Opini

Opini: Merawat Persaudaraan Sejati

Natal merupakan peristiwa inkarnatoris. Allah menjadi manusia dan tinggal di tengah suka duka kehidupan manusia.

Editor: Alfons Nedabang
AFP
ILUSTRASI - Warga berpose di depan pohon Natal raksasa di Manger Square yang hampir kosong di luar Church of the Nativity, di kota Betlehem, Tepi Barat, Palestina, Rabu (15/12/2021). Umat Kristiani mulai mempersiapkan diri menyambut perayaan Natal 25 Desember 2022. 

Oleh: Albertus Muda, S.Ag

( Guru Honorer SMA Negeri 2 Lewoleba-Kabupaten Lembata)

POS-KUPANG.COM - Natal bukan semata-mata sebuah peristiwa historis belaka. Lebih dari itu, Natal merupakan peristiwa inkarnatoris. Allah menjadi manusia dan tinggal di tengah suka duka kehidupan manusia.

Allah yang transenden, tak terindrai, rela menjadi manusia, mendatangi manusia, tinggal di antara manusia dan mengalami suka duka hidup manusia sepanjang sejarahnya.

Natal menghadirkan kepedulian Allah yang mulia atas kehidupan manusia yang rapuh dan berdosa. Kepedulian itu membuka jalan bagi terjalinnya komunikasi rangkap empat yakni pemulihan relasi antara manusia dengan diri sendiri, dengan sesamanya, dengan alam semesta dan dengan Allah, agar relasi itu terjalin sesuai yang dikehendaki Allah. Allah datang menyapa semua orang dan seluruh ciptaan dalam konteksnya masing-masing.

Dalam kepercayaan Kristiani, Allah datang menyapa semua orang tanpa membedakan asal-usul atau pun agama beserta ideologi yang dianut setiap orang.

Allah pun tidak berpihak pada salah satu agama tertentu dan mendiskreditkan agama atau aliran kepercayaan yang lain. Allah hadir untuk semua, di dalam semua dan melalui semua agama dan aliran kepercayaan yang ada.

Baca juga: Opini: Sungguhkah Kampus Harus Steril dari Politik

Allah datang untuk menyapa semua orang tanpa kecuali. Allah bukan hanya hadir untuk orang-orang tertentu seperti kaum elit atau pejabat atau yang memiliki strata sosial terhormat di tengah masyarakat.

Allah justru hadir dan menjumpai para gembala yang adalah simbol masyarakat kebanyakan. Gembala sebagai simbol masyarakat kecil, lemah, miskin dan tidak diperhitungkan di tengah masyarakat.

Orang-orang kecil menjadi sasaran perjumpaan karena mereka terbuka menerima warta damai yang ditawarkan Allah dengan sikap polos dan rendah hati dalam diri Yesus. Mereka menjadi target yang Ilahi. Mengapa? Karena mereka benar-benar mengandalkan dan bergantung sepenuhnya pada Allah.

Salah satu pesan damai sesuai konteks kita saat ini adalah merawat persaudaraan sejati. Bukan menjaga gengsi, menciptakan blok atau mengampanyekan kekerasan yang menghidupkan bara permusuhan.

Pesan Natal tahun ini, secara tersirat mengungkapkan bahwa antara manusia dan kehidupan yang melingkupinya, belum tercipta harmoni.

Umat manusia belum membudayakan sikap saling menghargai yang memandang satu sama lain sederajat dan semartabat sebagai ciptaan. Masih ada kelompok tertentu yang memiliki konsep berpikir yang mengkotak-kotakan.

Baca juga: Opini: Ambiguitas Indikator Ekonomi NTT

Masih ada yang menganggap diri superior dan yang lain inferior. Ada yang merasa diri atau kelompoknya paling benar sedangkan yang lainnya salah atau sesat.

Ada kecenderungan menjerumuskan diri dalam dosa eksklusivisme. Dosa yang memandang diri atau kelompok paling benar sedangkan kelompok yang lain salah atau sesat.

Kenyataan di atas, memang pernah terjadi di zaman Yesus. Akan tetapi, dikotomi antara Yahudi dan non Yahudi telah dipatahkan oleh Yesus. Semua tanpa terkecuali adalah saudara karena baik Yahudi maupun non Yahudi berasal dari asal yang sama.

Spirit persaudaraan sejati tercermin dari sikap menepis perbedaan, meruntuhkan tembok eksklusivisme sekaligus membuka diri terhadap segala perbedaan yang sejak semula dianugerahkan oleh Sang Pencipta.

Maka, menjadi saudara berarti membuka diri dan memberi kebebasan kepada yang lain untuk mengekspresikan kebebasannya dalam suasana hati merdeka.

Namun, kebebasan yang dimaksud bukan tanpa batas. Sebab di dalam kebebasan kita mesti mengakui dan menerima keunikan dan kekhasan budaya dan keyakinan kelompok lain dengan segala macam ajaran yang dihayati dan dianutnya tanpa mempertentangkannya, apalagi menganggapnya sebagai sesat bahkan mengkafirkannya.

Baca juga: Opini: Ambiguitas Indikator Ekonomi NTT

Persaudaraan Sejati

Persaudaraan sejati mesti diwujudnyatakan dengan saling menyapa satu sama lain, meski kita berbeda latar belakang. Misalnya, kita menyapa ODHA, LGBT, pekerja seks komersial, korban bencana alam, kaum difabel juga seorang koruptor bahkan seorang pembunuh.

Demikian juga, kita diharapkan saling menyapa dengan umat dari denominasi gereja lain, saling mengucap selamat dengan umat Islam, Hindu, Budha dan Konghucu manakala merayakan hari besar agamanya.

Sikap yang demikian, mau menunjukkan bahwa kita telah menghidupkan kembali sekaligus siap sedia merawat dan menguatkan semangat persaudaraan dalam persekutuan hidup di mana kita tinggal.

Kita diajak untuk terlibat secara langsung membela yang kecil, lemah, miskin, tertindas dan tersingkirkan. Karena mereka itulah yang menjadi tujuan misi dari Allah.

Saatnya kita berani keluar dari diri kita dengan seluruh pemikiran kita yang eksklusif sambil membuka diri dan pergi menjumpai yang lain yang berbeda dengan kita terutama mereka yang kecil dan menderita.

Natal, bukan sebatas ritus seremonial tahunan. Natal juga bukan sekadar ucapan selamat yang kita upload di media sosial seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, Ttwitter, dll agar dibaca banyak orang.

Baca juga: Opini: Inflasi dan Kebijakan Pangan

Media sosial hanyalah sarana untuk menyampaikan pesan yang kerap masih berupa ungkapan artifisial semata. Natal sesungguhnya merupakan sebuah gerakan kasih dari Allah.

Ia mendatangi setiap manusia terutama dalam diri orang-orang kecil dan tak berdaya agar menggugah rasa peduli, solidaritas dan empati kita kepada mereka.

Sebuah pertanyaan yang patut kita refleksikan, “Sudahkah kita peduli dan respek satu sama lain?” Jika ya, maka Natal sebagai wujud cinta kasih Allah, mesti benar-benar dipahami sebagai gerakan Ilahi yang datang mendiami relung batin manusia.

Gerakan Allah ini hendaknya membuka hati dan mencerahkan intelektualitas manusia untuk memahami kekhasan dan keistimewaan satu sama lain. Sangat tidak elok jika dipermukaan, hidup kita tampaknya damai tetapi faktanya kita masih saling melukai baik secara verbal maupun non verbal.

Paus Fransiskus bersama imam besar Ahmad Al-Tayyeb telah menyerukan agar kaum terpelajar, tokoh agama, seniman, praktisi media dan budayawan hendaknya menemukan kembali nilai-nilai perdamaian, keadilan, kebaikan, keindahan, persaudaraan manusia dan hidup berdampingan dalam rangka meneguhkan nilai-nilai ini sebagai jangkar keselamatan bagi semua, dan untuk memajukannya di mana-mana (Dokpen KWI, 2019).

Seruan di atas, di satu sisi mau menegaskan keyakinan Paus dan imam Al-Tayyeb bahwa nilai-nilai dan keutamaan hidup mesti terus diperjuangkan.

Baca juga: Opini: Mencari Tuhan di Qatar

Persaudaraan hanya bisa dialami secara utuh menyeluruh jika semua orang hidup berdampingan, merasa saling membutuhkan dan tetap menghargai perbedaan satu sama lain.

Semua itu hanya mungkin, bila berawal dan bermula dari dalam diri pemimpin kita dan mereka semua yang ditokohkan atau yang diteladani.

Pesan Natal tahun ini, sangat kontekstual. Hal itu tersurat dalam ajakan membangun peradaban kasih di tengah menguatnya tindak kekerasan; merajut kerukunan di tengah merebaknya intoleransi; memopulerkan budaya kejujuran di tengah menjamurnya tindak kejahatan korupsi; menggemakan pertobatan ekologis di tengah maraknya kerusakan lingkungan hidup; dan mengembangkan hidup berpolitik yang beretika mejelang pesta demokrasi tahun 2024.

Pertanyaannya, sudahkah memulainya dengan cara kita masing-masing? Jika belum, mari kita sama-sama memulainya. Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang baik.

Jika semua harapan yang tersurat tercapai dalam gerakan bersama, maka upaya merawat persaudaraan sejati telah terwujud di dunia ini. Mari, merawat persaudaraan bukan hanya dengan manusia tetapi juga dengan segala makhluk. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved