Perang Rusia Ukraina

Bocorkan Rahasia Negara ke Vladimir Putin, Negosiator Ukraina Ini Terpaksa Ditembak Mati, Simak Ini

Negosiator asal Ukraina, Denis Kireev terpaksa ditembak mati oleh Dinas Keamanan Ukraina. Ini sanksi bagi oknum yang menjadi pengkhianat negara.

Editor: Frans Krowin
Tribunnews.com
Denis Kireev, salah seorang negosiator untuk perdamaian Rusia-Ukraina, terpaksa ditembak mati oleh Dinas Keamanan Rusia. Pasalnya, Denis Kireev diduga berkhianat kepada Ukraina dengan membocorkan rahasia negara kepada musuh. 

POS-KUPANG.COM - Negosiator asal Ukraina, Denis Kireev terpaksa ditembak mati oleh Dinas Keamanan Ukraina. 

Pemerintah Ukraina memberlakukan tindakan tersebut, karena yang bersangkutan membocorkan rahasia negara ke Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Sebelum ditembak mati, Denis Kireev dipercayakan sebagai penghubung untuk menegosiasikan perdamaian antara kedua negara.

Namun ketika tugas itu dijalankan, Denis Kireev bukannya menegosiasikan perdamaian antara Ukraina dengan Rusia.

Denis Kireev justeru diduga melakukan tindakan sebaliknya, yakni membocorkan rahasia negara kepada Presiden Vladimir Putin.

Tindakan Denis Kireev tersebut diketahui oleh Dinas Keamanan Ukraina (SBU).

Bahkan data-data autentik tentang tindakan pengkhianatan Denis Kireev itu dimiliki secara lengkap oleh Dinas Keamanan Ukraina.

Berdasarkan data-data bahwa Denis Kireev telah membocorkan rahasia negara itulah, pemerintah Ukraina langsung mengambil tindakan tegas.

Baca juga: Abramovich Mungkin Tidak Bisa Pulang ke Rusia Setelah Menggambarkan Krisis Ukraina sebagai Perang

Tindakan tegas itu diambil pemerintah Ukraina melalui Dinas Keamanan setempat dengan cara menembak mati pria negosiator tersebut.

Sang negosiator itu dicap sebagai pengkhianat negara, sehingga dinilai pantas mendapatkan sanksi tersebut demi kepentingan negara dan seluruh rakyat Ukraina.

Untuk diketahui, Dinas Keamanan Ukraina (SBU) telah menembak mati seorang negosiator Ukraina di Homel, Belarusia.

Negosiator yang ikut berunding dengan Rusia di Homel tersebut, adalah Denis Kireev.

Hal ini dilansir dari kantor berita Ukrainska, Pravda. Kantor berita Ukrainska itu menyebutkan bahwa Denis Kireev telah melakukan makar.

"Lawan bicara tingkat tinggi di blok kekuasaan dan di lingkaran politik. Dia sudah mati," ujar sumber tersebut, dikutip Tribunnews.com dari Ukrainska Pravda, Minggu 6 Maret 2022.

Sumber itu juga mengungkapkan bahwa Dinas Keamanan Ukraina memiliki bukti kuat sangat kuat atas kecurigaan bahwa Denis Kireev membocorkan informasi Ukraina ke Rusia.

"Menurut lawan bicara di kalangan politik, Dinas Keamanan memiliki bukti yang jelas tentang pengkhianatan Kireev, termasuk percakapan telepon," ujar sumber tersebut.

Sementara, sumber lain juga mengonfirmasi soal kematian Denis Kireev.

"Dia adalah seorang agen. Anda tahu mengapa agen dibunuh," jelasnya.

Adapun, Denis Kireev ikut melakukan perundingan dengan delegasi Rusia di Homel pada 28 Februari 2022 lalu.

Namun, hingga saat ini tidak diketahui apa yang dia lakukan setelah meninggalkan perundingan tersebut.

Baca juga: Krisis Ukraina membuat ASEAN gelisah atas Laut China Selatan

Sementara, pemerintah Ukraina juga belum mengonfirmasi soal kematian Denis Kireev.

Denis Kireev dikenal sebagai seorang bankir.

Ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pertama Dewan Oschadbank pada 2010-2014.

Sebelumnya, Denis Kireev menjadi anggota Dewan Pengawas Ukreximbank.

50 Pesawat Kargo Tiba di Ukraina

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, 50 pesawat kargo yang membawa perangkat keras militer dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, Polandia dan Lithuania telah mendarat di Ukraina, sebelum dimulainya operasi militer Rusia di sana.

Pernyataan tersebut disampaikan Kementerian Luar Negeri Rusia melalui Juru Bicaranya, Maria Zakharova.

Dikutip dari laman Sputnik News, Minggu 6 Maret 2022, sekitar 2.000 ton senjata modern, amunisi dan alat pelindung dipasok ke Ukraina pada satu setengah bulan pertama tahun 2022.

Kementerian tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa untuk Inggris sendiri, telah mentransfer lebih dari 2.000 unit persenjataan anti-tank.

Zakharova mengatakan bahwa Rusia sekali lagi meminta Uni Eropa (UE) dan NATO untuk menghentikan 'pengiriman tanpa berpikir' terkait persenjataan modern ke rezim Ukraina.

Baca juga: 22 Ribu Warga Ukraina Kembali ke Negaranya Siap Angkat Senjata Bela Negaranya dari Invasi Rusia

Ia menegaskan bahwa pengiriman itu justru menciptakan risiko besar bagi penerbangan sipil dan sistem transportasi lainnya di Eropa dan sekitarnya.

"Penyelenggara pengiriman ini harus menyadari meningkatnya ancaman senjata presisi tinggi yang jatuh ke tangan elemen teroris dan formasi bandit yang tidak hanya di Ukraina, namun juga di Eropa secara keseluruhan," tegas Zakharova.

Aliran senjata ini ke pasar ilegal dan ke tangan jaringan teroris, kata dia, hanya masalah waktu.

"MANPADS menimbulkan bahaya besar bagi penerbangan sipil, dan ATGM untuk transportasi kereta api dan infrastruktur," jelas Zakharova.

Perlu diketahui, Rusia telah melancarkan operasi militer khusus di Ukraina sejak 24 Februari lalu setelah Ukraina gagal mengimplementasikan perjanjian Minsk dan menyelesaikan konflik di Donbass secara damai.

Presiden Rusia Vladimir Putin pun mengatakan bahwa negaranya idak punya pilihan lain selain bertindak, setelah berminggu-minggu terjadi aksi penembakan terhadap Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) yang diklaim dilakukan oleh pasukan Ukraina.

Dengan demikian, ia kemudian memerintahkan pasukannya untuk melakukan 'demiliterisasi dan denazifikasi' negara tetangganya itu.

Baca juga: Orang-orang Rusia di London Takut Lengan Panjang Putin untuk Berbicara Mendukung Ukraina

Rusia pun telah berulang kali memperingatkan negara-negara Barat agar tidak mengirimkan persenjataan canggih mereka ke Ukraina.

Putin menilai bahwa hal itu akan membuat Ukraina berani dan mendorongnya untuk mencoba menyelesaikan konflik di Donbass dengan menggunakan militernya.

Sebelumnya, The Washington Post melaporkan bahwa AS telah mengirim perangkat keras militer senilai ratusan juta dolar AS ke Ukraina sejak Desember 2021, beberapa bulan sebelum keputusan Rusia untuk meluncurkan operasi militer khusus.

Rusia Makin Gencar Serang Ukraina

Setelah mengetahui semua titik lemah Ukraina, Rusia pun semakin gencar melakukan serangan.

Selain pusat kekuatan militer Ukraina dibombardir rudal Rusia, kini bandara sipil jadi sasaran.

Terhadap sikap Rusia yang melancarkan serangan secara membabibuta, Presiden Ukraina pun mulai mengungkapkan kekesalannya pada NATO: Anda Ingin Kami Dibunuh?

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan rentetan rudal Rusia menghancurkan bandara sipil di Vinnytsia, Ukraina tengah pada Minggu 6 Maret 2022.

"Saya baru saja diberitahu tentang serangan rudal di Vinnytsia. Delapan rudal. Bandara hancur total," kata Zelensky dikutip dari AFP.

Kementerian pertahanan Rusia juga mengkonfirmasi serangan itu.

Baca juga: Dunia Sedang Ketar Ketir Ancaman Rusia Meluasdi Eropa , Tetiba Korea Utara Tembak Rudal Balistik

"Pada 6 Maret, sebuah lapangan terbang Angkatan Udara Ukraina di Vinnytsia sudah tidak dapat digunakan, setelah serangan senjata presisi tinggi jarak jauh," kata juru bicara kementerian pertahanan Igor Konashenkov dalam sebuah video briefing.

Beberapa kota dan pangkalan udara di Ukraina diketahui telah dibom, ditembaki, atau dihantam dengan rudal balistik sejak Rusia meluncurkan invasi 11 hari.

Namun, Kota Vinnytsia berada di wilayah barat Ukraina tengah yang jauh dari perbatasan Rusia dan Belarus dan jarang terjadi serangan serupa.

Zelensky pun mengambil kesempatan untuk memperbarui permintaannya agar kekuatan Barat memberlakukan zona larangan terbang di atas Ukraina untuk mencegah lebih banyak serangan Rusia.

“Kami ulangi setiap hari, tutup langit di atas Ukraina. Tutup untuk semua rudal Rusia, untuk pesawat tempur Rusia, untuk semua teroris mereka," ungkap dia, dikutip dari Kantor Berita AFP.

"Jika tidak, jika Anda tidak memberi kami setidaknya pesawat sehingga kami dapat melindungi diri kami sendiri, hanya ada satu hal untuk disimpulkan, Anda ingin kami dibunuh dengan sangat lambat," ungkap Zelensky.

Seperti diketahui, NATO menolak permintaan Pemerintah Ukraina untuk memberlakukan zona larangan terbang untuk melindungi langitnya dari rudal dan pesawat tempur Rusia.

Sekjen NATO Jens Stoltenberg mengatakan, NATO tidak akan campur tangan dalam konflik.

Pasalnya, NATO khawatir bentrokan langsung dengan Rusia dapat berkembang menjadi konflik yang lebih luas.

"Satu-satunya cara untuk menerapkan zona larangan terbang adalah dengan mengirim pesawat tempur NATO ke wilayah udara Ukraina."

Baca juga: Jet-jet Tempur dan Helikopter Serbu Rusia Berguguran, Ukraina Jadi Neraka Senjata Canggih Rusia

Selain itu memberlakukan zona larangan terbang itu dengan menembak jatuh pesawat Rusia," kata Stoltenberg setelah pertemuan darurat tersebut.

Menurut dia, jika NATO menerapkan zona larangan terbang, konflik bisa meluas.

"Jika kita melakukan itu, kita akan berakhir dengan sesuatu yang bisa berakhir dengan perang penuh di Eropa, yang melibatkan lebih banyak negara dan menyebabkan lebih banyak penderitaan manusia," ungkap dia.

Inggris: Rusia Targetkan Area Berpenduduk

Konflik Rusia Ukraina kian memanas.

Hingga kini belum ada tanda-tanda serangan akan berhenti.

Kementerian Pertahanan Inggris mengklaim Rusia menargetkan area berpenduduk di Ukraina.

Diduga upaya tersebut dilakukan tentara Rusia untuk mematahkan moral Ukraina.

"Skala dan kekuatan perlawanan Ukraina terus mengejutkan Rusia. Rusia telah merespons dengan menargetkan daerah berpenduduk di beberapa lokasi, termasuk Kharkiv, Chernihiv dan Mariupol," demikian informasi dari kementerian itu berdasarkan laporan intelijen yang diberitakan CNN.

"Ini mungkin merupakan upaya untuk mematahkan moral Ukraina," sambungnya.

Rusia sebelumnya telah menggunakan taktik serupa di Chechnya pada 1999 dan Suriah pada 2016.

Mereka menggunakan amunisi berbasis udara dan darat, tambah kementerian itu.

Baca juga: Mantan Penasihat Vladimir Putin Sebut Satu Cara untuk Menghentikannya Menginvasi Ukraina

“Jalur pasokan Rusia dilaporkan terus menjadi sasaran, memperlambat laju kemajuan pasukan darat mereka. Ada kemungkinan realistis bahwa Rusia sekarang berusaha menyembunyikan truk bahan bakar sebagai truk pendukung reguler untuk meminimalkan kerugian,” kementerian menyimpulkan.

Seorang wanita Polandia memeluk seorang sukarelawan Polandia bernama Jedrzej 34, menunggu untuk menyeberangi perbatasan untuk pergi dan berperang melawan pasukan Rusia di perbatasan Medyka, di Medyka, Polandia, pada Sabtu, 26 Februari 2022.
Seorang wanita Polandia memeluk seorang sukarelawan Polandia bernama Jedrzej 34, menunggu untuk menyeberangi perbatasan untuk pergi dan berperang melawan pasukan Rusia di perbatasan Medyka, di Medyka, Polandia, pada Sabtu, 26 Februari 2022. (AP/Visar Kryeziu)

AS Klaim Serangan Rusia Makin Brutal

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan pasukan Rusia semakin brutal menyerang di Ukraina, termasuk penduduk sipil.

Komentar itu menyusul serangan Rusia terhadap pembangkit nuklir Ukraina - fasilitas terbesar di Eropa dengan jenis yang sama - telah memicu kebakaran sebuah bangunan di kompleks PLTN.

Berbicara kepada sejumlah wartawan, Jumat 4 Maret 2022 sebelum bertemu dengan rekan-rekannya dari Uni Eropa di Brussel, Blinken mengatakan, "Kita dihadapkan bersama dengan apa yang menjadi pilihan perang Presiden (Rusia Vladimir) Putin: tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan, dan perang yang menghancurkan, konsekuensi yang mengerikan."

"Kita berkomitmen melakukan segala sesuatu untuk menghentikannya," tambahnya.

Namun dia mengesampingkan penerapan zona larangan terbang di atas Ukraina, sekaligus menjelaskan tindakan seperti itu dapat menyebabkan konflik yang lebih luas.

“Kami mempunyai tanggung jawab untuk memastikan perang tidak meluas ke luar Ukraina. Zona larangan terbang dapat menyebabkan perang sepenuhnya di Eropa,” ujar Blinken.

Sementara itu pejabat pemerintah lokal Ukraina dan militer Rusia pada Kamis lalu mengkonfirmasi perebutan pelabuhan strategis Kherson, akan tetapi seorang pejabat pertahanan AS mengatakan Washington tidak dapat mengkonfirmasi perkembangan tersebut.

Baca juga: Ternyata Indonesia Punya Hubungan Erat dengan Ukraina di Masa Lalu Karena Masalah Ini, Apa Itu?

Pasukan Rusia mengepung kota pelabuhan Mariupol, timur Kherson, upaya yang dikatakan Wali Kota Vadym Boichenko bertujuan untuk mengisolasi Ukraina.

Seorang diplomat Rusia pada Jumat 4 Maret 2022 mengatakan Rusia tidak berniat untuk menduduki Ukraina jika invasinya berhasil, dan pasukannya akan ditarik setelah mencapai tujuan.

Berbicara kepada para wartawan di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, duta besar Rusia Gennady Gatilov menyebut invasi itu sebagai "operasi militer dengan tujuan terbatas," yang ia katakan untuk "menghancurkan rezim dan demiliterisasi Ukraina. (*)

Berita Lain Terkait Perang Rusia Ukraina

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved