Anak Sumba Ubah Sampah jadi Upah Lewat Festival Trash to Cash
Kegiatan ini bertujuan untuk menjangkau 100.000 anak dan komunitas terkait anak dengan durasi program selama 10 tahun
Penulis: Paul Burin | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM - Save the Children menginisiasi Program Sponsorship di Sumba Barat sejak tahun 2014. Program ini akan berlangsung hingga tahun 2024.
Misi program yang didanai sponsor adalah untuk memenuhi hak anak atas kesehatan dan kesejahteraan dan memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk bertahan hidup, belajar, dan dilindungi.
Kegiatan ini bertujuan untuk menjangkau 100.000 anak dan komunitas terkait anak dengan durasi program selama 10 tahun dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan anak-anak di Kabupaten Sumba Barat dan Kabupaten Sumba Tengah.
Baca juga: Save The Children Kerjasama dengan Pemkab Sumba Tengah Wujudkan Pelayanan Kesehatan
Program sponsorship memiliki lima program utama, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak, Program PAUD, Program Pendidikan Dasar, Program Kesehatan dan Nutrisi Anak Sekolah, dan Program Pengembangan Remaja.
Intan, Jenri, dan Ribka, peserta kegiatan inkubasi dari program Sumba Future Changemakers cetusan Save the Children Indonesia – mengadakan Festival Trash to Cash di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Rock, Waikabubak, pada Sabtu, 29 Oktober 2022.
Sebagai peserta kegiatan inkubasi, ketiga anak yang tergabung dalam kelompok bernama Prairame Club tersebut mendapatkan pengayaan materi, pendampingan intensif dan dukungan materi dari Save the Children Indonesia untuk mengimplementasikan sebuah proyek perubahan yang dirancang guna menyelesaikan satu permasalahan sosial atau lingkungan yang menyita perhatiannya.
Festival Trash to Cash ini lahir dari keresahan Intan, Jenri, dan Ribka akan menumpuknya sampah di sekitar Desa Lapale, Kecamatan Kota Waikabubak, Sumba Barat. Di sana, terdapat satu-satunya tempat pembuangan sampah (TPS) yang menampung seluruh sampah di Sumba Barat.
Sayangnya, warga tak hanya membuang sampah di TPS tetapi juga di jalanan sekitar TPS sehingga menimbulkan bau menyengat dan lingkungan yang kotor. Terlebih, ketiga remaja asal Sumba ini menilai belum ada pengelolaan sampah plastik yang efisien di TPS sehingga sampah anorganik yang nilai jualnya rendah seringkali dibakar.
Isu ini mulanya dibawa oleh Prairame Club pada kegiatan Solve-a-thon, sebuah kompetisi inovasi yang diselenggarakan Save the Children Indonesia bagi anak muda Sumba berusia 13-17 tahun yang diselenggarakan pada bulan Juni dan Juli 2022.
Melalui Solve-a-thon, Intan, Jenri, dan Ribka dan puluhan anak lainnya mengikuti workshop interaktif untuk merancang prototipe proyek perubahan bagi isu lingkungan atau sosial yang mereka rasa paling harus diselesaikan. Setelah membuat rancangan prototipe, proyek perubahan pun diimplementasikan di dalam kegiatan Inkubasi pada Agustus hingga Oktober 2022.
Baca juga: Program Sumba Future Changemakers, Save the Children Dukung Anak Muda Sumba Berinovasi
Festival Trash to Cash menghadirkan dua gelaran utama, yakni Pameran Selamatkan Lingkungan Hidup atau Pameran Selingkuh, yakni bazar kerajinan daur ulang sampah karya warga Desa Lapale, Sumba Barat, serta Pasar Bebas Plastik atau Pasar Bestie, yakni pasar jajanan tradisional Sumba hasil masakan warga Lapale.
Kegiatan ini terbuka untuk umum sehingga masyarakat di Waikabubak dan sekitarnya dapat hadir dan menyaksikan hasil karya dari anak-anak Sumba dan warga desa Lapale.
Pameran Selingkuh menghadirkan puluhan kerajinan warga berbahan dasar sampah anorganik dan organik, seperti ranting kayu tak terpakai, ban bekas, pelepah pisang, hingga busa filter rokok.
Hasilnya, ada pot bunga, tempat lampu hingga pajangan miniatur pohon, yang siap dipakai yang siap dibeli oleh para pengunjung festival.
Kerajinan ini dibuat oleh tiga kelompok yang masing-masing beranggotakan 4-5 orang warga dusun 2 dan dusun 3 Desa Lapale. Sebelum mengerjakan kerajinan, warga telah terlebih dahulu mengikuti workshop yang diinisiasi oleh Prairame Club bertajuk, “Daur Ulang Sampah: Dari Sampah jadi Upah,” pada 17 September lalu. Berbekal ilmu yang didapat saat workshop, selama lima minggu warga mengerjakan kerajinan dari sampah yang ditemukan di sekitarnya.
Baca juga: Save The Children Ajak Masyarakat Sumba Jangan Menyusahkan Anak