Opini
Covid-19 dan Model Kepengantaraan Maria Menuju Kristus Tersalib
Bagi umat Katolik, Santa Perawan Maria memiliki peran yang sentral dalam rencana Allah menyelamatkan umat manusia.
Oleh: Arnoldus Nggorong
POS-KUPANG.COM - Bagi umat Katolik, Santa Perawan Maria memiliki peran yang sentral dalam rencana Allah menyelamatkan umat manusia. Bunda Maria sekaligus juga merupakan teladan yang paripurna dalam hal kepasrahan secara total kepada kehendak Allah.
Sikap pasrah terhadap penyelenggaraan Ilahi menginspirasi Gereja untuk menjadikan Maria sebagai pola Gereja (LG art. 63).
St. Ambrosius menulis, Bunda Allah adalah pola Gereja dalam hal iman, cinta kasih dan persatuan sempurna dengan Kristus.
Pada awal milenium baru, dunia dikejutkan dengan virus SARS-CoV-2 yang kemudian akrab disebut wabah Covid-19. Virus ini menyebar begitu cepat, meluas dan masif. Bahkan sampai detik ini pun wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Sebab virus ini terus bermutasi.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan kerugian materil maupun moril yang tak dapat dihitung. Segenap umat manusia dirundung kecemasan, kegelisahan, ketakutan, dan kepanikan. Sebab bukan hanya sejumlah orang yang kehilangan pekerjaan, pendapatan, tetapi lebih dari itu jutaan nyawa pun melayang.
Berhadapan dengan kondisi tersebut kita dapat belajar pada sikap iman Maria, Perawan yang Terberkati.
Maria, Ibu Kehidupan
Bunda Maria adalah Hawa baru yang membawa Yesus, Sang Juruselamat. Jika Hawa, wanita pertama, yang mendatangkan dosa dan kematian bagi umat manusia, maka Maria adalah wanita pertama yang menghadirkan Yesus, Sang Juru Selamat, yang membawa kebangkitan dan memberi hidup baru bagi umat manusia oleh karena kerendahan hati dan ketaatannya.
Ketaatan yang bebas dari Maria, Bunda Penebus, dilukiskan dengan indah oleh St. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia.”
Sebab Sabda yang menjelma di dalam rahim Maria adalah Yesus, Putera, Pribadi kedua Allah Tritunggal. Dia adalah cahaya terang kekal sebagaimana yang digambarkan secara jelas dan terang benderang dalam peristiwa malam Paskah ketika imam berseru: “Cahaya Kristus” dan umat menjawab: “Syukur kepada Allah.”
Oleh karena itu, Konsili Suci melalui Konstitusi Dogmatis “Lumen Gentium” tentang Gereja melukiskan Maria, Bunda Penyelamat, sebagai wanita yang mendatangkan kehidupan. Maut melalui Hawa, hidup melalui Maria. (LG. art. 56).
Peran Maria
Peran Maria, Bunda Allah dan Mempelai Roh Kudus, tidak hanya sebatas menemani Puteranya dalam melaksanakan misi suci penyelamatan umat manusia selama hidupnya di dunia. Setelah diangkat ke surga dengan jiwa dan raga (LG. Art. 59), Bunda Maria yang terberkati dan penuh rahmat tetap memainkan peran penting dalam seluruh sejarah hidup umat manusia.
Partisipasi Maria dalam rencana penyelamatan Allah tampak dalam jawaban “Ya”-nya kepada Allah melalui malaikat Gabriel. Jawaban ‘Ya’ itu bukan hanya berlaku dalam periode waktu tertentu, tetapi jawaban itu tetap dan senantiasa berlaku sepanjang masa. Sebab Perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati maupun tubuhnya, memberikan hidupnya kepada dunia (LG art. 53).
Kemudian serangkaian penampakkan yang terjadi sepanjang sejarah dunia menjadi penanda peran penting Bunda Allah menyelamatkan dunia. Penampakan-penampakan itu adalah bukti autentik yang tak terbantahkan akan campur tangan Santa Perawan Tersuci dalam sejarah hidup manusia.
Maria, Bunda Penebus, dengan segala rahmat dan karunia yang diperolehnya, sangat peduli dan penuh perhatian terhadap nasib umat manusia. Sebagaimana Allah Bapa dan Puteranya Yesus menghendaki agar umat manusia diselamatkan, demikian juga Maria, Bunda Almasih, memiliki kehendak yang sama yakni keselamatan bagi umat manusia.
Pesan Damai dan Pertobatan
Maka dari itu, penampakan-penampakan yang berlangsung sepanjang sejarah dunia memberi pesan agar umat manusia yang masih berziarah di dunia ini diselamatkan. Melalui serangkaian penampakan itu pula Bunda Maria meminta kepada umat manusia agar memohon damai kepada Puteranya, Yesus, Sang Raja damai, dan perubahan hidup.
Perubahan hidup mengandaikan adanya kesadaran untuk meninggalkan sikap dan perilaku yang mengandung kejahatan, baik yang masih dalam pikiran dan hati maupun yang sudah terucap dalam kata dan menjadi tampak dalam tindakan dan perbuatan.
Perubahan hidup ini disebut pertobatan. Bertobat artinya mengubah hati, berganti haluan hidup. Pertobatan adalah metode untuk memperoleh keselamatan. Damai dan pertobatan adalah pesan utama dari penampakan-penampakan Bunda Maria.
Pesan damai dan pertobatan tampak dengan jelas dalam penampakan Bunda Maria di Fatima, Portugal kepada tiga gembala kecil dan bersahaja yaitu Lucia, Yasinta, dan Franscesco. Penampakan itu terjadi sepanjang tahun 1917 yang didahului oleh tiga penampakan malaikat perdamaian.
Persis pada waktu itu sedang bergejolak Perang Dunia Pertama. Pada saat yang bersamaan pula, manusia sangat mengagung-agungkan rasionalisme. Dengan kemampuan akal budinya, manusia merasa mampu melakukan segala sesuatu yang tampak dalam penemuan-penemuan teknologi baru sehingga tidak lagi membutuhkan campur tangan Tuhan dalam hidupnya.
Bunda Maria, melalui penampakan-penampakan itu, meminta kepada tiga anak kecil itu agar umat manusia tekun berdoa Rosario memohon perdamaian dunia dan bertobat. Sekaligus Bunda Maria mengingatkan, jika manusia tidak bertobat dan tidak mengindahkan Tuhan, maka perang yang lebih besar akan terjadi dan itu terbukti dengan pecahnya Perang Dunia Kedua.
Tanda yang mendahului perang dahsyat tersebut adalah munculnya aurora borealis yang menerangi langit malam Eropa dan sebagian Amerika selama hampir lima jam.
Beberapa Contoh
Beberapa contoh akan dipaparkan di sini yang menunjukkan kepedulian dan kepekaan yang nyata Bunda Maria terhadap nasib umat manusia. Campur tangan Bunda Maria, Ratu Damai, dalam kehidupan umat manusia adalah kepedulian yang tulus dan autentik, bukan rekayasa untuk mendapat simpati.
Sebab Puteranya, Yesus, telah mempercayakan kita, umat manusia, kepada Bunda Maria ketika Yesus berada di atas salib, “Inilah anakmu!” (Yoh. 19:26).
Kita pun sebagai anaknya boleh memanggil Maria, Pengantara Rahmat, dengan sebutan ‘Ibu’ sebagaimana kata-kata Yesus, saat sedang dipaku di palang penghinaan, kepada murid yang dikasihi-Nya, Yohanes, “Inilah ibumu!” (Yoh. 19:27).
Dalam Kitab Suci, Maria, Bunda Sang Sabda yang menjelma, menyatakan kepeduliannya kepada saudaranya Elisabet, yang di masa tuanya, sedang mengandung. Kunjungan Bunda Maria yang penuh rahmat itu terasa melegakan dan membawa kegembiraan bagi Elisabet dan anak yang berada dalam rahimnya melonjak kegirangan (Bdk Luk. 1:44).
Kegembiraan Elisabet tampak dalam seruannya, “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk. 1:42-43).
Elisabet merasa dikuatkan dan diteguhkan dengan kunjungan Maria, Bunda Tuhan, di kala dia dirundung perasaan malu karena telah dianggap mandul.
Dalam pesta perkawinan di Kana pun, Maria hadir membawa harapan ketika para pelayan mulai merasa cemas karena anggur yang disediakan untuk perjamuan kawin itu hampir habis. Lagi-lagi Maria, Bunda yang berbelaskasih, menunjukkan kepeduliaannya dengan tanpa keraguan sedikit pun datang kepada Yesus dan berkata, “Mereka kehabisan anggur” (Yoh. 2: 3).
Meski belum tiba saatnya bagi Yesus, tetapi Bunda Maria dengan imannya yang teguh mengatakan kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh. 2:5). Di sini tampak jelas bahwa Maria, Bunda Yesus, menjadi tanda harapan yang pasti dan penghiburan bagi umat Tuhan.
Dalam buku “Pesan Fatima Untuk Kita Saat Ini” karangan Fr, Andrew Apostoll,C.F.R dikisahkan campur tangan Bunda Maria dalam peristiwa hidup umat manusia.
Pertama, Austria (1955). Setelah Perang Dunia II, ketika Rusia sudah menguasai sebagian besar wilayah Austria dan berencana menduduki seluruh negeri itu, Pastor Petrus Pavlicek berdoa kepada Perawan Tersuci, memohon bantuannya menyelamatkan negerinya dari penguasaan Komunis.
Terinspirasi untuk mengampanyekan gerakan doa secara nasional, ia membentuk kelompok-kelompok supaya berdoa Rosario dan berpuasa dengan intensi yang sama.
Ketika situasi kelihatan tanpa harapan, tiba-tiba, secara ajaib, kaum Komunis membatalkan pendudukan atas negeri itu dan menarik pasukannya keluar dari Austria dengan tanpa sebutir peluru pun ditembakkan.
Kedua, Bencana Nedelin (24 Oktober 1960). Uni Soviet membuat sebuah misil balistik antar benua yang dinamakan R-16. Kekuatannya jauh lebih besar dari misil yang dimiliki Amerika dan mampu membawa peluru kendali yang lebih mematikan.
Ketika Presiden Rusia Nikita Khrushchev berpidato di PBB pada 12 Oktober 1960, seorang delegasi Filipina menuduh Rusia sebagai kolonial.
Balasannya, Khrushchev menanggalkan sepatu dan dengan sangat marah menghantamnya ke podium, seraya mengancam Negara-negara kapitalis, “Kami akan mengubur kalian semua.”
Menurut jadwal, uji coba akhir R-16 dilakukan pada 24 Oktober. Hal itu dianggap Khrushchev dapat berhasil mengintimidasi musuh-musuh Rusia.
Sebelum Khrushchev berpidato di PBB, Uskup Joao Pereira Venacio dari Keuskupan Leiria telah mengirim surat kepada semua uskup di seluruh dunia, meminta mereka berdoa dan melakukan silih atas penghinaan terhadap Hati Yesus dan Maria dan bagi pertobatan Rusia.
Dua belas hari kemudian, ketika orang Soviet akan mengadakan ujicoba terkahir R-16, banyak perwira tinggi militer, para ilmuwan dan politisi berkumpul untuk menyaksikan peristiwa ini. Akan tetapi ada suatu kesalahan yang terjadi dan roket tidak berhasil meluncur. Setelah para teknisi menunggu selama dua puluh menit di bungker, Nedelin memerintahkan untuk mendekati roket.
Ketika lebih dari seratus orang sedang memperbaiki roket, salah seorang secara tidak sengaja menghidupkan mesin misil. Serentak dengan itu terjadilah sebuah ledakan dahsyat yang membunuh lebih dari seratus orang, sebagian besar para insinyur dan perwira militer.
Peristiwa itu dirahasiakan media Soviet, bahkan direkayasa berita palsu bahwa Marshal Nedelin yang tewas dalam kejadian itu, mati dalam suatu kecelakaan pesawat.
Berdasarkan beberapa kisah di atas, dapatlah dikatakan bahwa Maria, Bunda Berbelaskasih, sangat memperhatikan nasib umat manusia. Maria, Bunda penuh rahmat, senantiasa campur tangan dalam seluruh peristiwa hidup umat manusia.
Permintaan Maria, Bunda Terberkati, yang selalu diulang-ulang terutama dalam penampakan di Fatima adalah bertobatlah dan berdoa Rosario.
Permintaan ini paralel dengan Sabda Kitab Suci, “Bertobatlah, kerajaan Allah sudah dekat” (Mat. 3:2; 4:17). Permintaan ini juga dapat disejajarkan dengan seruan ketika kita menerima abu sebagai tanda pertobatan pada Hari Rabu Abu, saat dimulainya masa puasa, yakni “Bertobatlah dan percayalah kepada injil.”
