Berita NTT
Bertahan Hidup Guru di NTT, Jadi Ojol Hingga Juru Parkir
imbalan atau upah yang disesuaikan dengan kekuatan dari dana BOS yang tak seberapa berdasarkan jumlah rombongan belajar atau rombel

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG -Tenaga pendidik seperti guru honorer di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi berbagai dilema antara memenuhi kebutuhan sehari-hari dan bertahan mengajar anak-anak.
Tidak sedikit yang merambah profesi lain di sela aktivitas mengajar mereka dengan menjadi ojek online (ojol) hingga menjaga parkir dan berjualan di pasar.
Ketua Umum Forum Guru dan pegawai Honorer Kota Kupang, Saka Nenosaban, mengungkapkan ini Jumat, 25 November 2022, bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional.
Baca juga: Polda NTT Antisipasi Bencana Jelang Akhir Tahun
Minimnya kesejahteraan dari guru honor menjadi kenyataan yang dihadapi karena memang upah untuk jerih lelah mereka bergantung dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima 3 kali dalam setahun.
"Ini memang dilema dan ini tanggung jawab kita untuk mengabdi kepada anak-anak," sebutnya.
Tidak sedikit dari guru honorer yang dikenalnya memang harus berjualan di kantin, menjadi ojol, ada yang menjadi loper koran, menjaga lahan parkir dan juga menjual kebutuhan-kebutuhan dapur dan rumah tangga di pasar.
Ia menyebut pemerintah bisa melakukan survei lebih luas untuk mengetahui kondisi ini agar menjadi acuan dalam membuat kebijakan.
"Pemerintah tidak melihat ini," ungkapnya.
Baca juga: Peringatan Dini Cuaca Maritim 25 November 2022,BMKG: Ini 4 Perairan di NTT,Bali,NTB Patut Diwaspadai
Mereka mengajar dengan imbalan atau upah yang disesuaikan dengan kekuatan dari dana BOS yang tak seberapa berdasarkan jumlah rombongan belajar atau rombel di sekolah.
Untuk sekolah dengan murid yang sedikit maka per guru bisa menerima Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu setelah dibagikan lagi dengan guru honorer lainnya.
Sementara sekolah dengan jumlah murid yang banyak bisa memungkinkan mereka menerima Rp 500 ribu sekali pembayaran.
Pada faktanya ada guru honorer yang mengabdi selama belasan tahun. Ada bahkan yang bekerja hingga 28 tahun sebagai guru honorer hingga dengan yang pensiun dengan status akhir tetap seperti itu.
Kenyataan lainnya, guru honor yang berada di TK hingga SMA/SMK rata-rata mengalami beban atau tanggung jawab kerja yang bisa lebih banyak daripada guru dengan status ASN.
"Karena kalau kita tidak seperti itu, tidak kerja lebih atau rajin, tidak lebih bertanggungjawab, maka terancam kita diganti oleh orang lain," ungkapnya.
Menurutnya, posisi guru honorer selalu bisa digantikan kapanpun karena itu beban kerja dan tanggungjawab lebih akan mereka ambil. Para guru honorer biasanya juga akan berusaha memberikan kemampuan lebih karena status mereka yang berbeda dengan ASN.
Baca juga: Tragedi Minyak Montara, Luhut Jamin 15 Ribu Petani Rumput Laut dan Nelayan NTT Dapat Ganti Rugi
"Apalagi sarjana bermunculan lagi, tetap kita bersaing, menunggu nasib karena banyak yang antre untuk posisi kita, jadi mau tidak mau kita harus masuk dan kerja," sebutnya.
Tugas guru honorer juga besar di sekolah, terlebih dengan tugas tambahan untuk mengajar apabila ada guru yang pensiun, sakit, maupun di masa belum adanya pengangkatan guru baru.
"Terlepas dari pada itu, bisa dibilang guru honorer sebagai tulang punggung sekolah. Ada yang pensiun tapi tiga hingga empat bulan dan belum ada penggantinya untuk mengajar. Jadi ya guru honorer yang harus ambil tanggung jawab itu mengajar anak-anak," sebutnya.
Menteri Pendidikan Nadiem Makarim pun diminta melihat keadaan riil di lapangan yang perlu diubah bukannya mengadopsi sistem luar negeri yang belum tentu presisi dengan daerah-daerah terluar di NTT yang terbatas akan berbagai akses.
Ia juga menambahkan soal adanya guru honorer yang berbakti bertahun-tahun ini terkait dengan aturan pemerintah soal PPPK saat ini dan Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Aturan di era Susilo Bambang Yudhoyono dulu bisa mengangkat langsung tenaga honorer baik guru dan pegawai lainnya menjadi ASN.
Baca juga: Kepala UPTD Museum NTT: Kain Tenun Literasi Peradaban Budaya Masyarakat Manggarai
Sedangkan di era Joko Widodo saat ini perlu melalui PPPK dengan kuota sebanyak 1 juta orang se-Indonesia untuk 2022 ini, tidak jauh berbeda dengan kuota tahun sebelumnya. Saat ini disebutnya sekitar 400 formasi guru PPPK yang dibuka untuk Kota Kupang.
Untuk diketahui, aturan tentang PPPK ini tertera di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK.
Menurutnya ada kesenjangan dalam aturan tersebut yaitu perihal kesejahteraan. Dalam aturan PPPK ini, gaji pokok berasal dari anggaran pusat sedangkan untuk tunjangan berasal dari pemerintah daerah yaitu pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten maupun kota.
Demikian maka untuk tunjangan akan disesuaikan lagi dengan kekuatan keuangan atau pendapatan dari masing-masing daerah. Ironisnya, kemampuan pendapatan daerah di NTT tidak semuanya cukup menopang pemberian tunjangan ini.
Saat ini saja, kata dia, jumlah tenaga guru honorer di Kota Kupang mendekati 6000 orang baik itu dari TK hingga dengan SMA di sekolah negeri maupun swasta. Namun aturan tersebut pun berlaku untuk sekolah negeri dan tidak untuk sekolah swasta.
"Daerah-daerah dengan pendapatan asli yang besar mungkin bisa tetapi kalau Kota Kupang misalnya yang pendapatannya hanya dari retribusi pajak dan pariwisata tidak mungkin bisa," ungkap dia.
Baca juga: Cuaca Maritim NTT,BMKG:Waspada,Selat Sumba Berisiko bagi Pelayaran Perahu Nelayan dan Kapal Tongkang
Menurutnya, aturan yang dibuat pemerintah pusat itu akhirnya memunculkan polemik baru atau seperti saling lempar tanggung jawab.
Selain itu dengan sistem seperti ini formasi yang diberikan setiap tahunnya di daerah pun tidak akan lebih dari 500 formasi yang dibuka untuk PPPK.
Pihaknya sendiri tengah berjuang untuk merevisi Undang-undang Nomor 5 tahun tahun 2014 pasal 31 ayat 1a terkait pengangkatan honorer sebagai pengawai negeri sipil.
Tentunya revisi ini akan berhadapan lagi dengan ketetapan pemerintah soal PPPK.
Revisi ini juga untuk memprioritaskan masa abdi guru honorer atau pegawai lainnya yang telah lama seperti yang telah 10 tahun ke atas untuk mendapatkan apresiasi terhadap dedikasi yang diberikan.
Pada 2020 lalu pihaknya telah bertemu dengan Komisi II DPR RI untuk membahas hal tersebut. (Fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS