Berita NTT Hari Ini

Hampir 99 Persen Kepesertaan BPJS Kesehatan Cabang Atambua adalah di Belu

BPJS Kesehatan dari segi penganggaran lebih mudah karena tinggal dihitung ada berapa jiwa di wilayah tersebut yang belum ber-JKN

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Atambua, dr Munaqib, M.M. bersama Host Manager Online Pos Kupang, Alfons Nedabang, Selasa, 14 Juni 2022 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kepala BPJS Kesehatan Cabang Atambua, dr Munaqib, M.M., mengungkapkan, BPJS Kesehatan Cabang Atambua menangani empat kabupaten yakni Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). 

"Nah memang dari empat kabupaten itu yang kepesertaannya sudah mencapai 98,44 persen atau hampir 99 persen penduduk adalah di Belu," kata Munaqib dalam Podcast Pos Kupang yang dipandu Host Manager Online Pos Kupang, Alfons Nedabang, Selasa, 14 Juni 2022. 

"Jadi di visi misi pak bupati menyebutkan Belu yang sehat, berkarakter dan kompetitif. Salah satunya, agar bisa terwujud kesehatannya itu maka kalau ada orang sakit di Belu, tidak boleh ada hambatan untuk mengakses pelayanan kesehatan," lanjut dia.  

Baca juga: Personel SAR Dapat Pelatihan Water Rescue di Labuan Bajo

Munaqib menjelaskan, karena sesuai dengan visi misi bupati dan wakil bupati Belu, tentunya harus disiapkan anggaran yang cukup untuk bisa menjamin masyarakatnya agar kalau sakit bisa mengakses layanan kesehatan tanpa ada hambatan, di seluruh Indonesia, artinya tidak hanya sekedar di Kabupaten Belu,

"Oleh karena itu dengan kajian - kajiannya, pak bupati memilih, waktu itu pak bupati memanggil kita, untuk memastikan bagaimana mewujudkan visi misi bupati dan wakil bupati agar masyarakat sehat," jelasnya.  

Dikatakan Munaqib, ketika diundang saat itu bukan untuk langsung mendapatkan layanan Universal Health Care (UHC). 

"Waktu itu dibilang bermacam skema akan dipelajari. Akhirnya kita jelaskan bahwa plusnya UHC itu ini minusnya ini kita sampaikan. Beliau juga waktu itu sempat berkunjung ke Komisi IX kalau nggak salah di DPR pusat kemudian ke Menkes juga ke BPJS Kesehatan. Setelah pulang dari kunjungan kerja waktu itu, diputuskan akhirnya bergabung dengan BPJS Kesehatan," terangnya. 

Baca juga: Bawaslu Manggarai Barat Gelar Apel Siaga Pengawasan Pemilu 2024

Menurut Munaqib, bergabung dengan BPJS Kesehatan dari segi penganggaran lebih mudah karena tinggal dihitung ada berapa jiwa di wilayah tersebut yang belum ber-JKN kemudian itu disiapkan anggarannya.

"Dari situ diketahui anggaran selama setahun sekian rupiah. Tapi kalau dengan biaya pelayanan kesehatan yang fee per service atau yang siapa sakit ditanggung, itu biasanya dari anggaran itu terlampaui. Misalnya dianggarkan 20 M untuk orang sakit se - Kabupaten Belu biasanya sampai Juli atau Agustus sudah habis anggaran segitu. Nah orang sakit kita nggak tahu. Sakitnya apa kita nggak tahu dan juga keuntungannya kalau dengan BPJS Kesehatan itu bisa berobat se-Indonesia. Orang Atambua datang ke Kupang aman. Tinggal tunjukkan KTPnya cukup karena KTPnya itu salah satu dari nomor identitas yang diperlukan apakah orang ini sudah terjamin oleh Jaminan Kesehatan Nasional atau belum. NIKnya itu bisa kelihatan. Jadi kalau di Atambua pengobatan gratis menggunakan KTP itu cukup menunjukkan NIK," bebernya. 

Lanjut dia, untuk anak - anak yang belum dewasa dan belum punya KTP tinggal menunjukkan NIK Kartu Keluarga (KK) karena meskipun belum dewasa peserta sudah aman dalam hal mengakses layanan kesehatan. 

Baca juga: Tembus 100 Ribu, Pemred Pos Kupang, Hasyim Ashari: Terimakasi Banyak Para Subscriber

Munaqib juga mengungkapkan, dari segi kepesertaan dari langkah luar biasa yang diambil oleh Pemda Belu, sejak 1 Agustus 2021 sampai saat ini hampir tidak ada persoalan untuk mengakses layanan kesehatan. 

"Sebenarnya kalau dikatakan UHC Belu itu yang dibiayai oleh pemerintah daerah sebenarnya hanya 60.000 dari jumlah penduduk 227.000," ungkap Munaqib. 

"Kenapa 60.000 jiwa bisa UHC? Karena di BPJS Kesehatan itu kepesertaan segmen yang bermacam - macam. Ada yang dari pemerintah pusat pembiayaannya dengan Provinsi, ada yang model gajian kayak kita yang pegawai, yang PPU namanya, pekerja penerima upah. Kan gaji tiap bulan dipotong tuh, 1 persen untuk pegawai, 4 persen untuk pemberi kerjanya, kemudian ada yang mendaftar sendiri. Jadi itu sebenarnya UHC bukan 227.000 dibiayai APBD semua," tambahnya. 

Baca juga: DPRD NTT Sambut Gembira dan Siap Dukung Pembangunan Jembatan Palmerah

Dikatakan Munaqib, yang dibiayai APBD cuma 60.000 jiwa tetapi itu cukup besar karena dikali Rp. Rp. 37.800 per bulan, per jiwa. 

"Sebenarnya Rp. 45.000 tapi bayarnya Pemda Rp. 37.800, sisanya pemerintah pusat yang bayar. Jadi sebenarnya di UHC ini pun peran pemerintah pusat sangat signifikan," tandasnya.

Munaqib yakin dan optimis seluruh daratan Timor dan NTT, jika ada komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder maka bisa UHC semua dengan total penduduk di NTT yang berkisar 5.4 juta jiwa. 

Munaqib menjelaskan, jika di suatu daerah jumlah total penduduknya sudah diatas 95 persen yang ber-JKN dengan seluruh segmen yang ada, penerima bantuan iuran (PBI) APBD, PBI APBN, pekerja penerima upah, bukan pekerja dan peserta mandiri yang mendaftar sendiri, jika mencapai 95 persen lebih maka dikatakan UHCnya tercapai. 

Baca juga: Indeks Pertumbuhan Manusia Pemkot Kupang Tahun 2020-2021 Alami Peningkatan

"Nah yang menarik di Belu itu pak bupati bilang mau UHC saya tawar, pak bupati saya mohon izin 98 (persen) karena saya punya hitung - hitungan sendiri. PBI JK, PBI APBN yang dibiayai oleh pemerintah pusat dengan provinsi itu sewaktu waktu bisa dinonaktifkan sebagian. Sebenarnya memang persyaratannya 95 persen UHC itu tapi kalau penonaktifannya ini cukup banyak istilahnya sampai 20.000 itu kan sudah 1 persen dari penduduk Belu. Ini nanti 95 turun ke 94 sudah nggah UHC lagi," jelas Munaqib. 

"Jadi artinya UHC itu dengan keistimewaan tidak ada hambatan untuk mengakses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduknya di situ, sakit saat itu bagi orang yang belum punya JKN, ikut program ini langsung aktif saat itu kepesertaannya sehingga dapat langsung mengakses pelayanan kesehatan. Nah kalau ini ke 94 persen penduduk yang ber-JKN karena ada penonaktifan dari segmen PBI JK tadi itu maka sudah nggak UHC lagi. Resikonya hak untuk keistimewaan tadi itu dicabut meskipun tidak serta merta ada jeda waktu tiga bulan untuk mengembalikan lagi," tambahnya. (*)

Berita NTT Hari Ini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved