Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Rabu 2 Maret 2022, Hari Raya Rabu Abu: Tersembunyi
Selama 40 hari ke depan, kita semua mempunyai kesempatan emas untuk belajar dari Yesus tentang bagaimana seharusnya kita berdoa
Kita tidak boleh puas dengan ganjaran-ganjaran saat ini. Kita harus mengejar ganjaran-ganjaran yang bersifat abadi, karena seperti dikatakan Yesus sendiri, “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” (Mat 16:26; bdk. Mrk 8:36; Luk 9:25).
Selama retret agung masa Prapaskah yang dimulai pada hari Rabu Abu ini, Yesus memanggil kita kepada pertobatan. Suatu perubahan hati.
Ada dua karakter: pertobatan atau meninggalkan dosa dan berpaling kepada Allah.
Kita meninggalkan kedosaan agar dapat berpaling serta kembali kepada Allah, sehingga kita dapat melekatkan diri kita kepada-Nya dan dipersatukan dalam kasih dengan Allah dan sesama.
Selama 40 hari ke depan, kita semua mempunyai kesempatan emas untuk belajar dari Yesus tentang bagaimana seharusnya kita berdoa, bagaimana bertumbuh dalam kemurahan hati dan bagaimana diri kita dibersihkan dan menjadi bebas dari dosa.
Bagaimana kita bisa memenangkan hati Allah selama masa puasa ini? Dunia milenial sekarang mengenal istilah viral atau narsis. Media-media sosial disesaki dengan berbagai status dan foto-foto yang lebih mengmapanyekan siapa kita kepada orang lain.
Hari ini Yesus justru mengajarkan hal yang berlawanan dengan arus milenial ala media sosial ini. Menjadi yang tersembunyi.
Kalau kamu memberi jangan digembar-gemborkan; kalau tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai tahu; kalau kamu berdoa, masuklah ke dalam kamar dan tutuplah pintu; kalau kamu puasa, minyakilah kepalamu supaya jangan sampai orang lain tahu bahwa kamu sedang puasa.
Yesus ingin agar apa yang kita lakukan itu “tersembunyi”, orang lain tidak harus tahu.
Mengapa Yesus mengajarkan soal ketersembunyian, tidak menampilkan diri atau tidak menonjolkan diri? Karena Allah kita adalah Allah yang tersembunyi. Allah yang senantiasa melihat dari tempat yang tersembunyi.
Yesus ingin agar kita juga belajar bagaimana “menyembunyikan” diri, khususnya dalam hidup beriman.
Dalam hidup beriman kata “menyembunyikan diri” sering disebut sebagai kerendahan hati. Yesus ingin agar kita menjadi murid-murid-Nya yang rendah hati.
Bagi Yesus, hidup beriman itu tidak untuk dipamerkan, tetapi untuk diresapkan sampai ke relung hati yang terdalam dan tersembunyi seperti dialami oleh Rasul Paulus, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal 2:22).
Jika Allah kita adalah Allah yang tersembunyi, maka satu-satunya jalan bagi kita untuk semakin dekat dengan Allah adalah jalan ketersembunyian atau kerendahan hati.
Santa Teresia dari Avila mengatakan, “Percayalah, orang yang sungguh-sungguh rendah hati akan diberi Tuhan hati yang damai” (Puri Batin, III:1,9).