Polemik Bendungan Kolhua
Warga Kolhua Kecewa Gubernur NTT Berubah Sikap Dukung Pembangunan Bendungan Kolhua
Sebelumnya ada kesepakatan antar warga dan anggota DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat yang kini menjabat Gubernur NTT.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Penolakan terhadap rencana pembangunan Bendungan Kolhua disampaikan masyarakat secara tegas dalam forum sosialisasi yang diselenggarakan Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II dan Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang. Kegiatan sosialisasi digelar di Aula El Tari Kantor Gubernur NTT, Kamis 7 April 2022.
Warga Kelurahan Kolhua Kota Kupang, Maksi Melianus Wuafena mengatakan, sebelumnya ada kesepakatan antar warga dan anggota DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat yang kini menjabat Gubernur NTT.
Maksi mengaku menolak rencana pembangunan Bendungan Kolhua sejak tahun 2013. Dia mengaku kecewa dengan Gubernur Viktor yang kini justru mendukung pembangunan Bendungan Kolhua.
"Saya ikut berjuang sejak tahun 2013 untuk menolak pembangunan Bendungan Kolhua. Kami sudah capek, yang mendukung kami untuk menolak adalah pak Viktor Bungtilu Laiskodat,” tandasnya.
“Kami dibawa sampai ketemu dengan Komisi V DPR RI dan Komnas HAM. Saya sakit, kalau sekarang Gubernur yang bersurat untuk melakukan pembangunan Bendungan Kolhua. Sampaikan salam untuk Gubernur," tambah Maksi.
Baca juga: Pemkot Kupang dan BWS Nusa Tenggara II Sosialisasi Pembangunan Bendungan Kolhua
Menurut Maksi, kehadiran Bendungan Kolhua bisa menyebabkan genangan di area pemukiman sehingga mengakibatkan korban jiwa. Begitu juga dengan beberapa situs sejarah leluhur yang akan hilang bila pembangunan tetap dipaksakan untuk dilakukan.
"Sampai kapan pun kami menolak pembangunan itu," tegas Maksi.
Dia mengusulkan pemindahan lokasi lain. Setelah menyampaikan keluhannya, Maksi beranjak keluar ruangan.
Hal senada disampaikan Edward, warga Kolhua lainnya. Dia khawatir pembangunan Bendungan Kolhua tidak mengakomodir kepentingan masyarakat setempat.
Menurutnya, masyarakat punya pengalaman pahit ketika memberikan tanah untuk pembangunan pasar. Warga setempat justru tidak menempati pasar itu, bahkan area sekitar pun tidak bisa digunakan.
Edward mengatakan, kalaupun pembangunan tetap dilakukan, maka keberpihakan harus ada pada masyarakat setempat. Marsel Tanaf, pun menyampaikan hal serupa. Dia khawatir makam leluhur yang ada di kawasan pembangunan akan hilang.
Baca juga: Serap Aspirasi Masyarakat, BWS Nusa Tenggara II: Pemilik Lahan Bendungan Kolhua Dapat Ganti Rugi
Mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi NTT Piter Djami Rebo mengingatkan pentingnya kejelasan informasi yang disampaikan sehingga harus benar-benar diresapi oleh masyarakat. Tujuannya agar informasi itu tidak bias dan menimbulkan gejolak.
Menurut Djami Rebo, informasi yang disampaikan itu bisa berkaitan dengan dampak pembangunan hingga rencana awal. Penyampaian informasi secara gamblang ke masyarakat, baginya merupakan kunci utama.
Di tempat lain, lanjut Djami Rebo, persoalan ini merupakan pendekatan antar pemerintah atau pelaksana dengan masyarakat. Jika pendekatan yang dilakukan dengan baik, detail maka polemik demikian
"Dia menjadi krusial karena informasinya kurang jelas, terapi kalau informasi itu jelas pasti masyarakat akan menerima," katanya.
Pada tiap tahap pembangunan, masyarakat ditempat itu bisa dilibatkan dengan penyampaian dan duduk bersama masyarakat dan pelaksana. Dia menyakini kalau informasi yang disampaikan itu lengkap dan jelas, maka masyarakat tentu akan menerima. (fan)
