KKB Papua
Alex Sobel Gelar Pertemuan di Parlemen Inggris, Benny Wenda Serukan Tarik Militer dari Papua Barat
Upaya Benny Wenda agar Papua terlepas dari NKRI ini, satu di antaranya adalah dengan menghadiri pertemuan di Parlemen Inggris 14 Juni 2022
Penulis: Hasyim Ashari | Editor: Hasyim Ashari
POS-KUPANG.COM - Benny Wenda terus bergerilya mencari dukungan di luar negeri untuk kemerdekaan Papua.
Sementara di Papua sendiri, Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua juga tak kenal lelah menebar ancaman tidak hanya untuk warga sipil namun juga aparat TNI dan Polri.
Upaya Benny Wenda agar Papua terlepas dari NKRI ini, satu di antaranya adalah dengan menghadiri pertemuan di Parlemen Inggris 14 Juni 2022.
Dalam unggahan akun Facebook Free West Papua Campaign 15 Juni 2022, disebutkan pertemuan di Parlemen Inggris pada 14 Juni 2022 itu digelar di Dewan Rakyat/Plemen UK.
Pertemuan diselenggarakan oleh Anggota Parlemen Inggris, Ketua Parlemen Internasional untuk West Papua ( IPWP ), Alex Sobel MP
Hadir sebagai pembicara dalam pertemuan itu antara lain Benny Wenda, Gorka Elejabarrieta, Jennifer Robinson.
Baca juga: Pemerintah Sementara Papua Gelar Rapat, Ada Benny Wenda dan Senator Spanyol Gorka Elejabarrieta
Dalam pemaparannya, Benny Wenda melontarkan beberapa isu terkait dengan Papua. Termasuk tentang keberadaan aparat militer di sana.
Berikut point-point yang disampaikan Benny Wenda:
SInggung Ayah
Benny Wenda mengumumkan dan memberi hormat atas meninggalnya ayah pendiri, Jakob Prai.
Jakob Prai dinilai sebagai pejuang kemerdekaan terkemuka dan karismatik.
Benny Wenda juga menyinggung sosok Ibu Panggrasia Yeem.
Termasuk memperingati peringatan 11 tahun meninggalnya Bapak Mako Tabuni.
Benny Wenda menyebut Mako Tabuni dibunuh oleh polisi Indonesia dan agen intelijen rahasia.
Tidak hanya itu, Benny Wenda juga menyerkan kembali soal isu Papua Barat.
Baca juga: Kominfo Blokir Media Propaganda Pentolan KKB Papua Benny Wenda
Ia mendesak pemerintah Inggris menyerukan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk mengunjungi Papua Barat
Benny Wenda juga meminta agar jurnalis internasional diizinkan masuk ke Papua Barat.
Selain itu, ia juga medesak pemerintah agar menarik militer dari Papua Barat.
Sementara terkait dengan kondisi alam Papua Barat, Benny Wenda menawarkan Visi Green State untuk memulihkan krisis daratan, lautan, hutan, dan iklim yang telah hancur di Papua Barat.
Biodata Benny Wenda
Merjuk pada Wikipedia, Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Irian Jaya.
Ia adalah pemimpin kemerdekaan Papua Barat dan Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (bahasa Inggris: United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)).
Dia adalah pelobi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat dari Indonesia. Dia tinggal di pengasingan di Inggris Raya.
Pada tahun 2003 dia diberikan suaka politik oleh pemerintah Inggris setelah dia melarikan diri dari tahanan saat diadili.
Ia telah bertindak sebagai perwakilan khusus rakyat Papua di Parlemen Inggris, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Parlemen Eropa.
Baca juga: Bos KKB Papua Tawar Solusi Damai, Benny Wenda Ajak Jokowi Bahas Referendum Papua Barat
Pada 2017 ia diangkat sebagai Ketua untuk Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), sebuah organisasi baru yang menyatukan tiga organisasi politik utama yang memperjuangkan separatis Papua Barat.
Biografi Benny Wenda
Sekitar tahun 1970, Wenda muda hidup di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat.
Di sana, dia hidup bersama keluarga besarnya. Mereka hidup dengan bercocok tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, "hidup damai dengan alam pegunungan".
Sampai satu saat sekitar tahun 1977, ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer.
Saat itu, Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji. Benny menyebut di situsnya, salah satu dari keluarga menjadi korban hingga akhirnya meninggal dunia.
Wenda mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua.
Tak ada yang bisa merawatnya sampai peristiwa pilu itu berjalan 20 tahun kemudian. Saat itu, keluarganya memilih bergabung dengan NKRI.
Kondisi demikian, harus diterima dan dihadapi Wenda. Tetapi rupanya, dia berusaha melawan pilihan orang-orang dekatnya.
Baca juga: Profil Alex Sobel Rekan Benny Wenda di Parlemen Inggris yang Mendukung Papua Barat Merdeka
Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut kemerdekaan dari Indonesia kembali bergelora.
Saat itu, Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara sebagian masyarakat Papua.
Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia, termasuk otonomi khusus.
Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain.
Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua. Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay meninggal.
Wenda terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Pertentangan Wenda berbuntut serius. Dia kemudian dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Selama di tahanan, Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius.
Dia dituduh berbagai macam kasus, Salah satunya disebut melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.
Baca juga: Kenang Dua Pejuang Papua Merdeka, Benny Wenda: Mimpi Tentang Kemerdekaan Hidup di Hati Saya
Kasus itu kemudian di sidang pada 24 September 2002. Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum.
Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Wenda dikabarkan berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002.
Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik.
Sejak tahun 2003, Benny dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.
Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan red notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air.
Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut.
Pencabutan red notice dilakukan oleh Interpol atas pertimbangan politis.
Pada 17 Juli 2019, Benny Wenda mendapatkan Oxford Freedom of the City Award dari Dewan Kota Oxford.