Sidang Ferdy Sambo
JPU Beberkan Perselingkuhan Putri Candrawathi dan Brigadir J di Magelang
JPU menyimpulkan tidak ada pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J kepada Putri Candrawathi
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyimpulkan tidak ada pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kepada Putri Candrawathi di rumah Magelang, Jawa Tengah pada 7 Juli 2022.
Adapun, JPU menyebut bahwa peristiwa yang terjadi adalah perselingkuhan antara Putri Candrawathi dan Brigadir J.
Hal tersebut diungkap oleh JPU saat membacakan tuntutan atas terdakwa Kuat Maruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ( PN Jaksel ), Senin (16/1/2023).
JPU menyatakan bahwa kesimpulan itu diperkuat setelah memeriksa sejumlah saksi ahli maupun Putri Candrawathi sebagai terdakwa. Atas pemeriksaan itu, JPU pun menganalisa tidak adanya pelecehan seksual di Magelang.
“Fakta hukum, bahwa benar pada Kamis 7 Juli 2022 sekira sore hari di rumah Ferdy Sambo di Magelang, terjadi perselingkuhan antara korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dengan Putri Candrawathi,” kata JPU.
Tak hanya itu, JPU pun menyatakan tidak adanya pelecehan seksual, hal itu pun didukung fakta persidangan Putri Candrawathi tidak mandi atau tidak mengganti pakaian seusai insiden pelecehan seksual di Magelang.
JPU juga menyebut, Putri Candrawathi tak melakukan pemeriksaan kesehatan usai dugaan pelecehan tersebut. Padahal, menurut JPU, Putri Candrawathi yang berprofesi sebagai seorang dokter semestinya tau apa yanh harus dilakukan dalam kondisi tersebut.
Baca juga: Sidang Ferdy Sambo, Tangis Putri Candrawathi Terdengar Sampai ke Luar Kamar
"Dikaitkan dengan keterangan Putri, Putri tidak mandi atau tidak ganti pakaian setelah kejadian pelecehan seksual, padahal adanya saksi Susi yang merupakan pembantu perempuannya," terang jaksa.
"Saksi PC juga sama sekali tidak memeriksakan diri usai pelecehan seksual padahal saksi PC merupakan dokter yang sangat peduli kesehatan dan kebersihan," sambungnya.
Tak hanya itu, JPU menuturkan pertimbangan tak adanya pelecehan seksual tersebut lantaran Putri Candrawathi masih sempat berbicara dengan Brigadir Yoshua seusai insiden pelecehan seksual.
Sebaliknya, disebut JPU, Ferdy Sambo juga tidak meminta istrinya untuk visum seusai insiden pelecehan seksual tersebut.
Padahal, Sambo merupakan penyidik yang telah berpengalaman di Korps Bhayangkara itu.
"Adanya inisiatif saksi putri untuk bicara dengan korban 10-15 menit dalam kamar tertutup setelah dugaan pelecehan, tidak ada saksi Sambo meminta visum padahal Sambo sudah pengalaman puluhan tahun sebagai penyidik," jelasnya.
Lebih lanjut, JPU juga mencurigai tidak adanya pelecehan seksual lantaran Sambo membiarkan Putri Candrawathi masih berada satu mobil dengan Yoshua dari rumah Jalan Saguling menuju ke rumah Kompleks Polri Duren Tiga.
"Tindakan Sambo yang membiarkan saksi PC dan korban dalam rombongan dan satu mobil yang sama untuk isoman di Duren Tiga," jelas JPU.
Baca juga: Putri Candrawathi Hapus Sidik Jari Ferdy Sambo di Barang Milik Brigadir J
Atas kesimpulan Jaksa itu, Tim kuasa hukum Putri Candrawathi angkat bicara. Pihaknya membantah kesimpulan jaksa yang menyebut kalau telah terjadi perselingkuhan antara kliennya dengan Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Bahkan, kata kuasa hukum Putri Candrawathi Arman Hanis, pihaknya bakal menyampaikan bukti kalau kesimpulan jaksa tersebut tidak berdasar.
Bukti tersebut bakal disampaikan tim kuasa hukum bersamaan dengan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan mendatang.
"Sesuai KUHAP, kami akan tuangkan argumentasi dan bukti secara lengkap dalam nota pembelaan/pleidoi," kata Arman dalam keterangan tertulis, Senin (16/1).
Arman memastikan, bukti yang akan disampaikan pihaknya melalui nota pembelaan itu didasari pada fakta persidangan bukan hanya asumsi.
Sebab, mereka menilai, kesimpulan yang disampaikan jaksa yang tertuang dalam analisa fakta dalam amar tuntutan terdakwa Kuat Ma'ruf hanyalah asumsi belaka dan bertentangan dengan fakta sidang.
"Kami pastikan pembelaan untuk klien kami adalah pembelaan yang objektif dan berdasarkan fakta-fakta persidangan, bukan pemaksaan asumsi dan kronologis yang tidak logis seperti yang disajikan JPU," tutur Arman.
Arman juga menilai, bahwa kesimpulan tersebut hanya merupakan asumsi dari jaksa penuntut umum.
"Sejumlah bagian dari Tuntutan benar-benar bertentangan dengan bukti yang muncul di persidangan. Salah satu diantaranya adalah Tuduhan perselingkuhan di tanggal 7 Juli 2022," kata Arman.
Baca juga: Samuel Hutabarat Puas, Akhirnya Bisa Melihat Langsung Wajah Putri Candrawathi
Lebih lanjut kata Arman, kesimpulan yang disampaikan oleh jaksa dalam amar tuntutan Kuat Ma'ruf itu cacat hukum. Sebab menurut Arman, kesimpulan tersebut hanya berdasar pada hasil poligraf dan bertentangan dengan alat bukti.
"Hal ini hanya didasarkan pada hasil Poligraf yang cacat hukum dan bertentangan dengan dua Alat Bukti yang dihadirkan oleh JPU," kata Arman.
Di mana salah satu bukti yang dimaksud yakni pernyataan ahli Reni Kusumowardhani, M.Psi dan Hasil Pemeriksaan Psikologi Forensik Hasil pemeriksaan Nomor: 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022.
"Hasil pemeriksaan Psikologi Forensik tersebut yang ditegaskan ahli justru mengatakan bahwa keterangan Bu Putri tentang adanya kekerasan seksual layak dipercaya atau bersesuaian dengan 7 indikator keterangan yang kredibel," kata dia.
Oleh karenanya, Arman merasa heran terhadap kesimpulan jaksa yang disampaikan itu. Dirinya bahkan menilai kalau kesimpulan yang disampaikan jaksa dikhawatirkan dapat menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Asumsi yang dibangun dalam Tuntutan tersebut dapat jadi preseden buruk ke depan terhadap korban Kekerasan seksual. Kami memandang, asumsi yang bertentangan dengan bukti tersebut membuat korban menjadi korban berulang kali, double victimization," tegas Arman. (tribun network/yuda)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.