Pengalaman peristiwa Perang Dunia Pertama dan Kedua serta penyebaran Covid-19 yang berdampak masif menunjukkan dengan terang dan jelas bahwa manusia tidak bisa mengandalkan dirinya semata. Mengandalkan kemampuan manusia semata-mata hanya membawa frustrasi. Sebab manusia sebagai individu yang konkret memiliki kelemahan dan keterbatasan.
Pengalaman akan berbagai macam bencana yang menyebabkan duka nestapa di luar batas kemampuan manusiawi itu oleh filsuf Karl Jasper menyebutnya sebagai grens situation atau situasi batas.
Keterbatasan sebagai makhluk yang diciptakan mengarahkan manusia kepada sesuatu yang tidak terbatas. Sesuatu yang tidak terbatas itu dirumuskan dalam bahasa universal sebagai “Yang Tak Terjangkau, Yang Tak Terlihat, Yang Kudus, Yang Suci”. Dalam bahasa kaum beragama disebut Allah.
Di samping itu, kisah-kisah yang telah digambarkan di atas juga hendak mengatakan bahwa Allah, asal dan sumber segala ciptaan, adalah tempat berpaling terakhir umat manusia di kala mengalami ‘situasi batas’.
Allah, yang kerahimanNya tak terbatas dan harta belas kasihNya tak pernah habis, menjadi tumpuan harapan umat manusia. Dengan rumusan yang sederhana, Allah adalah andalan.
Menurut iman Katolik, dikenal pelbagai macam devosi untuk meminta campur tangan Allah dalam setiap peristiwa hidup manusia. Di sini bisa disebut beberapa di antaranya yaitu devosi kepada Allah Tritunggal Mahakudus, Hati Yesus Yang Mahakudus, Kerahiman Ilahi, Bunda Maria, dan masih banyak lagi.
Umat katolik dapat memilih dan memanfaatkan devosi-devosi yang ada untuk berdoa kepada Allah yang cocok dan pas dengan caranya masing-masing.
Tanggal 1 Januari, Gereja Katolik mendedikasikannya untuk Hari Perdamaian Sedunia. Selain itu pada tanggal yang sama pula Gereja Katolik merayakan Pesta Maria, Bunda Allah.
Kedua perayaan penting ini hendak menegaskan pertalian yang erat. Dunia yang sedang merasakan dan mengalami kegelisahan, kecemasan, ketakutan dan kepanikan membutuhkan damai. Gereja mempersembahkan dunia kepada perlindungan Maria, Bunda Allah demi memohon perdamaian.

Seturut permintaan Bunda Maria, setiap umat Katolik boleh berdoa Rosario. Doa Rosario dapat dijalankan oleh setiap umat dan keluarga katolik di rumahnya masing-masing. Sebab Gereja adalah persekutuan umat beriman.
Dengan berdoa Rosario secara bersama-sama menjadi semakin nyata Gereja sebagai sebuah communio. Bunda Berbelas kasih senantiasa memenuhi setiap permintaan anaknya yang dengan tekun berdoa Rosario.
Sebab Bunda Maria sendiri pernah berkata kepada Lucia dalam penampakannya, “Hatiku yang tak bernoda akan menjadi tempat pelarian dan jalan yang menuntunmu kepada Tuhan.”
Lebih lanjut Bunda Maria juga mengatakan, “Hatiku yang tak bernoda akan menang.”
Doa dan novena ini tidak bermaksud mengurangi usaha manusia, akan tetapi justru semakin menguatkan dan meneguhkannya. Sebab Allah sendiri menghendaki proaktif dari pihak manusia dalam karya penyelematanNya. “Iman tanpa perbuatan adalah mati” (Yak. 2:26).
Keajaiban Tuhan tidak pernah mengecewakan umat manusia. “Sebab bagi Tuhan tidak ada yang mustahil” (Luk. 1:37) dan mukjizat itu nyata.
Dalam harapan dan keyakinan iman akan Tuhan, badai Covid-19 akan berlalu.
Maka dari itu, bersama umat beriman perdana, kita berdoa kepada Bunda Allah, Penuh Rahmat dan Berbelas Kasih, “Di bawah perlindunganmu, ya Santa Bunda Allah, kami berlari; janganlah kiranya menolak permohonan kami; tetapi bebaskanlah kami senantiasa dari segala bahaya, oh Perawan yang mulia dan terberkati.” (*)
Arnoldus Nggorong adalah pegiat sosial, alumnus STFK Ledalero
Ikuti berita Pos-Kupang.com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.