Berita Nasional

5 Kontroversi Dokter Terawan, Mantan Menteri Kesehatan yang Dipecat IDI

Dokter tentara kelahiran Yogyakarta ini sempat menjadi pusat perhatian setelah mengenalkan terapi cuci otak atau brain wash untuk penderita stroke.

Editor: Alfons Nedabang
WARTA KOTA/CEK n RICEK
Dokter Terawan Agus Putranto 

April tahun 2018, nama Terawan hangat diperbincangkan masyarakat. Saat itu Terawan memperkenalkan metode cuci otak atau brain wash yang diyakini dapat mengobati stroke. Saat itu Terawan mengaku, terapinya memberi hasil bagus kepada pasien. "Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi cuci otak itu," kata Terawan dilansir Wartakotalive.

Di lain sisi, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebut metode Digital Substraction Angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke belum teruji secara klinis.

Baca juga: Gegara Hal Ini Ashanty Puji Dokter Terawan Bak Presiden, Istri Anang Bersyukur Masih Hidup, Kenapa?

Ketua Umum PB IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG mengatakan, setiap teknologi dan metode pengobatan mesti melalui uji klinis. "Harus dibuktikan kembali bahwa dengan cara itu saja apakah bisa menggantikan terapi konservatif yang ada? Belum tentu, dia harus membuktikan," kata Marsis kepada wartawan, Senin 9 April 2018 lalu.

Marsis menjelaskan, metode dan teknik pengobatan yang diterapkan Terawan telah teruji secara akademis ketika ia memperoleh gelar doktor di bidang kedokteran. Namun, metode tersebut tetap harus diuji secara klinis dan praktis untuk bisa diterapkan kepada masyarakat luas.

3. Dianggap melanggar kode etik IDI

Kontroversi terapi digital substraction angogram (DSA) atau cuci otak untuk pengobatan stroke berujung pada pemecatan sementara Terawan dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK).

Ketua MKEK, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad, mengatakan, MKEK tidak mempermasalahkan teknik terapi pengobatan DSA yang dijalankan Terawan untuk mengobati stroke. Namun yang dipermasalahkan adalah kode etik yang dilanggar. "Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu 4 Maret 2018.

Prijo menyebut ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar. Dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.

Pada pasal empat tertulis: Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.

Baca juga: Heboh, Aburizal Bakrie Cuek Suntik Vakin Nusantara Buatan Terawan, Ungkap Reaksi Usai Vaksin, Apa?

Kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam.Bunyi pasal enam Kodeki: "Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat".

"Sebetulnya kami tidak mengusik disertasi yang diajukan Terawan, apalagi Prof Irawan sebagai promotor," jelas Prijo.

Namun, temuan hasil penelitian akademik yang akan diterapkan pada pasien harus melalui serangkaian uji hingga layak sesuai standar profesi kedokteran. Bukan berarti yang sudah ilmiah secara akademik lantas ilmiah secara dunia medis. "Ada serangkaian uji klinis lewat multisenter, pada hewan, in vitro, in vivo. Tahapan-tahapan seperti itu harus ditempuh," imbuh Prijo.

Terapi pengobatan, kata Prijo, lagi-lagi mesti sejalan dengan sumpah dokter dan kode etik, termasuk dokter dilarang mempromosikan diri. Testimoni yang berasal dari para pejabat, selebriti papan atas, atau pasien bukanlah evidence base yang menguatkan penelitian akedemik untuk layak dalam dunia medis. Sanksi pemecatan dokter Terawan oleh IDI berlangsung selama 12 bulan sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.

Baca juga: Ini Alasan Siti Fadilah Supari Dukung Terawan Soal Vaksin Nusantara: Supaya Tidak Putus Asa

4. Tangani pasien stroke sejak 2005

Dilansir dari laman warta kota, Terawan mengaku sudah menerapkan metode cuci otak untuk mengatasi masalah stroke sejak tahun 2005. "Sudah sekitar 40.000 pasien yang kami tangani," katanya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved