Berita Nasional

AKBP Bambang Kayun Terima Gratifikasi Rp 56 Miliar, Tersangka dan Ditahan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan AKBP Bambang Kayun Bagus PS selama 20 hari hingga 22 Januari 2023.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bankum Divisi Hukum Polri pada Mabes Polri, AKBP Bambang Kayun memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Berikut perjalanan kasus AKBP Bambang Kayun, tersangka kasus dugaan korupsi, suap dan gratifikasi yang kini ditahan selama 20 hari di rutan KPK. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan AKBP Bambang Kayun Bagus PS selama 20 hari hingga 22 Januari 2023.

Ia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM). Penahanan dilakukan usai Bambang Kayun menjalani pemeriksaan sebagai tersangka pada Selasa 3 Januari 2022.

"Untuk kepentingan dan kebutuhan proses penyidikan, maka yang bersangkutan tersangka BK [ Bambang Kayun ] dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai 3 Januari sampai dengan 22 Januari 2023 di Rumah Tahanan Negara KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa 3 Januari.

Bambang Kayun diduga menerima suap sejumlah Rp 6 miliar dan mobil mewah berupa Toyota Fortuner, serta gratifikasi sejumlah Rp 50 miliar. Uang suap diterima beberapa tahap.

Pertama, Bambang Kayun menerima uang Rp5 miliar pada Oktober 2016. Toyota Fortuner kemudian diterima Bambang pada Desember 2016.

Baca juga: Mendag Lutfi Tanggapi Gratifikasi Izin Ekspor Minyak Goreng Salah Satu Bawahannya

Pada April 2021, kemudian Bambang Kayun kembali menerima Rp1 miliar. Adapun penyuap Bambang Kayun berinisial ES dan HW disebut sedang berada di luar negeri dan masuk daftar buron.

Dalam konstruksi perkara, disebutkan kasus yang menjerat Bambang Kayun bermula dari adanya pelaporan ke Bareksrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia dengan pihak terlapor, Emilya Said dan Herwansyah.

Atas pelaporan tersebut, Emilya dan Herwansyah melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan Bambang Kayun yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri untuk berkonsultasi.

"Sebagai tindak lanjutnya, sekitar bulan Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES (Emilya Said) dan HW (Herwansyah) dengan tersangka BK," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa 3 Januari 2022.

Dari kasus yang disampaikan Emilya dan Herwansyah ini, Bambang kemudian diduga menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.

Baca juga: Dugaan Gratifikasi, Dua Anggota DPRD Flotim Diperiksa Polisi

Bambang lalu memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

Menindaklanjuti permohonan dimaksud, Bambang lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri.

Sekira Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama Emilya Said dan Herwansyah di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan Kayun kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.

"Dalam perjalanan kasusnya, ES dan HW lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Polri," ucap Firli.

Terkait penetapan status tersangka ini, atas saran lanjutan dari Bambang maka Emilya dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dengan saran tersebut, Bambang menerima uang sekira Rp 5 miliar dari Emilya dan Herwansyah dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaan Bambang.

Selama proses pengajuan praperadilan, diduga Bambang membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan, sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.

Baca juga: Kasatgas Gratifikasi KPK RI Sambangi Kantor Bupati Timor Tengah Utara

"Tersangka BK, sekitar bulan Desember 2016 juga diduga menerima 1 unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK," ungkap Firli.

Sekira bulan April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.

Diduga Bambang kembali menerima uang hingga berjumlah Rp 1 miliar dari Emilya dan Herwansyah untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya Emilya dan Herwansyah melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri.

Selain itu, Bambang menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekira Rp 50 miliar. "Tim penyidik KPK terus mengembangkan lebih lanjut informasi dan data terkait dengan perkara ini," kata Firli.

Dalam proses penyidikan berjalan, KPK sudah memeriksa sejumlah saksi. Satu di antaranya ialah pihak swasta bernama Yayanti yang sempat dijemput paksa KPK beberapa waktu lalu.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Bambang yang merupakan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bankum Divisi Hukum Polri periode 2013-2019 itu telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan, terhitung mulai 04 November 2022 sampai dengan 04 Mei 2023.

Bambang sempat melakukan perlawanan setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Dia mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Namun usaha itu kandas. PN Jakarta Selatan memenangkan KPK.

Atas perbuatannya, AKBP Bambang Kayun disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (tribun network/ham/dod)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved