Berita NTT Hari Ini

Awasi Pelaksanaan UU Wilayah Negara, Komite I Kunker ke NTT

Kunker untuk mendapatkan masukan dan evaluasi terkait pelaksanaan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Penulis: Paul Burin | Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/HO-DPD RI
FOTO BERSAMA - Gubernur NTT, Viktor Laiskodat foto bersama anggota DPD RI di sela-sela pertemuan itu, Senin 28 Maret 2022 

Laporan Wartawan POS-KUPANG.COM, Paul Burin

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Komite I DPD RI melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Kupang, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin, 28 Maret 2022. Kunker dalam rangka pengawasan pelaksanaan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Kunker dipimpin Wakil Ketua Komite I yang juga anggota DPD RI asal Papua Barat,  Filep Wamafma. Ada 13 anggota Komite I yang ikut Kunker, termasuk anggota DPD asal NTT,  Abraham Liyanto sebagai tuan rumah. 

Kunker berupa pertemuan dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Daerah NTT dan unsur Forkompinda. Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menerima langsung rombongan Komite I DPD, termasuk memimpin langsung pertemuan terkait masalah perbatasan. 

Anggota DPD Abraham Liyanto mengemukakan Kunker untuk mendapatkan masukan dan evaluasi terkait pelaksanaan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Komite I ingin mengetahui mana yang kurang dan mana yang sudah bagus dari pelaksanaan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. 

"Itu sebagai bahan bagi kami untuk merevisi UU tersebut," kata Abraham. 

Ia menjelaskan,  beberapa tahun belakangan, pemerintah telah memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan wilayah perbatasan. Nuansa keseriusan itu tercermin melalui lahirnya seperangkat regulasi, program dan kebijakan.

Selain UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, ada sejumlah regulasi yang hadir. Di antaranya, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005-2025, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 

Kemudian,  Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ada juga Undang-Undang tentang Penataan Ruang, dan seterusnya. 

"Ini semua sebagai payung hukum kebijakan pengelolaan perbatasan dan kawasan perbatasan negara secara terpadu. Kami ingin lihat pelaksanaanya di lapangan," ujar pemilik Universitas Citra Bangsa Kupang ini. 

Dia menyebut,  NTT dipilih karena sebagai satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Sampai saat ini, masih ada beberapa sengketa yang belum selesai antara Indonesia dengan Timor Leste. 

Di antaranya,  masalah tanah ulayat yang telah dimiliki masyarakat, yang sudah ada sebelum kedua Indonesia dan Timor Leste terpisah. Masalah lainnya terkait aktivitas penyelundupan, perompakan, kejahatan trans-nasional, penangkapan ikan ilegal, terorisme, dan Narkoba. 

Di sisi lain,  kondisi daerah perbatasan yang secara umum hingga sekarang masih menghadapi berbagai persoalan pembangunan, seperti keterbatasan pendidikan, kesehatan, perumahan, aksesibilitas, infrastruktur, air bersih, dan listrik. 

Rentang kendali yang begitu luas dan jauh dari pusat kekuasaan menyebabkan daerah-daerah perbatasan menjadi daerah yang rawan terhadap konflik dengan negara tetangga. 

"Persoalan-persoalan seperti ini yang ingin kami angkat dalam revisi UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Kita ingin semua persoalan perbatasan sudah selesai sehinggga masyarakat di perbatasan bisa tenang," tutur Abraham. 

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Komentar

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved