NTT Memilih

Golkar NTT Sebut Sistem Pemilu Tertutup Potensi Menguatnya Oligarki

DPD Partai Golkar NTT menyebut sistem pemilu proposional tertutup atau hanya memilih partai politik (parpol), berpotensi menguatnya oligarki

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
PEMILU - Contoh surat suara dalam Pemilu yang sedang diperlihatkan oleh perugas. Sekretaris DPD Golkar NTT Inche Sayuna menilai sistem Pemilu Tertutup berpotensi menguatnya oligarki. 

Walaupun banyak masalah terkait dengan biaya politik yang mahal, personalisasi caleg dalam kampanye ketimbang partai dan berbagai kelemahan yang dilekatkan pada sistem tersebut, tetapi sampai saat ini sistem proporsional terbuka masih yang terbaik. 

Dia berkata, sistem terbuka memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, karena pemilih bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung, sehingga pemilih dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya.

Baca juga: Turnamen Golkar Cup 1 di TTU Ricuh, Askab PSSI Segera Lakukan Rapat Bersama Panitia Penyelenggara

Ia tidak menampik bahwa wacana tentang perubahan sistem pemilu ini sedang ramai dibicarakan.

Hal itu bermula dari gugatan uji materi terhadap Pasal 168 Ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dimohonkan sejumlah warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Para pemohon meminta agar MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional, sehingga sistem pemilu di Indonesia dapat diganti dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

"Menurut saya, pilihan terhadap dua sistem pemilu itu masing masing ada plus dan minusnya. Ada keunggulan dan kelemahannya," katanya. 

Indonesia sudah pernah mempraktekan  kedua sistem tersebut dalam pemilu sebelumnya. Pemilih, kata dia, sudah memahami baik dan buruknya kedua sistem tersebut.

Baca juga: Pemilu 2024, Golkar Kota Kupang Targetkan Delapan Kursi

Sistem proporsional terbuka memiliki beberapa kelebihan, antara lain terbangunnya kedekatan antara pemilih dan kandidat.

Selanjutnya, pemilih dapat memberikan suara secara langsung kepada kandidat yang dikehendakinya, serta partisipasi dan kontrol publik yang meningkat sehingga mendorong peningkatan kinerja partai dan parlemen. 

"Namun, sistem proporsional terbuka juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain berpotensi mereduksi peran parpol, terciptanya kontestasi antarkandidat di internal partai, dan membuka ruang politik uang serta yg paling santer dikeluhkan adalah cost politiknya juga sangat tinggi," lanjut dia. (fan)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Pemilu 2024 lainnya

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved