Breaking News

Berita Pendidikan

Menguak Terancam Punahnya Tradisi Tato Tradisional Suku Timor Dawan

Menguak Terancam Punahnya Tradisi Tato Tradisional Suku Timor Dawan Tato dalam perspektif budaya suku Timor Dawan menjadi salah satu bentuk kesenian

Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG.COM/ CHRISTIN MALEHERE
TATO - Peneliti, Fransisco de. Kr. A. Jacob saat memaparkan materi Ba Omong Hasil Riset (BaSilet) yang digelar oleh Timor Indikator di CAFEin Kantor Dekranasda NTT, Jumat 15 Juli 2022 malam 

Menguak Terancam Punahnya Tradisi Tato Tradisional Suku Timor Dawan 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Christin Malehere

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tato dalam perspektif budaya suku Timor Dawan menjadi salah satu bentuk kesenian, kreativitas, dan identitas diri atau suku dan golongan tertentu.

Namun hingga kini tradisi Tato terputus dan punah serta hanya masyarakat berusia di atas 90 tahun pada beberapa wilayah tertentu di pedalaman Pulau Timor yang masih memilikinya.

Sedangkan masyarakat berusia kurang dari 60 tahun tidak lagi menggunakan tato bahkan nyaris punah karena berbagai faktor penyebab hingga memaksa masyarakat tidak memakai tato yang dianggap kafir atau orang tidak beragama.

Demikian hasil penelitian Riset dari Fransisco de. Kr. A. Jacob saat memaparkan materi Ba Omong Hasil Riset (BaSilet) yang digelar oleh Timor Indikator di CAFEin Kantor Dekranasda NTT , Jumat 15 Juli 2022 malam.

Baca juga: Raja Suku Boti Terima Kapolres TTS dan Rombongan Penuh Sukacita

Fransisco Jacob yang akrab disapa Chiko mengatakan berdasarkan riset selama tiga bulan di pedalaman Timor di wilayah Kabupaten Kupang, TTS, dan TTU menemukan penyebab hilangnya tradisi tato tradisional karena sejumlah faktor seperti pengaruh agama yang dibawa oleh bangsa Eropa saat menjajah Indonesia.

"Bangsa Eropa membawa pengaruh agama Kristen dan Katolik yang memaksa masyarakat pedalaman yang semula memiliki kepercayaan tradisional berupa Halaik mulai ditinggalkan dan beralih menganut kepercayaan agama Kristen dan Katolik hingga sekarang, bahkan budaya tato tradisional dianggap kafir," jelas Chiko.

Faktor lainnya berupa akses pendidikan yang melarang masyarakat bertato untuk sekolah, sehingga masyarakat harus memilih antara mendapatkan pendidikan atau meneruskan tradisi tato tradisional.

"Setiap anak yang hendak mendaftar ke sekolah tidak boleh memiliki tato dan perlakuan diskriminasi bagi masyarakat yang mempunyai tato pada di tubuhnya, sehingga tradisi tato secara perlahan mulai ditinggalkan," tambah Chiko.

Selain itu, pemerintah bersama aparat keamanan negara juga berkontribusi mengintimidasi masyarakat dengan berbagai cara untuk meninggalkan tradisi tato termasuk ancaman tidak mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai negeri, bahkan tidak mendapatkan bantuan sosial.

Pihaknya berpesan kepada para generasi milenial dan pegiat tato agar terus kembangkan kreativitas karena tato itu seni dan tidak ada kaitannya dengan aliran kafir.

"Pada dasarnya tato menunjukkan identitas dan lambang budaya dari satu masyarakat tertentu, dan tidak ada kaitannya dengan kafir, sehingga kaum milenial jangan pesimis karena tato tidak menjadi penghalang untuk berkarya dan mengembangkan kreativitas," pungkasnya.

Salah satu peserta diskusi, Bernard mengaku senang dengan materi diskusi terkait Tato Tradisional di masyarakat Pedalaman Pulau Timor dan menjadi pengetahuan baru bagi dirinya kaum milenial yang senang akan tato.

"Materinya sangat menarik terutama bagi kami para generasi milenial bahwa tato sudah menjadi tradisi turun-temurun dari nenek moyang, bahkan tato tradisional jauh berbeda makna dan penggunaannya dari tato modern, sebab untuk sekarang ini tato hanya dipandang sebagai karya seni dan hobi," ujarnya. (CR14)

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved