Perang Rusia Ukraina
Warga Rusia Mulai Ketakutan, Obat Anti Depresi dan Pil Tidur Diborong, Ada Apa?
Aksi invasi Rusia ke Ukraina juga berdampak pada warga Rusia. Sanksi ekonomi dari barat membuat ekonomi negara tersebut ikut terpuruk
POS KUPANG.COM -- Aksi invasi Rusia ke Ukraina juga berdampak pada warga Rusia.
Sanksi ekonomi dari barat membuat ekonomi negara tersebut ikut terpuruk
Hingga warga Rusia bergegas menimbun pil antidepresi, pil tidur dan kontrasepsi di antara produk-produk lainnya sejak konflik di Ukraina dimulai. Hal itu tampak pada data yang dirilis pada hari Kamis (2/3/2022).
Melansir Reuters, data menunjukkan, banyak warga Rusia membeli obat-obatan untuk cadangan sebulan hanya dalam kurun waktu dua minggu.
Baca juga: Jadi Perantara Perundingan Damai Rusia Ukraina, Bos Chelsea Roman Abramovich Keracunan?
Meskipun jajak pendapat resmi menunjukkan sebagian besar warga Rusia mendukung keputusan Presiden Vladimir Putin untuk mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina, media sosial, wawancara dan data anekdot menunjukkan banyak warga Rusia telah tertekan oleh beratnya sanksi yang dijatuhkan pada Moskow oleh Barat. Sanksi ditujukan agar Rusia menarik pasukannya dari Ukraina.
Di lain sisi, banyak merek asing telah mengumumkan bahwa mereka menangguhkan operasi mereka atau keluar dari Rusia. Selain itu, nilai tukar rubel terhadap dolar telah merosot secara dramatis, dan harga untuk banyak produk sehari-hari telah melonjak sejak 24 Februari ketika Putin mengumumkan apa yang disebutnya "operasi khusus" di Ukraina.
Baca juga: Kabar Gembira, Rusia Siap Batalkan Permintaannya Agar Ukraina Didenazifikasi
"Saya sendiri menggunakan L-tiroksin karena saya memiliki masalah dengan kelenjar tiroid saya, jadi saya meminumnya setiap hari dan saya khawatir tentang itu," kata Valentina, seorang warga Moskow.
"Itulah mengapa saya membeli persediaan itu selama beberapa bulan sebelumnya karena saya khawatir apakah saya akan dapat menemukannya di apotek nanti. Di mana-mana permintaan obat ini tinggi," tambahnya.
Data penjualan yang dikumpulkan oleh perusahaan analitik DSM Group untuk surat kabar harian Vedomosti menunjukkan, warga Rusia telah membeli 270,5 juta obat di apotek dari 28 Februari hingga 13 Maret seharga 98,6 miliar rubel (US$ 1,04 miliar).
Baca juga: Banyak Tentara Bayaran Rusia Menuju Ukraina saat Serangan Rusia Terhenti
Itu hampir sebanding dengan data penjualan untuk seluruh bulan Januari ketika orang Rusia membeli 288 juta item di apotek seharga 100 miliar rubel.
Data terbaru, yang tidak menyebutkan merek tertentu, menunjukkan peningkatan permintaan obat-obatan produksi luar negeri serta produk buatan Rusia juga meningkat.
Secara khusus, hal ini menunjukkan peningkatan tajam permintaan antidepresan, obat tidur, insulin, kanker dan obat jantung, hormon dan kontrasepsi.
"Itu adalah sinyal ketakutan," jelas Sergei Shulyak, direktur umum DSM Group, perusahaan yang mengumpulkan data, kepada Reuters.
Baca juga: Perang Rusia vs Ukraina: Situasi Memburuk, Indonesia Siap Beri Bantuan Kemanusiaan Rakyat Ukraina
"Ketakutan pertama adalah segalanya bisa menjadi lebih mahal dan ketakutan kedua adalah obat-obatan yang mereka butuhkan tidak akan tersedia dalam beberapa waktu. Ketakutan itu menggerakkan orang. Mereka mengantre di apotek dan membeli semuanya," paparnya.
Shulyak, yang mengatakan apa yang dia sebut "histeria" telah terjadi. Dia mengatakan sekarang ada kekurangan sementara pasokan sejumlah obat-obatan.