Berita Nasional

Presiden Joko Widodo Sangat Menyesalkan Pelanggaran HAM di Masa Lalu

Lebih dari 500.000 orang diperkirakan tewas dalam kekerasan sejak pertengahan 1960-an setelah Jenderal Soeharto merebut kekuasaan.

Editor: Agustinus Sape
YOUTUBE/SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan pers usai menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu 11 Januar 2023. Jokowi menyesalkan terjadinya berbagai pelanggaran HAM berat di masa lalu. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Presiden Indonesia Joko Widodo telah menyatakan penyesalan atas “ pelanggaran berat hak asasi manusia” yang terjadi di masa lalu negaranya, termasuk pembersihan kekerasan anti-Komunis pada 1960-an dan hilangnya pengunjuk rasa mahasiswa pada akhir 1990-an.

Lebih dari setengah juta orang tewas di seluruh Indonesia dalam kekerasan yang dimulai pada pertengahan 1960-an ketika Jenderal Soeharto dan militer merebut kekuasaan menyusul kudeta Komunis yang gagal.

Satu juta atau lebih orang dipenjara, dicurigai sebagai komunis, selama episode berdarah dalam sejarah Indonesia, yang mengantarkan pemerintahan diktator Soeharto selama puluhan tahun.

 

“Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, saya sebagai pemimpin negara ini mengakui bahwa pelanggaran HAM berat telah terjadi dalam beberapa peristiwa dan saya sangat menyayangkan hal itu terjadi,” kata Widodo dalam pidato di istana negara di ibu kota. Jakarta pada hari Rabu 11 Januari 2023.

Presiden, yang akrab disapa Jokowi, menyebutkan 11 peristiwa lain, yang berlangsung antara tahun 1965 dan 2003 – sebelum masa jabatannya sebagai pemimpin – termasuk penembakan hingga tewas dan penculikan mahasiswa selama protes tahun 1998 yang menjatuhkan Soeharto.

“Saya bersimpati dan empati kepada para korban dan keluarganya,” kata Widodo.

Dia mengatakan pemerintah berusaha untuk "merehabilitasi" hak-hak korban "tanpa meniadakan resolusi yudisial", meskipun dia tidak merinci bagaimana hal itu akan dicapai.

Pelajar yang memimpin protes pada tahun 1998 diculik dan dihilangkan dan banyak juga korban di antara komunitas etnis Tionghoa, minoritas di Indonesia, yang dibenci karena dianggap kaya.

Widodo juga mengakui pelanggaran hak asasi di provinsi paling timur Papua yang bergolak di Indonesia, termasuk operasi tentara dan polisi tahun 2003 yang menyebabkan puluhan warga sipil tewas dan di mana petugas dituduh melakukan pembunuhan, penyiksaan dan penculikan.

Papua telah menjadi tempat pemberontakan puluhan tahun yang bertujuan untuk memperoleh kemerdekaan dari Indonesia, yang menguasai bekas jajahan Belanda pada 1960-an.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan ungkapan penyesalan Widodo, seperti beberapa pemimpin Indonesia sebelumnya, tidak cukup jauh karena pengakuan dan ungkapan penyesalan tidak cukup tanpa kejahatan diselesaikan secara hukum di pengadilan dan pelaku diadili.

Almarhum Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid juga telah meminta maaf atas pertumpahan darah tahun 1960-an, sementara Presiden B.J. Habibie membentuk tim untuk menyelidiki kekerasan tahun 1998.

Aktivis hak asasi juga mencatat bahwa kasus-kasus telah dibuang oleh Kejaksaan Agung, yang bertugas menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia.

“Pengakuan saja tidak cukup. Seharusnya tidak hanya penyesalan, tapi juga permintaan maaf,” kata Usman Hamid, direktur Amnesty International Indonesia kepada Agence France-Presse (AFP).

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved