Berita NTT Hari Ini

Bantu Atasi Stunting di NTT, Tanoto Foundation Latih Para Bidan

pelatihan yang hampir sama juga akan diberikan oleh Tanoto Foundation agar angka stunting di NTT khususnya di TSS turun

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Eddy Henry  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Tanoto Foundation salah satu filantropi independen membantu Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dalam percepatan penanganan kasus stunting atau kekerdilan di Kabupaten Timor Tengah selatan (TTS) dengan memberikan pelatihan kepada para bidan di daerah itu.

Head of Early Childhood Education and Development (ECED) di Tanoto Foundation, Eddy Henry kepada wartawan di Kupang, Senin 28 Maret 2022 mengatakan,  para bidan tersebut disebut dengan tim pendamping keluarga (TPK) yang dibentuk oleh BKKBN.

Menurut Henry, tahun ini pihaknya fokus pada penanganan stunting dan bekerja sama dengan BKKBN.

"Untuk NTT tahun ini kita baru mulai fokus pada penanganan stunting, bekerja sama dengan BKKBN. Tetapi secara nasional sebelumnya kita sudah bantu penanganan stunting nasional yang dampaknya untuk NTT juga,"  kata Henry.

Baca juga: Angka Stunting 20,9 persen, Wabup Sumba Timur Melo Wadu: Semua Dinas Harus Ikut Terlibat

Dijelaskan, salah satu bentuk percepatan penanganan stunting di Kabupaten TTS adalah pihaknya pada tanggal 24-26 Maret lalu sudah memberikan pelatihan kepada para TPK tersebut.

Untuk tahap pertama pelatihan tersebut pihaknya melatih bagaimana memberikan makanan tambahan bagi balita dan masih ada pelatihan lain sehingga para kader -kader tersebut sebagai penyuluh yang mumpuni.

Lebih lanjut dikatakan, untuk tahap berikutnya pelatihan yang hampir sama juga akan diberikan oleh Tanoto Foundation agar angka stunting di NTT khususnya di Kabupaten TTS itu bisa terus mengalami penurunan.

"Dalam pemberian pelatihan di TTS itu ada tiga komponen yakni bidan desa, kader bidan serta kader KB," katanya.

Baca juga: Begini Tanggapan Pengamat Ekonomi James Adam Terkait Dampak Cabut HET Migor

Henry menyadari bahwa berdasarkan laporan BKKBN angka stunting di kabupaten TTS memang sangat mengkhawatirkan dan paling tinggi saat ini di NTT.

Karena itu, lanjutnya,  pihak Tanoto Foundation fokus di kabupaten tersebut terlebih dahulu baru lanjut ke kabupaten lainnya di NTT yang berdasarkan laporan BKKBN masuk dalam zona merah.

Henry mengatakan bahwa keberadaan Tanoto Foundation sendiri adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menurunkan angka stunting di NTT walaupun baik pemerintah, NGO lainnya sudah membantu penurunan angka stunting di NTT.

"Memang target Presiden agar angka stunting Indonesia ditargetkan 14 persen pada 2024 sangat ambisius. Dan ini juga kita perlu lihat juga dengan jumlah penduduknya," ujar Henry.

Dikatakan, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, di NTT terdapat 15 kabupaten kategori merah karena angka kekerdilan di atas 30 persen, seperti Kabupaten-kabupaten TTS, TTU,  Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kupang, dan Rote Ndao.

Selain itu, Kabupaten Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata, dan Malaka. Bahkan, TTS dan TTU tercatat angka prevalensi di atas 46 persen.

Dikatakan, sebanyak lima di antara 15 kabupaten di NTT itu, masuk 10 besar daerah dengan angka prevalensi kekerdilan tertinggi di Indonesia dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan kekerdilan. Kelima kabupaten tersebut, TTS peringkat pertama, TTU peringkat kedua, Alor peringkat kelima, Sumba Barat Daya peringkat keenam, dan Manggarai Timur peringkat kedelapan.

BKKBN menyebutkan tujuh kabupaten/kota kategori kuning dengan angka kekerdilan antara 20-30 persen, di antaranya Ngada, Sumba Timur, Nagekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang, serta Flores Timur.(*)

Berita  NTT Hari Ini

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved