Berita Nasional
Sejarah JHT: Dari Megawati, Jokowi, Ida Fauziyah Hingga Kritik Puan Maharani
Padahal sebelumnya, JHT bisa langsung cair secara penuh pada saat peserta resign, kena PHK, atau tak lagi menjadi WNI.
Sejarah JHT: Dari Megawati, Jokowi, Ida Fauziyah Hingga Kritik Puan Maharani
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengeluarkan aturan baru bahwa Jaminan Hari Tua atau JHT yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan baru bisa cair secara penuh saat peserta memasuki usia 56 tahun.
Padahal sebelumnya, JHT bisa langsung cair secara penuh pada saat peserta resign, kena PHK, atau tak lagi menjadi WNI.
Iuran JHT sendiri terbilang cukup besar, yakni 5,7 persen dari gaji pekerja setiap bulannya.
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meninjau ulang tata cara pencairan JHT bagi masyarakat.
"Perlu diingat, JHT bukanlah dana dari Pemerintah, melainkan hak pekerja pribadi karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja, termasuk buruh," kata Puan dalam keterangan tertulisnya dikutip dari Antara, Rabu 16 Februari 2022.
Puan mengatakan hal itu menyoroti Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang mendapat banyak penolakan.
Banyak penolakan lantaran permenaker baru ini mengubah cara pencairan JHT.
Lewat beleid itu, klaim JHT baru bisa dilakukan 100 persen saat pekerja berada pada usia masa pensiun, yaitu 56 tahun, mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia (kepada ahli waris).
"Kebijakan itu sesuai dengan peruntukan JHT. Namun, kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat, khususnya para pekerja," kata Puan.
Ia menilai permenaker ini memberatkan para pekerja yang membutuhkan pencairan JHT sebelum usia 56 tahun. Apalagi, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, tak sedikit pekerja yang kemudian dirumahkan atau bahkan terpaksa keluar dari tempatnya bekerja.
"Banyak pekerja yang mengharapkan dana tersebut sebagai modal usaha, atau mungkin untuk bertahan hidup dari beratnya kondisi ekonomi saat ini. Sekali lagi, JHT adalah hak pekerja," katanya menandaskan.
Dibuat di era Presiden Megawati
Jika ditilik sejarahnya, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sebenarnya merupakan implementasi dari regulasi yang lebih tinggi, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Secara yuridis, Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 sudah sesuai dengan Pasal 35 dan 37 UU SJSN junto PP Nomor 46 tahun 2015.
Sebagaimana diketahui, UU SJSN merupakan regulasi yang disusun dan disahkan oleh pemerintahan Megawati Soekarnoputri saat masih menjabat sebagai Presiden RI di tahun 2004.
Dalam UU yang diteken langsung Megawati pada 19 Oktober 2004 itu, dalam Pasal 37 disebutkan bahwa manfaat JHT berupa uang tunai baru bisa dicairkan sekaligus saat pekerja sudah berusia pensiun alias 56 tahun.
"Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap," bunyi Pasal 37 ayat (1).
Masih di pasal yang sama UU SJSN, pembayaran JHT bisa saja dibayarkan sebelum pekerja memasuki usia pensiun, namun besarannya hanya diberikan sebagian saja. Itu pun dengan syarat, pekerja harus sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 tahun.
Jumlah uang JHT yang akan diterima pekerja adalah hasil akumulasi iuran yang ditambah dengan hasil pengembangan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Lalu apabila peserta meninggal dunia sebelum usia 56 tahun, maka JHT bisa saja diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak menerima manfaat jaminan sosial tersebut.
Di era Presiden Megawati pula, lahir UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Salah satu pasal yang paling kontroversial adalah terkait dibolehkannya perusahaan melakukan alih daya atau yang lebih dikenal dengan outsourcing.
Usaha kedua Jokowi
Jika ditilik ke belakang, upaya pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menahan dana JHT milik pekerja hingga usia pensiun sebenarnya pernah dilakukan di tahun 2015 silam alias di periode pertamanya.
Heboh penolakan perubahan skema pencairan JHT itu terjadi pada Juli 2015.
Hampir sama dengan polemik JHT yang terjadi saat ini, saat itu pemerintah juga mengeluarkan aturan bahwa pencairan JHT bisa dilakukan apabila pekerja sudah memasuki usia 56 tahun.
Kebijakan yang diberlakukan serentak sejak 1 Juli ini membuat banyak peserta yang hendak mencairkan dana JHT harus gigit jari.
Akibat perubahan yang dinilai kurang sosialisasi tersebut, sempat terjadi kericuhan di sejumlah kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan.
Saat itu, para pekerja yang sudah membawa dokumen lengkap dan berharap bisa mendapatkan dana JHT, justru harus pulang dengan tangan hampa mengetahui adanya perubahan aturan pencairan.
Dalam aturan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 29 Juni 2015, perubahan dilakukan pada syarat tenggat waktu peserta bisa mencairkan JHT, sementara besaran iuran tetap sama yakni 5,7 persen per bulan dari gaji yang dipotong.
Aturan pencairan JHT di tahun 2015 tersebut didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2015.
PP ini sendiri merupakan implementasi dari UU No 40 Tahun 2004 yang diteken saat era Presiden Megawati.
Dalam aturan yang lama, JHT bisa diambil penuh jika peserta sudah terdaftar selama 5 tahun 1 bulan di BPJS Ketenagakerjaan.
Syaratnya adalah keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara, dalam aturan yang dirilis di 2015, syarat pencairan JHT adalah minimal 10 tahun terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Peserta bisa dapat sebagian dana JHT tanpa perlu keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, tapi jumlahnya hanya 10 persen dari saldo untuk persiapan pensiun, dan 30 persen untuk pembiayaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) rumah pertama.
Namun, jika peserta ingin menarik seluruh saldo JHT, peserta harus sudah dinyatakan berumur 56 tahun.
Belakangan, aturan pencairan JHT yang dibatasi hanya maksimal 10 persen ini kemudian direvisi setelah mendapatkan penolakan keras dari berbagai pihak, terutama para serikat buruh.
Bau Politik Rezim Jokowi
Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 dianggap tidak memberikan kepastian hukum terkait Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan pada saat usia 56 tahun.
Permenaker 2/2022 itu mengubah ketentuan Permenaker 19/2015 yang merupakan amanat dari Pasal 26 ayat (5) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JHT.
Aturan baru yang diteken Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 2 Februari lalu itu memuat ketentuan bahwa JHT dibayarkan kepada peserta jika telah mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia.
Manfaat JHT berlaku untuk peserta yang berhenti bekerja seperti mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Namun, dana ini baru bisa dicairkan ketika peserta sudah berusia 56 tahun. Peraturan ini berlaku tiga bulan sejak diundangkan dan secara otomatis mencabut Permenaker 19/2015.
Aturan baru tersebut pun dianggap bertentangan dengan PP 60/2015 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Agustus 2015 lalu.
Merujuk pada Pasal 26 PP 60/2015, tak ada ketentuan bahwa manfaat JHT bagi pekerja yang mengundurkan diri atau terkena PHK dibayarkan pada usia 56 tahun. Dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a hanya disebutkan, "peserta mencapai usia pensiun".
Selain itu, JHT juga diperuntukkan kepada peserta yang mengalami cacat total tetap atau peserta meninggal dunia.
Pada bagian penjelasan Pasal 26 ayat (1) huruf a ditegaskan, "Yang dimaksud dengan 'mencapai usia pensiun', termasuk peserta yang berhenti bekerja.
Dengan menghidupkan kembali aturan JHT baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun, pemerintah juga dinilai mempunyai kepentingan tertentu.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan Permenaker 2/2022 jelas tak sejalan dengan PP 60/2015. Ia pun menduga dana JHT dipakai untuk kepentingan lain.
"Harusnya Permenaker sejalan dengan PP. Ini bisa digugat ke MA. Jadi Permenaker itu penuh dengan kepentingan politik. Ada kepentingan mau menggunakan Dana JHT," kata Trubus, Rabu 16 Februari 2022.
Trubus mengatakan Permenaker 2/2022 juga tidak memberikan kepastian apakah dana JHT bisa cair dengan utuh saat usia peserta 56 tahun.
Menurutnya, nilai uang tersebut akan berubah ketika para peserta berusia 56 tahun.
"Kan nilainya berubah karena inflasi itu, uang itu kan inflasi, jadi enggak akan mungkin sama," katanya.
Trubus mengatakan pemerintah juga harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi pekerja yang terkena PHK atau berhenti sebelum usia 56 tahun.
Sebab, kata Trubus, para pekerja yang dipecat harus terus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup sembari menunggu usia 56 tahun.
"Ini masih pandemi Covid-19 di mana masyarakat itu sangat membutuhkan uang," ujarnya.
Ia pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar turun tangan menjelaskan maksud dari Permenaker 2/2022.
Menurutnya, kebijakan yang dibuat anak buahnya ini bisa berimbas pada kepentingan politik Jokowi.
Di samping itu, Trubus menilai terbitnya Permenaker 2/2022 akan memicu gerakan-gerakan di masyarakat karena kepercayaan terhadap pemerintah tergerus.
"Harusnya Presiden turun tangan, entah cabut atau batalkan [Permenaker 2/2022]," katanya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengatakan Menaker Ida Fauziyah melawan Presiden Joko Widodo karena Permenaker 2/2022 bertentangan dengan PP 60/2015 yang masih berlaku.
"Dengan kata lain, Menaker [Ida Fauziyah] melawan Presiden Jokowi," kata Said.
Ia berujar pihaknya sudah menyurati Jokowi agar segera mencabut Permenaker 2/2022 tersebut. Ia juga meminta agar Jokowi kembali memberlakukan Permenaker 19/2015.
Dalam Permenaker 19/2015, JHT dapat diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan.
Said mengatakan dana JHT sangat dibutuhkan oleh pekerja atau buruh yang terkena PHK ataupun pensiun dini, terlebih saat pandemi Covid-19.
Dalam Permenaker 19/2015, JHT dapat diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan.
Said mengatakan dana JHT sangat dibutuhkan oleh pekerja atau buruh yang terkena PHK ataupun pensiun dini, terlebih saat pandemi Covid-19.
Said mengatakan dana JHT sangat dibutuhkan oleh pekerja atau buruh yang terkena PHK ataupun pensiun dini, terlebih saat pandemi Covid-19.
Citra Buruk Jokowi
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai Jokowi bisa menjadi 'bulan-bulanan' rakyat jika tak segera bertindak tegas dengan mencabut Permenaker 2/2022.
"Saya melihatnya ini secara politik akan berdampak pada persepsi negatif kepada Jokowi termasuk akan menimbulkan citra buruk kepada Jokowi, artinya citra buruk semakin tinggi," kata Ujang saat dihubungi.
"Kalau ini tidak diselesaikan oleh Jokowi dalam arti peraturan dicabut, tentu dia akan, mohon maaf, dalam tanda kutip menjadi bulan-bulanan," sambungnya.
Ujang menjelaskan persepsi negatif tersebut dapat terjadi karena Permenaker 2/2022 menyangkut hajat hidup orang banyak. Ia pun mengutip petisi penolakan Permenaker 2/2022 di change.org yang sudah ditandatangani oleh 401.644 warga, data pada hari ini pukul 11.20 WIB.
"Ini tidak main-main," tegas dia.
Peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Jati, menjelaskan secara aturan hukum positif Permenaker 2/2022 tidak dapat dibenarkan sebab JHT merupakan iuran pekerja yang hanya melibatkan perusahaan pemberi kerja.
"Intervensi negara terhadap penahanan anggaran JHT adalah berlebihan juga karena itu lebih pada kerangka pekerja dengan korporasi. Kalau ada intervensi negara di situ, itu sama saja sudah mendiskriminasi hak para pekerja," kata Wasisto.
Sumber: kompas.com/cnnindonesia.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/5rtgry.jpg)