Berita NTT
Akademisi Fisip Undana Kupang NTT: Trend Korupsi di NTT Seperti Gunung Es
praktik korupsi terjadi karena lemahnya pengawasan. Serta hukuman terhadap koruptor yang belum memberikan efek jerah.
Penulis: Ray Rebon | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Akademisi Fisip Undana Kupang, NTT, Yeftha Y. Sabaat, S.IP.,M.IP mengatakan, trend Korupsi di NTT seperti Gunung Es
Trend Korupsi, kata Akademisi Fisip Undana Kupang NTT, Yeftha Y. Sabaat, S.IP.,M.IP, khususnya di NTT seperti gunung es. Hanya beberapa saja yang kelihatan dipermukaan, sedangkan praktik-praktiknya masih masif dilakukan.
Demikian disampaikan Akademisi Fisip Undana Kupang NTT, Yeftha Y. Sabaat, S.IP.,M.IP Yeftha Y. Sabaat, S.IP.,M.IP kepada Pos-Kupang.Com, Kamis 22 September 2022.
Baca juga: Rayakan 60 Tahun Hadir di NTT, Undana Kupang Lakukan Pertukaran Mahasiswa Merdeka
Menurut Yeftha Y. Sabaat yang biasa disapa Yeftha, praktik korupsi terjadi karena lemahnya pengawasan. Serta hukuman terhadap koruptor yang belum memberikan efek jerah.
Dosen Ilmu Politik Fisip Undana Kupang itu menyebut, dari berbagai kasus korupsi didominasi oleh pejabat publik, maka hal ini memberikan gambaran buruk terkait etika pejabat publik dan semakin melemahkan tingkat kepercayaan publik terhadap pejabat publik.
Sementara itu, kata dia mengenai penegakan hukum saat ini belum sepenuhnya mendukung proses pemberantasan korupsi, sebab dari aspek penegakan hukum, kebijakan yang diambil justru semakin tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang lebih sungguh.
Contoh, disampaikannya seperti putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak pengujian materi UU KPK, penghapusan syarat memperketat remisi bagi pelaku korupsi oleh Mahkamah Agung, hingga vonis ringan atas kasus korupsi yang melibatkan pejabat politik.
"Kalau boleh harus ada sanksi sosial bagi para koruptor, seperti membersihkan sampah di tempat-tempat umum," ungkapnya.
Baca juga: Prof. Apris Adu Jadi Guru Besar Undana Kupang, Rektor Max Sanam Bangga
"Kemudian harus juga ada kebijakan yang mengatur proses pemiskinan koruptor. Selanjutnya Koruptor juga sebaiknya dicabut hak politiknya," tambahnya
Ia menegaskan, semuanya bergantung pada proses politik legislasi nasional.
Ia menambahkan kebijakan politik juga belum sepenuhnya menekan angka korupsi.
Meredupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi dapat dipotret dari politik legislasi nasional.
"Sejumlah regulasi penting seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak pernah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas," tandasnya. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS