Opini

Opini Frans X Skera: Era Vuca

Singkatnya di era Vuca ini, tantangan yang akan dihadapi bangsa dan negara di masa mendatang, akan semakin kompleks dan sulit diprediksi.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Frans X Skera saat diwawancarai dikediamannya di Kelurahan Kelapa Lima Kota Kupang, Senin 10 Januari 2022. Frans Skera menulis opini Era Vuca. 

POS-KUPANG.COM - Kata Vuca tak akan ditemukan dalam kamus Bahasa Indonesia, Inggris dan Latin, karena Vuca adalah singkatan dari empat kata benda abstrak Bahasa Inggris yakni volatility artinya perubahan cepat, uncertainty= ketidak pastian, complexity= kerumitan karena terkait hal hal yang saling bertautan (kompleksitas), ambiguity – kebimbangan.

Munculnya empat kata ini berbarengan antara lain karena dampak perkembangan Iptek komunikasi/informasi, perubahan iklim, pandemi dan geopolitik, yang pada gilirannya berpengaruh dan memengaruhi sikap tingkah laku masyarakat, dan kinerja pemerintah serta lembaga-lembaga lain, dewasa ini.

Perubahan begitu cepat, bisa menyebabkan ketidakpastian menghadapi dan memecahkan masalah, karena kerumitan akibat adanya saling terkaitnya satu hal, masalah atau situasi yang dapat menimbulkan kebimbangan dalam bersikap dan bertindak.

Pandemi Covid-19 bisa dijadikan contoh untuk melihat dan menelusuri tautan antara empat kata di atas dan dampaknya pada masyarakat serta pemerintah/pemerintahan.

Begitu cepatnya penularan Covid-19, tidak saja menimbulkan kepanikan akibat banyak orang kehilangan nyawa dan menderita sakit, tetapi juga banyak orang kehilangan pekerjaan dan menambah jumlah angka kemiskinan dan pengangguran.

Baca juga: Opini Frans X Skera: Dari Finlandia dengan Kejujuran

Situasi krisis dan galau ini, menyebabkan masyarakat yang terdampak dan terpapar menghadapi ketidakpastian hidup dan masa depan. Pemerintah yang bertanggung jawab mengatasi pandemi Covid-19 juga dihantui ketidakpastian bukan karena ketidakmampuan, tetapi karena kerumitan situasi yang disebabkan pandemi.

Demi menyelamatkan banyak nyawa dan mengupayakan agar mengurangi kepanikan,pemerintah harus menggalang segala sumber daya untuk melakukan tindakan kuratif dan preventif juga membantu warga berkekurangan serta menggerakkan pihak swasta untuk solider mengatasi pandemi.

Perubahan cepat ,ketidakpastian, kompleksitas dan kebimbangan, juga dapat dilihat tatkala berbicara tentang perubahan iklim. Pemanasan global yang disebabkan oleh penggunaan energi fosil berlebihan dan deforestasi, menyebabkan tak menentunya iklim.

Musim hujan panjang disertai badai, banjir dan tanah longsor yang menimbulkan banyak kerusakan atau musim kering berkepanjangan yang memicu kelaparan dan kekeringan, sudah dialami di berbagai belahan bumi ini.

Vuca juga dapat ditelusuri tatakala berbicara tentang perang Rusia – Ukraina atau pertarungan partai politik menjelang pilpres tahun 2024. Namun sorotan utama berkaitan dengan judul tulisan ini adalah dampak dari perkembangan teknologi informasi.

Tantangan yang dihadapi dewasa ini dan masa mendatang sehubungan dengan perubahan cepat, ketidakpastian dan kompleksitas serta kebimbangan akibat pesatnya perkembangan teknologi informasi, terbilang berat.

Tak bisa disangkal betapa perkembangan teknologi informasi berdampak besar terhadap kemajuan di berbagai bidang. Namun harus diakui juga bahwa kemajuan teknologi informasi bisa membawa mudarat seperti antara lain menjamurnya hoaks, ujaran kebencian, fitnah dan berbagai penipuan online serta akses ke konten-konten negatif yang berkaitan dengan perilaku seksual bebas.

Baca juga: Opini Prof Dr Alo Liliweri: Akankah Nama WJ Lalamentik Harus Terhapus dalam Memori Kolektif Kita?

Masalah terakhir inilah yang akan dibahas dalam rangka memberikan peringatan dan menggerakan para orangtua, pendidik, tokoh tokoh agama dan pemerintah, untuk bertindak bijaksana dan terukur, serta tidak mengangap remeh masalah ini.

Kemudahan akses ke konten-konten negatif yang berkaitan perilaku seks bebas, tidak saja mengancam kelanggengan ikatan pernikahan yang ditandai dengan maraknya perselingkuhan berujung pada perceraian, tetapi juga merajalelanya perkawinan anak, seperti yang diberitakan harian Kompas,30-1-2023.

Dikatakan bahwa perkawinan anak bagaikan virus yang terus menular pada anak-anak sekolah dan merupakan tantangan besar di Indonesia.

Awal tahun 2023, masih menurut Kompas,sejumlah media memberitakan ratusan pelajar sekolah menengah pertama dan atas, di Ponorogo Jawa Timur,mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama, karena hamil di luar nikah.

Dikatakan selanjutnya, dari total pengajuan dispensasi nikah di bawah umur di seluruh Indonesia tahun 2022,ada 52.095 permohonan, 15.339 di antaranya dari Jawa Timur,Jateng 12.035, Jabar 5.778, Sulawesi Selatan 2.663, Sumatera Selatan 1.343 dan Jambi 1.012.

Adapun alasan permohonan dispensasi nikah karena hamil di luar nikah, sudah berhubungan intim, saling mencintai dan takut melanggar norma agama.

Mari kita telusuri vuca berkaitan dengan anak anak sekolah yang hamil di luar pernikahan. Perubahan cepat terjadi karena mereka pasti berhenti sekolah dan menikah, atau kalau tidak menikah harus menaggung malu dan menjadi beban orangtua.

Kalau pun menikah mereka akan menghadapi ketidakpastian seperti apakah pria bertanggung jawab menafkai isteri dan anak padahal belum berpenghasilan tetap.

Baca juga: Opini Deddy Febrianto Holo: Mendorong Keadilan Iklim di Indonesia

Konsekuensinya apakah pernikahan itu akan langgeng atau berantakan karena berbagai hal. Ketiadaan penghasilan dan matang sebelum saatnya, serta ketergantungan pada orangtua membawa kerumitan dalam hidup pernikahan, dan bisa saja menimbulkan kebimbangan, apakah meneruskan hidup berumah tangga yang penuh masalah atau memutuskan bercerai.

Sedangkan yang sudah hamil dan tak mau menikahpun harus berhenti sekolah, membebani orangtua, menghadapi masa depan yang tak pasti karena kompleksitas persoalan yang melilit yang pada gilirannya menimbulkan kebimbangan apakah hidup ini bisa cerah atau terus diliputi kegelapan.

Kalau semakin banyak anak muda yang mengalami hal ini, tentunya membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Perkawinan anak- anak sekolah memang belum terdengar beritanya di NTT, tetapi bukan berarti anak-anak sekolah yang hamil di luar nikah tidak ada.

Walaupun belum ada penelitian tentang masalah ini, tetapi harus diakui bahwa anak-anak sekolah yang hamil di luar nikah cukup banyak meski belum terdata.

Tentu tidak diharapkan menjamurnya kehamilan anak-anak sekolah di NTT karena hal itu merupakan petaka bagi masa depan rakyat dan daerah kita . Begitu pula harus diupayakan agar perselingkuhan yang berujung pada perceraian tidak berkembang tanpa kendali.

Masalahnya ada bahaya masyarakat cendrung menganggap masalah ini biasa- biasa saja, seperti halnya orang permisif terhadap korupsi.

Memang harus diakui bahwa persoalan yang berhubungan dengan seks saat ini bukan tabu lagi,tetapi tidak berarti kita membiarkan perilaku seks bebas terus terjadi dan mengancam masa depan anak-anak kita.

Baca juga: Opini Bernadus Badj: Konsep Pembangun dalam Perspektif Peter L Berger

Menyadari bahaya besar yang mengancam generasi muda, harusnya memberi peringatan kepada para orang tua, guru, rohaniwan dan pemerintah untuk bersikap dan bertindak bijaksana dan terukur di era Vuca ini.

Pendidikan agama, budi pekerti, dan perhatian serta pengawasan dari orangtua, dan para guru, sangat dibutuhkan.

Demikian juga penjelasan tentang perkawinan dan seks, perlu diberikan dengan kehati-hatian agar tidak menimbulkan perlawanan dari anak muda.

Tentu tidak mudah, tetapi bagaimanapun juga harus ada upaya yang menyentuh sehingga anak anak merasa bahwa ada kepedulian tentang masa depannya.

Tantangan berat ini perlu ditanggapi serius oleh pemerintah, mengingat anak-anak muda adalah penerus kepemimpinan pemerintahan, negara dan bangsa.

Teknologi komunikasi memang sangat dibutuhkan untuk mendukung kemajuan, tetapi peran pemerintah dibutuhkan untuk meminimalisir aspek-aspek negattif yang muncul.

Singkatnya di era Vuca ini, tantangan yang akan dihadapi bangsa dan negara di masa mendatang, akan semakin kompleks dan sulit diprediksi.

Ibarat bangsa dan negara ini akan mengarungi samudera luas yang dihadapkan pada terpaan badai dan gelombang, maka hadirnya nahkoda (baca: orangtua, pendidik, rohaniwan dan pemimpin) yang berpengalaman sangat dibutuhkan.

Nahkoda piawai, mampu memprediksi dan mengantisipasi tantangan dan hambatan, serta yang paling utama mampu membangun kekompakan semua awak kapal untuk bekerja keras dan pantang menyerah, sehingga mampu mengemudikan kapal melewati badai dan gelombang perubahan cepat, ketidakpastian, kompleksitas, dan kebimbangan mengambil keputusan dan bertindak.

Nahkoda piawai pada umumnya adalah mereka yang memiliki kearifan (wisdom), integritas (integrity), suara hati (conscience), keberanian (courage) dan kepedulian (care). (Pernulis adalah Warga Kota Kupang)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved