Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Minggu 3 April 2022 : Belas Kasih Allah Vs Arogansi Manusia
Hukum Taurat menggariskan, yang mesti dihukum dalam kasus ini adalah perempuan dan laki-laki (Im 20:10). Tapi hanya perempuan yang dibawa kepada Yesus
Renungan Harian Katolik, Minggu 3 April 2022, Minggu Prapaska V : Belas Kasih Allah Vs Arogansi Manusia (Yes 43: 16-21;Flp 3: 8-14;Yoh 8: 1-11)
Oleh: RP. Steph Tupeng Witin SVD
“Perempuan itu membangun surga dalam genangan air mata
Menciptakan sungai sejarah: sepanjang abad!..”
Dua baris akhir puisi “Perempuan Berdosa” karya Dorothea Rosa Herliany merefleksikan sosok perempuan dalam Injil hari ini. Seorang wanita digelandang oleh para ahli Taurat dan orang Farisi ke hadapan Yesus.
Mereka meminta dukungan Yesus agar wanita itu dilempari batu sesuai hukum Taurat. Sebuah momen yang membuka mata karena sikap Yesus sungguh di luar perhitungan para ahli Taurat dan kaum Farisi itu.
Hukum Taurat menggariskan bahwa yang mesti dihukum dalam kasus ini adalah perempuan dan laki-laki (Im 20:10). Tapi hanya perempuan yang dibawa kepada Yesus.
Penelitian Ekseget Craig Keener dalam buku The Gospel of John: A Commentary (736) menunjukkan fakta perempuan-perempuan yang dieksekusi mati pada zaman Perjanjian Baru dengan alasan perzinahan.
Orang Yahudi tidak mendapatkan otoritas untuk mengeksekusi mati seseorang. Hukum Kekaisaran Romawi pun tidak ada peraturan eksekusi mati karena zinah.
Eksekusi mati terhadap perempuan-perempuan sengaja dilakukan dengan liar dan terlihat seperti kekerasan jalanan. Tidak ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
Kekaisaran Romawi pun hanya menangkap penggerak di belakang massa yang mengeksekusi mati perempuan-perempuan ini dengan alasan keamanan.
Inilah alasan mereka menghadapkan perempuan itu kepada Yesus. Ahli Taurat dan orang-orang Farisi menempatkan Yesus dalam dilema. Jika Yesus mengikuti Hukum Musa, Ia akan kehilangan reputasi-Nya sebagai orang yang berbelas kasih, teman para pemungut cukai dan sahabat orang berdosa.
Konteks politik Romawi, menaati hukum Musa memiliki muatan politis yang besar. Pelaksanaan hukum Kerajaan Israel akan membuat orang Romawi merasa terancam.
Membangkitkan peraturan bangsa jajahan adalah tindakan pengkhianatan dan makar jika dilihat dari sudut pandang penjajah.
Tetapi jika Yesus tidak bertindak, mereka akan menuduh Dia takut dan lebih ingin berkolusi dengan penjajah Romawi. Dia melanggar hukum Musa demi menaati pemerintahan kafir. Semua itu menjadi argumen licik untuk menyalahkan Yesus (Yoh 8: 6).