yang jadi sulit ini dan harus diurus begitu besar karena yang saya urus itu 99,9 persen pelaku usaha di Indonesia. Menurut data BPS itu kan 64,2 juta tapi anggarannya kecil sekali.
Saya awal jadi menteri koperasi ini anggarannya Rp 900 miliar waktu Covid-19 mengalami refocusing tinggal Rp600 miliar, mau apa dengan anggaran Rp 600 miliar mengurusi 64,2 juta UMKM.
Karena itu waktu itu saya diminta oleh Pak Jokowi bicara dengan Menteri Keuangan dengan Menteri Bappenas supaya anggaran Kementerian Koperasi UKM digedein. Ternyata anggaran untuk Kementerian Koperasi UKM itu nyebar di 22 kementerian setelah dikumpul-kumpulin ada lah Rp6 triliunan.
Tapi ternyata enggak bisa langsung dialihkan karena Kementerian Koperasi dan UKM ini kan kementerian kelas 3 jadi enggak mungkin bisa menyerap anggaran begitu besar bahkan ini harus diubah dulu undang-undang susunan kabinetnya agar bisa naik ke kelas dua. Kalau sekarang itu kan sama dengan BUMN kita ini.
Padahal koperasi ini kan disebut dalam penjelasan undang-undang dasar 1945 dan harusnya menjadi salah satu kementerian prioritas.
Waktu itu Pak Presiden sudah panggil Menteri Keuangan, Menteri Bappenas dan lain-lain beliau perintah nggak benar ini kementerian yang ngurusin rakyat harus punya anggaran lebih besar.
Menurut Pak Presiden yang gede-gede sebaiknya tidak difasilitasi, malah jangan diganggu aja kan namun kemudian keburu pandemi Covid-19. Waduh saya bilang kalau Covid-19 ini justru kita butuh implementasi jadi ditunda. (tribun network/reynas abdila)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.