KKB Papua

Pentolan KKB Papua Benny Wenda Sebut Indonesia Membom Papua Barat Pakai Amunisi Eropa

"Sekarang kami memiliki bukti bahwa Indonesia diam-diam membom Papua Barat dengan amunisi yang mereka beli di Eropa."

Penulis: Alfons Nedabang | Editor: Alfons Nedabang
FOTO MORNING STAR
BENNY WENDA - Presiden Sementara Pemerintahan ULMWP Benny Wenda saat tampil di Inggris tahun 2019. Saat pidato di Parlemen Inggris Rabu 14 Juni 2022, Pentolak KKB Papua Benny Wenda menyerukan PBB masuk ke Papua Barat. 

POS-KUPANG.COM - Pentolan KKB Papua Benny Wenda menuding Indonesia mengubah senjata yang dibeli dari Serbia untuk membantai warga Papua Barat.

Presiden Sementara Gerakan Pembebasan Papua Barat atau Interim President United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) juga mengatakan bahwa Indonesia secara diam-diam membom Papua Barat dengan amunisi yang dibeli dari Eropa.

Benny Wenda menyampaikan hal itu di Parlemen Inggris pada Rabu 14 Juni 2022. Benny Wenda hadir bersama International Parliamentarians for West Papua (IPWP), dilansir dari ulmwp.org.

Para petinggi IPWP yang hadir, di antaranya Ketua IPWP Alex Sobel, Pernando Barrena (MEP dari Negara Basque), Jen Robinson (Pengacara HAM dan pendiri International Lawyers for West Papua) dan Carles Puigdemont (MEP dan mantan Presiden Pemerintah Catalonia).

"Selama bertahun-tahun kami telah berteriak dan berteriak bahwa Indonesia telah membom kami. Kami telah menunjukkan kepada dunia bom yang mereka jatuhkan pada kami, tetapi kami telah diabaikan," kata Benny Wenda dengan lantang.

Baca juga: Benny Wenda Bertemu Parlemen Inggris, Desak PPB Selidiki Kasus HAM Papua Barat

"Sekarang kami memiliki bukti bahwa Indonesia diam-diam membom Papua Barat dengan amunisi yang mereka beli di Eropa," tambahnya.

Mengutip laporan dari Conflict Armament Research, Benny Wenda mengatakan bahwa Indonesia mengubah senjata yang dibeli dari Serbia yang dimaksudkan untuk penggunaan sipil.

Menurut Benny Wenda, Indonesia memberi tahu dunia bahwa mereka melindungi hak asasi manusia di Papua Barat, tetapi ini bohong.

Karena pendudukan militer Indonesia, orang Papua Barat telah menjadi pengungsi di negara mereka sendiri. Ini terjadi di Papua Barat, di Nduga, di Intan Jaya, di Maybrat dan di Oksibil.

Rumah mereka telah ditempati, gereja mereka dibakar, anak-anak mereka tidak bisa sekolah karena militer menempati gedung sekolah mereka.

"Semua orang ketakutan: beberapa orang telah melarikan diri ke semak-semak, yang lain telah melintasi perbatasan ke Papua Nugini. 100.000 warga sipil Papua Barat telah mengungsi akibat operasi militer Indonesia dalam tiga tahun terakhir saja," ujar Benny Wenda.

Indonesia memberi tahu dunia bahwa mereka sedang mengembangkan Papua Barat, tetapi ini bohong. Ini bukan pembangunan tapi kehancuran. Penghancuran gunung kami, hutan kami, budaya suku kami.

Baca juga: Pidato Lengkap Pentolan KKB Papua di Parlemen Inggris, Benny Wenda Singgung Referendum Papua Barat

Operasi militer terus berlanjut di Intan Jaya karena Indonesia sedang membangun tambang emas di sana, Blok Wabu. Mereka membangun jalan raya trans Papua melalui hutan hutan kita karena mereka ingin mengambil sumber daya alam kita.

Alih-alih perusakan lingkungan ini, dunia harus mendukung Visi Negara Hijau kita, yang menawarkan masa depan bagi seluruh umat manusia.

Benny Wenda menyerukan kunjungan PBB ke Papua Barat untuk selidiki pelanggaran HAM yang mengerikan.

"Indonesia harus mengizinkan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia ke Papua Barat," kata Benny Wenda.

"Pemerintah China baru-baru ini mengizinkan Komisaris Tinggi ke Xinjiang untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia terhadap Uyghur. Mengapa Indonesia tidak melakukan hal yang sama?" tambah Benny Wenda.

Sebagai Presiden Sementara Pemerintahan ULMWP, Benny Wenda mengajukan empat tuntutan.

Pertama, Indonesia harus mengizinkan PBB untuk Hak Asasi Manusia ke Papua Barat.

Kedua, militer Indonesia harus segera mundur dari Papua Barat.

Ketiga, Indonesia harus mengizinkan media internasional masuk ke Papua Barat.

Baca juga: Egianus Kogoya Tolak Pembentukan Daerah Otonomi Baru, KKB Papua Incar Pejabat Pendukung DOB

Mereka harus menunjukkan kepada dunia genosida yang telah mereka sembunyikan selama 60 tahun.

Keempat, kami menuntut agar Inggris dan UE menghentikan semua investasi di Papua Barat sampai Indonesia mengizinkan PBB untuk Hak Asasi Manusia masuk ke wilayah tersebut.

"Akhirnya, Presiden Indonesia Jokowi harus duduk bersama saya untuk membahas referendum kemerdekaan yang dimediasi secara internasional. Saya telah menyerukan ini sejak 2019. Saya mengulangi panggilan saya lagi sekarang. Referendum kemerdekaan adalah satu-satunya solusi damai yang mungkin untuk masalah ini," kata Benny Wenda.

"Referendum bukan hanya tuntutan saya. Tuntutan ini juga datang dari Dewan Gereja-Gereja Papua Barat, yang mewakili keempat cabang agama Kristen di Papua Barat," tandas Benny Wenda.

Profil Benny Wenda

Siapa Benny Wenda? Berikut ini Profil Benny Wenda. Melansir wikipedia.org, Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Irian Jaya.  Dia adalah pelobi internasional untuk kemerdekaan Papua Barat.

Benny Wenda berada di Inggris Raya. Pada tahun 2003 dia diberikan suaka politik oleh pemerintah Inggris setelah melarikan diri dari tahanan saat diadili. Ia telah bertindak sebagai perwakilan khusus rakyat Papua di Parlemen Inggris, PBB, dan Parlemen Eropa.

Pada 2017, Benny Wenda diangkat sebagai Ketua ULMWP, sebuah organisasi baru yang menyatukan tiga organisasi politik utama yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat.

Sekitar tahun 1970, Benny Wenda muda hidup di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat. Di sana, dia hidup bersama keluarga besarnya.

Baca juga: Aktivis HAM Papua Ungkap Kejanggalan Tewasnya Bripda Diego, Danki Brimob KKB Papua Kerja Sama? 

Mereka hidup dengan bercocok tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, "hidup damai dengan alam pegunungan".

Sekitar tahun 1977, ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer. Saat itu, Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji.

Benny Wenda menyebut di situsnya, salah satu dari keluarga menjadi korban hingga akhirnya meninggal dunia.

Dia mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di Papua. Tak ada yang bisa merawatnya sampai peristiwa pilu itu berjalan 20 tahun kemudian. Saat itu, keluarganya memilih bergabung dengan NKRI.

Kondisi demikian, harus diterima dan dihadapi Wenda. Tetapi rupanya, dia berusaha melawan pilihan orang-orang dekatnya.

Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut kemerdekaan dari Indonesia kembali bergelora.

Saat itu, Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka) membawa suara sebagian masyarakat Papua.

Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia, termasuk otonomi khusus.

Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain. Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua.

Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay meninggal. Benny Wenda terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.

Baca juga: Kapolda Fakhiri Yakin KKB Papua Sulit Masuk Kawasan Tambang Emas Freeport

Pertentangan Benny Wenda berbuntut serius. Dia kemudian dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura. Selama di tahanan, Benny Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius.

Dia dituduh berbagai macam kasus. Salah satunya disebut melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun penjara.

Kasus itu kemudian di sidang pada 24 September 2002. Benny Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum.

Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Benny Wenda dikabarkan berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober 2002.

Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik.

Sejak tahun 2003, Benny dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.

Pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan red notice dan Surat Perintah Penangkapan Internasional untuk penangkapan Benny Wenda karena melakukan sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air.

Benny Wenda mengklaim, red notice itu sudah dicabut. Pencabutan red notice dilakukan oleh Interpol atas pertimbangan politis. Pada 17 Juli 2019, Benny Wenda mendapatkan Oxford Freedom of the City Award dari Dewan Kota Oxford. (*)

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved