Opini
Opini: Merawat Persaudaraan Sejati
Natal merupakan peristiwa inkarnatoris. Allah menjadi manusia dan tinggal di tengah suka duka kehidupan manusia.
Paus Fransiskus bersama imam besar Ahmad Al-Tayyeb telah menyerukan agar kaum terpelajar, tokoh agama, seniman, praktisi media dan budayawan hendaknya menemukan kembali nilai-nilai perdamaian, keadilan, kebaikan, keindahan, persaudaraan manusia dan hidup berdampingan dalam rangka meneguhkan nilai-nilai ini sebagai jangkar keselamatan bagi semua, dan untuk memajukannya di mana-mana (Dokpen KWI, 2019).
Seruan di atas, di satu sisi mau menegaskan keyakinan Paus dan imam Al-Tayyeb bahwa nilai-nilai dan keutamaan hidup mesti terus diperjuangkan.
Baca juga: Opini: Mencari Tuhan di Qatar
Persaudaraan hanya bisa dialami secara utuh menyeluruh jika semua orang hidup berdampingan, merasa saling membutuhkan dan tetap menghargai perbedaan satu sama lain.
Semua itu hanya mungkin, bila berawal dan bermula dari dalam diri pemimpin kita dan mereka semua yang ditokohkan atau yang diteladani.
Pesan Natal tahun ini, sangat kontekstual. Hal itu tersurat dalam ajakan membangun peradaban kasih di tengah menguatnya tindak kekerasan; merajut kerukunan di tengah merebaknya intoleransi; memopulerkan budaya kejujuran di tengah menjamurnya tindak kejahatan korupsi; menggemakan pertobatan ekologis di tengah maraknya kerusakan lingkungan hidup; dan mengembangkan hidup berpolitik yang beretika mejelang pesta demokrasi tahun 2024.
Pertanyaannya, sudahkah memulainya dengan cara kita masing-masing? Jika belum, mari kita sama-sama memulainya. Tidak ada kata terlambat untuk sesuatu yang baik.
Jika semua harapan yang tersurat tercapai dalam gerakan bersama, maka upaya merawat persaudaraan sejati telah terwujud di dunia ini. Mari, merawat persaudaraan bukan hanya dengan manusia tetapi juga dengan segala makhluk. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS