Cerpen

Guru Kurang Ajar 

Cerpen Guru Kurang Ajar dari Aster Bili Bora memberi kesan guru yang kejam, tetapi di balik kekejaman ternyata sang guru menginginkan muridnya sukses.

Editor: Agustinus Sape
id.gofreedownload.ne
ILUSTRASI - Guru sedang mengajar murid-murid di ruang kelas. Dalam cerpen Guru Kurang Ajar, apa yang dilakukan guru, meski terasa menyakitkan, merupakan wujud kasih sayang terhadap murid, supaya mereka memiliki daya tahan, tidak mudah patah di masa depan. 

POS-KUPANG.COM - Berikut ini adalah cerita pendek atau cerpen karya Aster Bili Bora berjudul Guru Kurang Ajar.

Membaca judulnya saja langsung terbayang tindak kekerasan oleh seorang guru.

Tapi, jangan berhenti pada judul. Bacalah cerpen ini sampai selesai sehingga Anda bisa menemukan pesannya. 

                                                                 ***

KETIKA bersekolah di SD saya mendapat ajaran dari guru kurang ajar. Saya tidak boleh terburu sebut nama di sini. Ia sudah almarhum.

Jika sebut nama, cuma khawatir saja jangan sampai kurang ajarnya kambuh dari alam baka lalu saya kena hajar lagi.

Cukuplah sudah sakitnya di sini, di hati ini di masa lalu. Sekarang janganlah!

Guru kurang ajar itu hendak membentuk generasi bangsa seperti nabi. Tidak boleh salah dalam segala hal.

Ya, tidak mungkinlah. Orang dewasa saja banyak salah apa lagi anak kecil seperti saya dan kawan-kawan.

Tetapi itulah yang terjadi di masa lalu, hidup dalam tekanan oleh guru kurang ajar. Kebutuhan hidup merdeka seorang anak macam mimpi saja!

Masih tersimpan rapi dalam ingatan bagaimana perlakuan guru kurang ajar. Dalam pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung) ia berharap semua murid harus nilai sepuluh.

Tidak boleh salah! Kalau salah, maka tahu sudah apa akibatnya: harus kena tusuk. Coba kena tusuk di tangan masih wajar, tetapi ini harus pangkal paha.

Tidak tahu alasannya mengapa harus pangkal paha. Murid yang mendapat nilai sepuluh diperintah tusuk pangkal paha murid yang salah dengan ketentuan: anak laki-laki menusuk pangkal paha perempuan dan anak perempuan menusuk laki-laki dengan jumlah tusukan berdasarkan jumlah kesalahan. Kejamnya sepuluh salah sepuluh kali kena tusuk.

Suatu hari ulangan berhitung jumlah 10 nomor. Biasanya entah ulangan apa saja guru kurang ajar itu hanya berikan 10 nomor semata.

Sangat lazimnya memberikan 10 nomor soal, maka akhirnya beberapa teman yang kelakuan usil memberi dia julukan, “Guru Sepuluh.”

Julukan tersebut beredar begitu saja di kalangan murid, tanpa ia tahu. Kalau sampai ia tahu, maka mungkin akan lain ceritanya.

Sudah pengalaman beberapa murid yang berkata tidak senonoh, ia hajar sampai kencing celana.

Dalam ulangan berhitung tersebut hanya dua dari 25 murid yang dapat nilai sepuluh: saya dan seorang perempuan bernama Paulina.

Kami berdua diperintah untuk laksanakan pekerjaan tusuk. Saya harus tusuk 10 paha perempuan dan Paulina tusuk 13 paha laki-laki.

Kami disuruh tusuk lebih dahulu kawan yang nilai nol sebanyak 10 kali.

Perempuan pertama yang saya tusuk bernama Lilis. Perempuan itu karena ketakutan kena hajar dari guru, ia bungkus rasa malu dan berani pasang paha.

Saya dekati dan ancang-ancang. Saya tusuk dia perlahan, dan mungkin Lilis tidak rasa.

Guru melhat bahwa saya laksanakan perintah tidak sesuai yang diharapkan. Saya dipanggil depan kelas dan guru tunjukkan cara tusuk yang benar.

Dia tusuk pangkal paha saya sebanyak 10 kali. Dengan sangat bernapsunya sampai-sampai area terlarang ikut kena tusuk.

Selain sudah kena tusuk masih dapat tampar pula karena beberapa kali saya menghindar lantaran kesakitan.

Kemudian saya disuruh tusuk ulang Lilis. Pengaruh dongkol kena siksaan gara-gara Lilis, maka mohon maaf paha Lilis saya habisi.

Dengan menutup mata dan terpaksa kejam saya menusuk paha Lilis semabarang tempat sampai Lilis menangis histeris.

Herannya guru yang tidak tahu diri tertawa terpingkal-pingkal, sementara saya dan Lilis memendam dendam dalam hati.

Setelah naik kelas III kami mendapatkan kemerdekaan karena guru lain yang ajar kami. Cukuplah sudah satu tahun dalam penjajahan.

Seandainya guru itu pula yang mengajar kami, maka sudah pasti saya memutuskan untuk pindah ke sekolah lain. Biar jauh bukan masalah, asalkan tidak bertemu lagi dengan guru kurang ajar.

Dua tahun kemudian sialnya diasuh kembali oleh guru kurang ajar. Dia menjadi guru kelas kami, kelas V.

Kemerdekaan kami dua tahun belakangan kembali terbang hilang. Memang dia sudah bertobat dengan pendekatan tusuk paha, namun kami tetap dalam penjajahan karena guru kurang ajar mendidik kami dengan tangan besi.

Tidak ada hari yang terlewatkan tanpa pukul. Ada-ada saja alasan yang menyebabkan ia hajar murid.

Tentu saja kami paham yang orang bilang rotan kasih. Tetapi cara pukul guru kurang ajar kelewatan. Ia pukul murid sama dengan pukul orang PKI.

Rumah saya dengan sekolah jaraknya 150 meter. Suatu waktu ketika jam istirahat, saya dan 3 kawan mencari nangka di seputar kompleks rumah.

Keasyikan mencari dan makan nangka akhirnya kami lambat 10 menit. Ketika kami kembali dan akan masuk kelas, guru kurang ajar menghadang kami di mulut pintu kelas.

Ia hajar kami satu-satu dengan belahan bambu. Pinggul saya kebiruan.

Mama saya yang sudah janda merawat saya dengan kasih sayangnya yang luar biasa. Tiga hari berturut-turut ia merebus daun balakacida kemudian memandikan dan membilas pinggul saya yang kebiruan.

Ketika itu nurani saya bertanya: Dapatkah suatu saat orang yang beranak rahim dan orang yang beranak tangan sama kasih sayangnya?

Guru kurang ajar itu memiliki relasi sosial yang baik. Dengan orang tua dan kakek saya bergaulnya sangat erat. Kalau ia dapat daging banyak dari pesta, tempat berbaginya pada orang tua saya. Tempat ambil kayu api dan tempat ambil sayur di kebun orang tua saya.

Tiap minggu paling kurang dua kali ia pasti singgah dan makan sirih pinang di rumah kami. Tetapi tega-teganya ia menghajar saya demikian tanpa perasaan.

Setelah saya sembuh dan kembali bersekolah, guru kurang ajar itu datang ke rumah. Dia bergaya seperti biasanya mengganggu kakek saya tanpa ada perasaan bersalah mencederai saya. Kesempatan itulah mama saya semprot dia habis-habisan.

“Engkau guru kurang ajar. Gaimo bokala ate, beige ngaa lakawa.”

Guru itu diam seribu bahasa. Dengan sangat sabarnya ia memberi kesempatan mama saya melepaskan sakit hatinya dengan berbagai kecaman yang tidak selayaknya didengar orang yang berpendidikan.

Setelah mama saya melepas segalanya dan akhirnya diam karena kehabisan kata-kata, guru kurang ajar itu minta kaleku.

Mama saya memberikan, lalu guru makan sirih-pinang dengan suka cita.

Sebelum guru menenggak kopi buatan saya atas suruhan mama, guru membuka isi hati, bahwa sesungguhnya ia dambakan muridnya jadi orang baik. Paling kurang harus berpendidikan sarjana.

Karena itu dari awal murid menjalani proses pembentukan mental petarung sehingga nantinya tidak mudah patah ketika berhadapan dengan tantangan paling berat.

Kemudian guru memalingkan wajah dan melihat saya yang sedang tepekur di mulut pintu. Ia panggil saya dengan tangan tanpa kata-kata.

Saya mengerti maksudnya, lalu saya turun di balai rumah dan duduk di dekatnya.

Awalnya saya agak gugup tetapi ketika ia mendekap saya dan memberikan motivasi yang kuat, maka perasaan gugup berganti dengan perasaan bangga, damai, dan suka cita.

“Engkau pasti jadi orang baik dan berpendidikan baik. Saya perhadapkan engkau dengan tantangan paling berat, namun engkau tidak patah. Engkau tetap pergi ke sekolah.”

Sejak itulah saya berkesimpulan bahwa di dalam kurang ajar seorang guru ada hal terbaik pula yang berguna bagi masa depan anak bangsa.

Diri saya saat ini telah menjadi contoh. Dipermalukan di depan kawan-kawan dengan tusuk paha, dimarahi, dan kena pukul terus di sekolah, namun saya bertahan dan selalu melihat nilai positifnya.

Saya tidak bilang bahwa saya sudah hebat. Karena saya tetap pada prinsip: sehebat-hebatnya saya tentu ada yang lebih hebat. Jika ada yang menilai bahwa saya bisa, maka hal itu dapat terjadi karena dukungan orang lain, tidak terkecuali dukungan doa guru kurang ajar lewat ucapannya yang sederhana:
“Engkau pasti jadi orang baik dan berpendidikan baik.”

Ketika saya tamat SMA Anda Luri dan akan pergi kuliah di Kupang, guru kurang ajar itu datang di rumah. Ia membawa seekor ayam taji dan satu lembar kain.

Mama saya bertanya tentang maksud guru dengan bawaannya. Ia tidak menjawab pertanyaan, tetapi ia minta piring kosong. Saya bergegas ambil dan berikan piring kepada guru saya.

Di atas piring itulah ia menaruh sirih pinang dan kain. Mama saya yang duduk agak menjauh ia panggil duduk di samping saya yang sudah ambil posisi di depan guru.

Ia meletakkan piring di pangkuan saya dengan pesan-pesan budaya yang sarat makna.

“Saya berdoa supaya engkau jago sama dengan ayam jago ini. Selubungi dirimu dengan kain ini supaya engkau sehat selalu dan senantiasa menang dari berbagai cobaan dan kesulitan.”

Ketika itu saya sangat terharu, menangis, dan berpasrah diri dalam pelukan. Saya mencium tangannya dan minta ampun ulang-ulang. Tidak menyangka guru yang telah saya vonis guru kurang ajar ternyata luar biasa doa dan perhatiannya.

Seiring waktu saya berhasil meraih gelar sarjana, lulus tes PNS dan ditempatkan sebagai guru bahasa Indonesia pada SMA Negeri 1 Waikabubak, Sumba Barat, NTT.

Mendengar kabar, entah dari siapa, bahwa saya sudah pulang Sumba, guru kurang ajar itu datang lagi dengan bawaan yang sama: satu ekor ayam taji dan satu lembar kain.

Secara budaya ia datang bersyukur dan berbagi bahagia karena doanya Tuhan kabulkan.

Mengenang kembali penderitaan dengan berbagai macam kesulitan finansial di Kupang tetapi bisa selesai karena doa banyak orang yang Tuhan kabulkan, maka kedatangan guru saya itu membuat saya terharu sekali.

Saya terharu bahagia, bangga, dan bersuka cita sebab guru yang benar-benar dinilai banyak pihak sebagai guru kurang ajar ternyata peduli amat dalam kehidupan saya sebagai mantan murid.

Terima kasih Guruku. Terima kasih Bapak Guru Enos Bili Wunda. Di akhir naskah ini saya berani menyebut namamu karena saya percaya doamu, Bapak Guru, yang membuat saya berdiri bahagia sampai saat ini.

Semua perbuatan baikmu Tuhan timbang, dan saya yakin sekali, Tuhan menyediakan tempat abadi nan indah dalam kerajaan surga. Amin.

Tambolaka, 17 Juli 2022

Keterangan:

1. Gaimo bokala ate, beige ngaa lakawa (jahat sekali mau makan anak)

2. Kaleku (tempat sirih pinang)

Profil Penulis

Aster Bili Bora_01
Aster Bili Bora

Aster Bili Bora lahir di Sumba Barat, 28 Oktober 1958. Tamatan SDK Pasono Bendu 1971, SMPK Kalembu Weri 1974, SMAK Anda Luri 1977, Pendidikan S1 Bahasa dan Seni FKIP Undana Kupang 1983. Guru SNAKMA Negeri Kupang 1982-1986, SMA Negeri 1 Waikabubak 1986-2000, Kepala SMA Negeri 1 Loura 2000-2007, Koordinator Pengawas 2007-2013.

Pensiun dini dari PNS dan terjun dalam politik sebagai calon DPRD Provinsi 2013.

Penulis yang berbakat organisasi ini terpilih sebagai ketua PGRI Kabupaten Sumba Barat Daya dua periode (2008-2020), Wakil Ketua PGRI Sumba Barat Daya 2020-2025, Pembina Yayasan Pendidikan PGRI 2008-2025.

Pendiri SMA PGRI Tambolaka 2013, SMP PGRI Mandungo 2016, dan pendiri Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PRIMA BUDI 2016, Penasihat dan penggagas Asosiasi Peternak Unggas Sumba Barat Daya 2022.

Dalam kegiatan menulis, awalnya sebagai jurnalis 1979-1986. Setelah diangkat jadi PNS, ia menghabiskan waktu luangnya dengan menulis. Karya-karyanya berupa Opini, Esai, puisi, dan cerpen dimuat di surat kabar dan majalah, antara lain: Harian: Tegas Ujung Pandang, Suara Karya Jakarta, Pos Kupang, Timor Expres Kupang, Victorynews Kupang, majalah: Fakta Jakarta, Femina Jakarta, Hidup Jakarta, expontt.com, dan satusumba.com.

Antologi cerpennya: Bukan sebuah jawaban (1988), Matahari jatuh (1990), dan Bilang saja saya sudah mati ( 2022).

Antologi cerpennya yang juga segera akan terbit berjudul: Laki yang terbuang dan Lahore.

Lima karya puisi dari penulis ini juga dimuat dalam Antologi bersama 51 penyair NTT pada tahun 2018 dengan judul: Seruling Perdamaian dari Bumi Flobamora, dua cerpen dalam antologi bersama dengan judul Tanah Langit NTT tahun 2021, dan antologi esai bersama 32 pengarang dengan judul: Gairah Literasi Negeriku tahun 2021, Gairah Literasi Mencerahkan Hati tahun 2022. Karya novel yang sedang dalam persiapan berjudul: Laki yang kesekian-sekian.*

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved