Opini

Opini: Merindukan Pos Kupang Sebagai Media Peyahih

Pos Kupang sudah berusia 30 tahun, dan mulai menapaki hari pertama tahun ke-XXXI. Pos Kupang telah membantu menyalurkan bakat menulis saya.

Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO
JB Kleden. Opini: Merindukan Pos Kupang Sebagai Media Peyahih 

Oleh: JB Kleden

( ASN Kementerian Agama Kota Kupang, Pembaca setia Pos Kupang )

POS-KUPANG.COM - Kamis 1 Desember 2022 Pos Kupang terbit dengan Nomor 1/Tahun XXX1. Artinya Pos Kupang sudah berusia 30 tahun, dan mulai menapaki hari pertama tahun ke-XXXI. Secara pribadi Pos Kupang telah membantu menyalurkan bakat menulis saya. Artikel ini sengaja ditulis sebagai kado ulang tahun saya untuk Pos Kupang.

1 Desember 1992 Pos Kupang lahir. Saya membaca edisi perdananya di Toko Buku Nusa Indah di Maumere. 12 Desember 1992 gempa dan tsunami melanda Flores. Liputannya mengenai tsunami kala itu telah “membajak” saya dari seorang guru IPA di SMPK Virgo Fidelis Maumere menjadi wartawan.

Tahun 1993 setelah menyelsaikan studi di Ledalero saya melamar ke Pos Kupang. Diterima. Saya datang, dites dan diwawancara oleh Jack E. Lato dan Pius Rengka.

Keduanya menampakkan wajah kaku dan dingin yang mengingat saya pada tampang para aristokrat abad pertengahan yang angkuh dibalut keangkeran. Saya bersyukur lolos setelah diintimidasi kedua “penyensur agung” ini dan diberi kesempatan magang tiga bulan baru dievaluasi kembali: layak menjadi wartawan atau tidak.

Magang hari pertama, Jack E. Lato menyerahkan sebuah novel berbahasa Inggris, dan saya dperintahkan membuat terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Sebetulnya saya sangat jengkel karena tidak sedang melamar menjadi penerjemah.

Lagi pula sebagai orang kampung yang baru masuk ibu kota provinsi saya tentu sangat ingin tapaleuk. “Tabah saja kobu,” kata Bone Pukan, alumni Hokeng yang duluan masuk Pos Kupang.

Baca juga: Opini: Dirgahayu Pos Kupang

Baru tiga hari magang, datang telegram dari Dili. Isinya singkat. Kalau mau bergabung dengan STT segera datang ke Dili dan melapor ke kantor Redaksi di Jl. Gov Alves Aldeia No. 7. Mungkin karena jengkel diberi tugas terjemahan, dengan penuh dag dig dug saya menunjukkan telegram itu kepada Jack E. Lato.

Ternyata orang ini punya selera humor juga. Statusmu di sini masih magang, belum juga diterima, namamu belum dicatat di bagian personalia. Jadi kalau mau pergi, pergi saja. Maka berangkatlah saya ke Dili.

Sejak itu saya bergabung dengan Harian Suara Timor Timur di Dili sampai provinsi ini melepaskan diri dari NKRI dan membentuk negara sendiri di tahun 1999.

Tahun 2000, saya memutuskan menetap di Kupang. Sejak itu setiap kali ada keinginan menulis, saya selalu mengirimnya ke Pos Kupang. Jarang saya menbgirimkan tulisan ke media lain. Alasannya sederhana saja, merasa “memiliki” Pos Kupang, karena sebagai wartawan STT, sama-sama kami dibesarkan Pers Daerah KKG (Kelompok Kompas Gremedia) kala itu.

***

KINI Pos Kupang berusia 30 tahun dan sedang menapaki langkah-langkah awal tahun ke 31. Kita paham betul bahwa media masa merupakan instrumen yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat.

Sulit dibayangkan ada sebuah masyarakat tanpa kehadiran media sehingga ada yang mengatakan, jika ingin menelaah sebuah masyarakat lihatlah medianya.

Selama 30 tahun Pos Kupang tidak hanya menyodorkan berita, namun lebih dari itu ia telah menjadi sarana pertukaran informasi semua pihak dalam masyarakat. Bersama media-media lain ia bahkan terlibat dalam arena pertarungan tentang informasi siapa yang boleh dan akan diberitakan dan dengan tujuan apa.

Baca juga: Opini : Makna Sopi Dalam Budaya NTT

Sejak awal kelahirannya Pos Kupang telah memperkaya perspektif yang berujung penciptaan budaya yang membentuk masyarakat NTT seperti saat ini. Maka jika ingin menelisik wajah NTT tiga dasawarsa terakhir, bacalah dokumentasi Pos Kupang.

***

KEBERADAAN sebuah media terkait erat dengan segala aktivitas masyarakatnya di ruang publik. Dengan demikian perubahan interaksi dan komunikasi warga melalui media sosial, telah membuat wajah media berubah drastis.

Kita tahu apa itu media dan apa itu sosial. Namun ketika teknologi informasi menjadikannya sebuah frase tunggal “media sosial” konstelasi pengertian pun berubah total.

Perkembangannya yang begitu cepat di masa pandemi Covid-19, membuat medsos menjadi semacam “virus corona baru” yang memorak-morandakan pemahaman kita mengenai media. Tidak diterbitkan seperti koran, tidak disiarkan seperti radio atau tv tetapi diposting dan didisplaykan di internet.

Tidak butuh redaktur, tidak butuh percetakan, tidak butuh loper. Satu orang bisa menjadi wartawan, redaktur dan penerbit. Itulah Medsos. Tidak ada kabar yang lebih cepat datangnya dari WA, Twitter, FB dan sekarang Tik-Tok.

Penetrasi Sosmed ini membuat berita yang dulunya diagung-agung kini tidak lebih dari a big talk on small things, guncang-gancing di WA menjadi small talks on big things, tempat nongkrong generasi alpha mendadak menjadi small talks on small things bagi generasi baby boomer yang ingin berdua-dua-an dengan kekasih melewati malam usai gerimis.

Apa yang dulu dicemaskan, kini bukan lagi ancaman tetapi mitra menuju perubahan. Media sosial, memaksa kita berpikir instant sebagai reaksi cepat atas rangsangan seketika.

Orang tidak berpikir dengan keseluruhan dirinya tetapi berpikir dengan jari ketika menulis berita di media sosial. Berita lahir lebih tergantung dari kecepatan jari ketimbang ketelatenan berpikir.

Baca juga: Opini: Wajah Transformasi Sosial Pasca Pandemi

Ada semacam kondisi memudarnya proses penyuntingan. Deep thinking dalam membaca berita dianggap membuang waktu karena yang jauh lebih dibutuhkan bukan menyelami soal, tetapi menjelajahi permukaan yang membangkitkan rangsangan sejauh mungkin, tanpa perlu membedakan mana gabah mana sekam, mana informasi mana gossip, mana berita mana hoaks.

Namun kita tidak bisa mengelak dari situasi ini. Lagi punya semua media tetap berhak hadir karena sama-sama dibutuhkan. Kita mempercayai mainstream media, namun pada saat yang sama kita juga menyukai rangsangan yang ditawarkan tik tok. Meski saling bersaing pada waktu bersamaan mereka juga saling mengisi. Lalu?

***

JOURNALISM isn’t dead, it’s reborn. Jalan terjal yang dilalui bisnis media cetak saat ini akan membawa mereka kepada sejumlah pilihan wajib: jurnalisme yang lebih berkualitas, relevan dan bermakna bagi kehidupan publik.

Saya berkeyakinan penuh dalam tapak-tapak maju menuju tahunnya yang ke-31 Pos Kupang menemukan value propostion baru dalam stylenya yang fresh dan new to the world sesuai kebutuhan generasi alpha.

Sebagai pembaca Pos Kupang, kiranya berkepentingan untuk mengatakan, apapun model transformasinya, menjaga mutu berita adalah keniscayaan. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Trend jurnalisme era digital adalah hit and run yang lebih mengutamakan kecepatan pemberitaan dan cenderung menghakimi serta mengabaikan verifikasi.

Maka sebuah newsroom harus tetap dipelihara. Inilah innermostnya media, tempat para redaktur menjaga independensi media dan integritas pribadi dalam kerja keprofesionalan, ketika sumber berpikir sudah menjadi sebuah outsourching bukan lagi dalam diri para jurnalis.

Baca juga: Opini : Anomali Demokrasi Digital

Hal lain yang mungkin perlu dikedepankan. Kini warga bukan lagi konsumen tetapi mampu memproduksi berita sendiri. Kita berada dalam the age of information overload.

Kita berharap Pos Kupang sebagai “Spirit Baru Nusa Tenggara Timur” mampu tampil sebagai media otentikator, media penyahih, juga smart aggregator yang mampu melampaui algoritma komputer memeriksa autentisitas informasi serta dapat membuktikan mengapa informasi itu harus dipercaya atau dianggap sebagai pembohongan publik. Why not?

Jika ini mampu dilakukan dengan baik, saya yakin Pos Kupang akan tampil sebagai sense maker (penuntun akal) yang membimbing masyarakat NTT how to know what’s true dalam overload informasi pemimpinnya. Pemimpin kadang suka mengumbar sensasi yang menarik perhatian warga apalagi ini menjelang tahun politik bukan?.

Menjadi sense maker yang membantu masyarakat memilah informasi yang benar dan tidak benar, secara tidak langsung Pos Kupang telah ikut menyelamatkan masyarakat NTT. Selamat Ulang Tahun Pos Kupang. Finding Your Place in the Universe. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved