Berita Kota Kupang

Catatan Akhir Tahun 2022 LBH APIK NTT, Semua Berpotensi Jadi Korban atau Pelaku

egulasi adalah bukti bahwa negara sudah ada bersama masyarakat, memberikan akses untuk mendapatkan keadilan

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ROSALIA ANDRELA NAGO
FOTO BERSAMA - Foto bersama usai kegiatan Catatan Akhir Tahun 2022 yang diadakan oleh LBH APIK NTT di OCD Cafe, Rabu, 21 Desember 2022. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Rosalia Andrea Nago 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Direktris Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, Ansy Damaris Rihi Dara, SH,  mengatakan, semua orang berpotensi jadi korban dan pelaku

Direktris Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, Ansy Damaris Rihi Dara, SH., menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan catatan akhir tahun 2022 di OCD Cafe, Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Rabu, 21 Desember 2022.

Mengusung tema "Jangan jadikan NTT sebagai Provinsi yang melanggengkan kekerasan seksual" LBH APIK NTT memaparkan presentasi kasus berdasarkan riset pemberitaan di Media Massa. Media massa yang dijadikan riset adalah Pos Kupang dan Victory News.

Baca juga: Natal 2022, Inisiatif Pemuda Kelurahan Pasir Panjang Kota Kupang Pasang Pohon Natal

"LBH APIK  bekerja dengan prinsip hukum gender struktural, yang menyasar pada sistem hukum. Dalam konteks sistem hukum ada 3 hal utama yang harus dipahami yakni sistem, struktur, dan kultur," ujar Ansy. 

Lebih lanjut Ansy menjelaskan bahwa regulasi adalah bukti bahwa negara sudah ada bersama masyarakat, memberikan akses untuk mendapatkan keadilan. Namun demikian, regulasi yang ada masih dibutuhkan dalam konteks yang lebih teknis.

"Saya dan siapapun berpotensi menjadi korban atau pelaku. Karena itu kita perlu memastikan bahwa regulasi itu tidak hanya diatas kertas, tetapi juga di lingkungan paling kecil kita. Saya berharap di NTT kita punya ruang yang aman. Mulai dari keluarga hingga tempat kerja," kata Ansy.

Struktur, demikian Ansy menjelaskan bahwa tidak semua aparat mengerti tentang perspektif korban. Sehingga perlu kerja keras untuk menyamakan persepsi.

Sedangkan kultur, menurut Ansy NTT seringkali tidak punya kultur untuk melindungi korban seringkali dalam keluarga dituding sebagai pembawa aib sehingga anak yang jadi korban kekerasan takut untuk melapor.

Baca juga: Kegiatan HUT BRI Ke-127  di Kelapa Lima Kota Kupang Berlangsung Meriah dan Seru

Demikian Ansy menegaskan kembali bahwa hukum bukan merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan kasus kekerasan berbasis gender, melainkan semua bidang harus bergerak bersama.

"Kami berterima kasih kepada media yang telah mengikuti perjalanan kami dan mendukung kami. Kami juga mengajak para stakeholder kita bersama bergandeng tangan untuk menyelesaikan setiap kasus kekerasan berbasis gender.," tegas Ansi.

Berdasarkan hasil riset sejak Januari - pertengahan Desember 2022, jumlah kasus yang ditangani oleh LBH APIK NTT sebanyak 118 kasus.

Kasus yang dihitung ini adalah kasus tanpa melibatkan pengacara lain. Kasus yang paling dominan adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Secara persentase, kasus KDRT sebanyak 33 persen, pemerkosaan sebanyak 16 % korban didominasi oleh anak dan perempuan, percabulan sebanyak 7 % , ingkar janji menikah sebanyak 7 % , dan cerai sebanyak 10 % . 

Baca juga: Kota Kupang Miliki 5.497 Anak Stunting, K2S Kota Kupang Siap Jadi Orangtua Asuh

Pendiri dan pengurus LBH APIK NTT pun angkat bicara. Ester Ahaswasty Day, SH mengatakan bahwa alur pelaporan melalui mekanisme yang sudah diatur. "Kami punya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah diatur mulai dari pelaporan hingga diproses secara hukum," kata Ester.

Selain itu Anna Djukana, SH., MH memberikan apresiasi karena konsisten membuat catatan akhir tahun.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved