Berita Nasional

Herman Yoku Desak Presiden Jokowi Segera Tindak Lukas Enembe, Kasusnya Sudah Terlalu Lama

Herman Yoku salah satu Tokoh Adat Papua mendesak Presiden Jokowi agar jangan ragu-ragu mengambil tindakan tegas terhadap Lukas Enembe, Gubernur Papua.

Editor: Frans Krowin
POS-KUPANG.COM
HARUS TEGAS - Herman Yoke, salah satu tokoh adat di Papua, mendesak Presiden Jokowi agar menindak tegas Lukas Enembe demi penegakkan hukum di Indonesia. Presiden Jokowi jangan ragu karena menindak Lukas Enembe itu, demi kepentingan negara ini. 

POS-KUPANG.COM - Herman Yoku salah satu Tokoh Adat Papua meminta Presiden Jokowi jangan ragu mengambil tindakan tegas terhadap Lukas Enembe, Gubernur Papua.

Tindakan tegas itu harus segera dilakukan supaya bisa diketahui seperti apa kasus suap dan dugaan gratifikasi Rp 1 miliar yang disangkakan pada Lukas Enembe.

"Presiden Jokowi jangan ragu ambil tindakan tegas terhadap Lukas Enembe yang diduga terlibat suap dan gratifikasi Rp 1 miliar," tandas Herman Yoku.

Kepada Tribun-Papua.Com, Kamis 13 Oktober 2022, Herman mengatakan, saat ini penanganan kasus Lukas Enembe sepertinya terkatung-katung dengan berbagai alasan.

Baca juga: Lukas Enembe Direkomendasikan Segera ke Rumah Sakit, Dokter Anton Mote Ungkap Alasannya

Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya meminta Presiden Jokowi sesegera mungkin mengambil tindakan demi kepentingan bangsa dan negara.

Tindakan tegas presiden melalui KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ), kata Herman Yoku, akan memperlihatkan ke publik bahwa hukum benar-benar ditegakkan di Bumi Cenderawasih.

BELA LUKAS ENEMBE - Ketua Dewan Adat Papua, Dominikus Sorabut kini pasang badan bela Lukas Enembe. Ia menyebutkan belakangan ini Lukas Enembe yang juga Pemimpin Besar Tanah Papua telah dilecehkan martabatnya sehingga negara dijatuhkan sanksi membayar denda adat Rp 50 triliun. Denda adat itu dijatuhkan saat pengukuhan Lukas Enembe jadi kepala suku besar Tanah Papua, Minggu 9 Oktober 2022.
BELA LUKAS ENEMBE - Ketua Dewan Adat Papua, Dominikus Sorabut kini pasang badan bela Lukas Enembe. Ia menyebutkan belakangan ini Lukas Enembe yang juga Pemimpin Besar Tanah Papua telah dilecehkan martabatnya sehingga negara dijatuhkan sanksi membayar denda adat Rp 50 triliun. Denda adat itu dijatuhkan saat pengukuhan Lukas Enembe jadi kepala suku besar Tanah Papua, Minggu 9 Oktober 2022. (POS-KUPANG.COM)
Jika memungkinkan, lanjut dia, KPK memeriksa seluruh pejabat di Papua. "Ini harus dilakukan agar ke depan bisa menjadi pelajaran bagi semua kalangan," ujarnya.

Menurut Herman Yoku, hukum merupakan panglima tertinggi di Indonesia. Olehnya, negara harus betul-betul hadir untuk membongkar dan mengambil tindakan serius pada yang melakukan praktik korupsi.

ICW Angkat Bicara

Indonesia Corruption Watch (ICW) kini angkat bicara terkait kasus Lukas Enembe. Disebutkan bahwa dugaan suap dan gratifikasi merupakan pelanggaran hukum.

Oleh karena itu, kasusnya harus ditangani secara hukum, bukan secara adat sebagaimana yang diwacanakan belakangan ini.

Baca juga: Video Viral TikTok, Gubernur Papua Lukas Enembe Sedang Dirawat Dokter dari Singapore

Pernyataan ICW itu merespon statemen penasihat hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, bahwa kliennya harus diperiksa dengan hukum adat lantaran Lukas Enembe merupakan kepala suku besar di Papua.

Sebelumnya Aloysius Renwarin menyatakan ada permintaan warga agar KPK melakukan pemeriksaan terhadap Enembe secara adat di Tanah Papua.

Hal itu disampaikan menindaklanjuti permintaan masyarakat adat Papua kepada KPK terkait kasus itu. Pasalnya pada 8 Oktober 2022, Enembe diangkat sebagai kepala suku besar oleh dewan adat Papua yang terdiri dari 7 suku.

Oleh karena itu, semua perkara yang membelit Lukas Enembe harus diproses secara adat.

“Berarti semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua,” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin 10 Oktober 2022.

BELA LUKAS ENEMBE - Ketua Dewan Adat Papua, Dominikus Sorabut kini pasang badan bela Lukas Enembe. Ia menyebutkan belakangan ini Lukas Enembe yang juga Pemimpin Besar Tanah Papua telah dilecehkan martabatnya sehingga negara dijatuhkan sanksi membayar denda adat Rp 50 triliun. Denda adat itu dijatuhkan saat pengukuhan Lukas Enembe jadi kepala suku besar Tanah Papua, Minggu 9 Oktober 2022.
BELA LUKAS ENEMBE - Ketua Dewan Adat Papua, Dominikus Sorabut kini pasang badan bela Lukas Enembe. Ia menyebutkan belakangan ini Lukas Enembe yang juga Pemimpin Besar Tanah Papua telah dilecehkan martabatnya sehingga negara dijatuhkan sanksi membayar denda adat Rp 50 triliun. Denda adat itu dijatuhkan saat pengukuhan Lukas Enembe jadi kepala suku besar Tanah Papua, Minggu 9 Oktober 2022. (POS-KUPANG.COM)

Menurut Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana pemeriksaan yang mestinya dijalani Lukas Enembe, tak ada kaitan dengan statusnya sebagai kepala suku.

Oleh karena itu, lanjut dia, tim kuasa hukum Enembe harus memahami bahwa status Enembe sebagai tersangka itu dalam kapasitas sebagai Gubernur Papua, bukan kepala suku besar di Papua.

"Yang dilakukan KPK saat ini, adalah mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan gubernur, bukan seorang kepala suku," tandas Kurnia, Selasa 11 Oktober 2022.

Baca juga: Lukas Enembe Gigit Jari, KPK Tolak Permintaan Penanganan Kasus Korupsi Sesuai Adat Papua

Menurut Kurnia, lantaran KPK menyidik kasus itu bukan berdasarkan predikat Enembe sebagai kepala suku, maka tak bisa dibenarkan kalau penanganan kasusnya secara hukum adat.

"Jadi tidak ada kaitan apa pun proses hukum adat dengan mekanisme pidana yang saat ini sedang dijalankan oleh KPK," tandasnya.

"Indonesia Corruption Watch berharap pengacara saudara Lukas Enembe segera bergegas membeli buku tentang hukum pidana dan membacanya secara perlahan agar kemudian dapat memahami secara utuh bagaimana alur penanganan suatu perkara," sambung Kurnia.

Begini Kata Kuasa Hukum Lukas Enembe

Sebelumnya salah satu kuasa hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, mengungkapkan keputusan menggunakan hukum adat berlaku bagi pemeriksaan KPK terhadap istri Lukas, Yulce Wenda dan anaknya, Astract Bona Timoramo Enembe.

KPK diminta harus memeriksa istri dan anak Lukas Enembe di Papua. Menurutnya, budaya Papua melindungi perempuan dan anak.

“Apalagi diperiksa seorang bapaknya, itu dilindungi, tidak bisa sembarang nyelonong sesuai dengan aturan yang ada,” ujarnya.

KPK menetapkan Enembe sebagai tersangka dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta gratifikasi sejak 5 September 2022.

Selain itu, KPK juga mengajukan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Enembe kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.

Baca juga: Lukas Enembe Terpaksa Datangkan Tiga Dokter dari Singapura Pasca Dicekal ke Luar Negeri

Selain dilarang bepergian ke luar negeri, beberapa rekening sebesar Rp 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe telah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Bahkan rekening istri Enembe turut diblokir atas permintaan KPK Akan tetapi, pemeriksaan terhadap Enembe terhambat.

Padahal, lembaga antirasuah itu sudah dua kali melayangkan panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kepada Enembe.

KPK memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka pada 12 September lalu, tetapi dia tidak hadir dengan alasan sakit.

Kemudian, KPK menjadwalkan pemeriksaan kedua dengan mengirim surat panggilan kedua kepada Lukas Enembe agar dia hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada 25 September 2022.

Akan tetapi, Enembe kembali tidak hadir dalam pemeriksaan kedua karena alasan kesehatan.

Dalam penyidikan, KPK turut melayangkan panggilan pemeriksaan kepada istri dan anak Enembe, yaitu Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe sebagai saksi pada 5 Oktober 2022.

Baca juga: Dominikus Sorabut Bela Lukas Enembe, Kini Wajibkan Negara Bayar Denda Rp 50 Triliun

Namun, keduanya juga tidak memenuhi panggilan pemeriksaan. KPK pernah menyampaikan supaya pihak-pihak yang dipanggil dalam kaitan pemeriksaan perkara memenuhi undangan.

Bahkan, KPK memperingatkan supaya jangan ada pihak-pihak yang mempengaruhi saksi atau bakal dijerat dengan pasal merintangi penyidikan. (*)

Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved