Perang Rusia Ukraina
PBB Sebut 350 Warga Sipil Ukraina Tewas, Kremlin Tuding Negara-Negara Barat Bandit
Sebagian besar korban sipil tewas akibat penggunaan senjata peledak, termasuk penembakan dari artileri berat.
POS-KUPANG.COM - Sedikitnya 351 orang di Ukraina dipastikan tewas dan 707 lainnya mengalami luka sejak pasukan Rusia melancarkan serangan pada 24 Februari 2022, meski angka sebenarnya kemungkinan "jauh lebih tinggi", menurut misi pemantau PBB, Sabtu 5 Maret 2022.
Sebagian besar korban sipil tewas akibat penggunaan senjata peledak, termasuk penembakan dari artileri berat dan sistem peluncur banyak roket serta serangan udara. Akibatnya, area terdampak pun meluas, kata pemantau dari OHCHR
OHCHR adalah kantor komisioner tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) urusan hak asasi manusia.
Baca juga: Rusia Invasi Ukraina & Dibayangi Sanksi Barat Tapi China Malah Kena Dampaknya, Sebut AS Jadi Dalang
"OHCHR meyakini bahwa jumlah (korban) yang sesungguhnya jauh lebih tinggi, terutama di wilayah kekuasaan Pemerintah dan dalam beberapa hari belakangan, sebab perolehan informasi dari sejumlah titik perang tertunda dan banyak laporan yang masih menunggu konfirmasi," katanya.
Misi itu menyebutkan bahwa dugaan soal ratusan korban jiwa berjatuhan di Volnovakha belum dikonfirmasi. Di kota itu, jalur evakuasi yang aman sedang diupayakan untuk melewati pengepungan pasukan Rusia.
Sementara Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, negara-negara Barat bertingkah seperti bandit dan Rusia terlalu besar untuk diisolasi.
Peskov mengatakan bahwa Barat terlibat dalam "banditisme ekonomi" terhadap Rusia.
Baca juga: Ternyata Indonesia Punya Hubungan Erat dengan Ukraina di Masa Lalu Karena Masalah Ini, Apa Itu?
Dia juga mengatakan bahwa Rusia terlalu besar untuk diisolasi karena dunia jauh lebih luas dari Amerika Serikat dan Eropa. "Ini tidak berarti Rusia terisolasi," kata Peskov kepada wartawan, Sabtu 5 Maret 2022.
"Dunia terlalu besar jika Eropa dan Amerika mengisolasi sebuah negara, dan terlebih lagi negara sebesar Rusia. Ada banyak negara di dunia ini," tambahnya.
Peskov mengatakan bahwa Moskow akan merespons tindakan Barat. Dia tidak menjelaskan respons apa yang akan diambil, hanya mengatakan respons itu akan sejalan dengan kepentingan Rusia.
Peskov menambahkan jika AS menjatuhkan sanksi pada ekspor energi Rusia, maka sanksi itu akan memberi guncangan besar pada pasar energi.
Baca juga: Rusia Terpecah, Kelompok Anti Perang Unjuk Rasa Tolak Invasi ke Ukraina, Kremlin Desak Warga Bersatu
Aksi militer yang dilancarkan Rusia di Ukraina sejak pekan lalu telah memicu sanksi internasional, terutama dari negara-negara Barat.
Retas Situs
Regulator telekomunikasi Rusia menyatakan berbagai situs pemerintahan Ukraina terus mendapat serangan siber dari peretas Rusia sejak invasi bulan lalu.
Dinas Komunikasi Khusus dan Perlindungan Informasi Rusia di media sosial menyatakan "Peretas Rusia terus menyerang sumber informasi Ukraina tanpa henti", dikutip dari Reuters, Minggu 6 Maret 2022.
Situs yang diserang antara lain milik parlemen, kepresidenan, kabinet, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Dalam Negeri. SItus-situs tersebut mendapat serangan distributed denials of service (DDoS).
Baca juga: Sniper Ukraina Tewaskan Jendenral Komandan Pasukan Lintas Udara Rusia, Perlawanan Kiev Makin Sengit
Serangan DDoS, yang ditujukan kepada server, menyebabkan situs berstatus di luar jaringan (offline).
Dinas menyatakan situs-situs tersebut "bisa mengatasi badai". "Kami akan bertahan! Di medan perang dan di ruang siber!" kata mereka.
Reuters melaporkan Kementerian Luar Negeri Rusia saat ini belum bisa dimintai komentar. Rusia sebelumnya pernah membantah berada di balik serangn siber, termasuk yang mempengaruhi Pemilu di Amerika Serikat.
Pemerintah Ukraina mengajak para peretas bawah tanah membantu mereka melindungi infrastruktur penting dan memata-matai tentara Rusia lewat dunia maya.
Baca juga: Presiden Rusia Vladimir Putin Disebut Tengah Jalani Pengobatan Hingga Gunakan Steroid, Benarkah?
Sementara Rusia mengesahkan undang-undang yang memberi Moskow kekuasaan lebih kuat untuk menindak keras media independen.
Pengesahan itu mendorong BBC, Bloomberg dan media asing lainnya untuk menangguhkan peliputan di negara itu.
Perang masih berkecamuk di Ukraina pada Sabtu ketika tentara Rusia mengepung dan membombardir kota-kota. Aksi militer yang telah berlangsung lebih dari sepekan itu telah mengundang kecaman keras dan memicu sanksi internasional terhadap Rusia.
Sebagai bentuk "serangan balik" dalam perang informasi, parlemen Rusia mengesahkan undang-undang pada Jumat yang mengancam pelaku penyebaran "berita palsu" tentang militernya dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Baca juga: Save the Children: Perang Rusia Ukraina Menempatkan Anak-anak dalam Bahaya di Seluruh Dunia
"Undang-undang ini akan memaksakan hukuman -dan hukuman yang sangat keras- kepada mereka yang berbohong dan membuat pernyataan yang mendiskreditkan angkatan bersenjata kita," kata Vyacheslav Volodin, ketua Duma, majelis rendah parlemen Rusia.
Rusia juga memblokir Facebook karena membatasi akun-akun yang didukung pemerintah Rusia dan menutup akses ke situs-situs berita seperti BBC, Deutsche Welle dan Voice of America.
CNN dan CBS News mengatakan akan menghentikan siaran mereka di Rusia, sementara sejumlah media lain menghapus baris nama jurnalis di Rusia dalam pemberitaan mereka sambil mencermati situasi. (antara/reuters)