Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Dirut ASDP Ira Puspadewi : Sampai Harus Dikawal Orang Bersenjata (Bagian-1)

Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi mengatakan bukan pekerjaan mudah memberantas premanisme di kawasan pelabuhan.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS/ISMOYO
Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi. 

Ada masa yang dinamakan posko dan saya sampai tidak bisa tidur 27 jam gara-gara ngurusi peak season. Saya tidak pernah melek selama itu, rasanya deg-degan begitu.

Waduh kalau saya sampai meninggal karena posko kayaknya nggak keren. Saya melihat dari situ seperti bercandanya tapi seriusnya seperti ada yang salah secara sistem dan segera harus dibenahi.

Pada 2019 adalah masa paling terburuk antrean lebaran di Merak saat itu sampai 26 kilometer. Selama 46 tahun sekian ASDP tidak pernah tahu demand yang akan masuk dan tidak dibandingkan dengan kapasitasnya berapa.

Yang kami mulai antrean paling mudah intervensinya nggak boleh dengan cash, karena dengan cash saya lihat sendiri Merak-Bakauheni ada uang yang bertebaran.

Itu dalam sehari bisa mencapai Rp 5-8 Miliar. Walaupun kita orang baik rasanya ngeliat seperti itu rasanya ngeri. Sebagai pimpinan tentu dosa rasanya mendiamkan hal itu.

Akhirnya kita putuskan cashless. Tahun 2018 Agustus kita mulai cashless. Kemudian berevolusi kita coba dengan KTP, karena harus ada manifest, kita akhirnya kerjasama dengan Dukcapil namun itu pun masih penuh.

Sekarang mulai dengan yang kita sebut Ferizy sistemnya sejak 2020 di Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk itu adalah trafik tertinggi seluruh Indonesia yang kita berlakukan harus reservasi online.

Ketika itu menyiapkan project cashless apa tahapan yang Bu Ira lakukan untuk mencapai pembelian ticketing digital?

Pertama kita punya visi, apa sih bentuk akhir yang kita harapkan dari cashles. Bahasanya sederhana kita ingin ciptakan pelabuhan yang lebih beradab. Supaya orang sadar yang kita lakukan sekarang ini orang tidak tertib, terus ada penyelewengan uang, dan sebagainya.

Intinya kita mencoba menyebarkan ide baik ini ke stakeholder. Yang penting internal dan eksternal, dalam hal ini ada partner yang bepengalaman juga kita jalan menertibkan Indonesia secara bersama-sama.

Pelabuhan itu kan ada berbagai rupa orang mulai dari preman, calo, dan seterusnya, tentu untuk menertibkan itu tidak mudah, bagaimana ibu mengerjakan tantangan ini?

Memang betul bukan hanya soal sistem, karena sistem bisa kita beli tetapi revolusi mengenai orangnya. Sehingga dialog intens sangat penting sekali. Ada masa-masanya saya beberapa bulan harus dikawal orang yang bersenjata karena ada beberapa ancaman.

Saya kira mereka tidak akan tegalah bunuh saya sebagai perempuan, tapi saya juga sadar saya nggak gede-gede amat kalau ada apa-apa ngerilah. Jadi ada masanya selama beberapa bulan naik kapal dari Bakauheni ke Merak, orang yang berkepentingan saya ada di situ kemudian saya dicegat.

Ada masanya juga teman-teman yang lebih lama di pelabuhan dan merasa tidak happy, mereka bakar-bakar ban. Saya akhirnya jawab begini kalau ada pertanyaan mengapa ibu berani. Saya berani bukan karena benar, tetapi saya berani karena tidak tahu.

Memang ada hikmahnya juga karena saya tidak tahu seluk-beluk yang sangat dalam karena saya hanya punya visi dan niat hayuu kita mengerjakan ini bareng-bareng.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved