Breaking News

Berita Kota Kupang Hari Ini

Bilangan Research Center Ungkap Penyebab Kekerasan di masa Pandemi Covid-19

Kajian dan penelitian dari Bilangan Research Center mengambil 500 responden laki-laki dan perempuan

Editor: Edi Hayong
POS-KUPANG.COM/ CHRISTIN MALEHERE
Ketua Sinode GMIT, Pdt. Dr. Merry LY Kolimon 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Christin Malehere

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sejumlah Tokoh Kristen Indonesia yang tergabung dalam Bilangan Research Center melakukan penelitian dan kajian terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga dan konflik di masa pandemi Covid-19.

Kajian dan penelitian dari Bilangan Research Center mengambil 500 responden laki-laki dan perempuan berstatus menikah berdasarkan data tiga tahun terakhir sejak 2019-2021.

Baca juga: Ketua Sinode GMIT Minta Rumah Tangga Kristen Wajib Miliki Daya Spiritualitas

Ketua Sinode GMIT, Pdt. Dr. Merry LY. Kolimon kepada POS-KUPANG.COM, Rabu 16 Februari 2022 mengatakan, dirinya sebagai salah satu responden yang memberikan tanggapan dalam hasil survei dari Bilangan Research Center.

Pdt. Merry menjelaskan hasil penelitian dan kajian kekerasan rumah tangga dan konflik di masa pandemi Covid-19 yang dialami responden berupa kekerasan secara fisik, finansial, emosional, spiritual, dan seksual.

Baca juga: GMIT Akan Segera Ambil Sikap Kasus Pembunuhan Astri dan Lael, Simak Pernyataanya

Kekerasan fisik berupa menampar, mendorong, memukul, menendang dengan presentase 8,2 persen, sedangkan tindakan ancaman dengan benda atau senjata tajam sebesar 3,4 persen, serta tindakan mengurung atau mengekang kebebasan di dalam rumah presentase 2,0 persen.

Kekerasan finansial berupa mengambil keputusan mengatur keuangan sepihak (24,8 persen), menipu, membohongi pasangan dalam hal penggunaan keuangan (19,4 persen), melarang menggunakan harta/aset bersama (5,6 persen).

Baca juga: Wabup Johanis Uly Kale Bangga dengan Sekolah GMIT di Sabu

Kekerasan Emosional berupa tindakan meremehkan atau menganggap pasangan tidak berharga (29 persen), membatasi aktivitas sehari-hari dengan ancaman, atau amarah (8,6 persen), melarang bertemu teman/keluarga disertai ancaman (8,6 persen).

Kekerasan Spiritual berupa mengejek/menghina iman dan kepercayaan pasangan (9,4 persen), melarang pergi ke gereja/pelayanan ibadah rumah tangga (3 persen), memaksakan pasangan untuk mengikuti kegiatan keagamaan yang membuat tidak nyaman (8,6 persen).

Baca juga: Mantan Bupati Kupang, Iban Medah Dituntut JPU 8,5 Tahun Penjara

Kekerasan Seksual berupa memaksa pasangan melakukan hubungan seksual dengan paksaan fisik (7 persen), memaksa pasangan untuk menerima kontak seksual yang membuat pasangan tidak nyaman (6,9 persen).
Menyikapi hal tersebut, Sinode GMIT meminta kepada semua rumah tangga Kristen agar selalu mengandalkan Tuhan dalam menghadapi pergumulan hidup.

Terlebih pandemi Covid-19 yang cukup lama telah berdampak pada kondisi perekonomian keluarga dan jemaat Kristen yang berpotensi menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga.

Baca juga: Kuasa Hukum Iban Medah Nilai Tuntutan JPU Tidak Masuk Akal

Terhadap kondisi tersebut, Sinode GMIT juga meminta peran aktif dari perangkat majelis jemaat, diaken, presbiter yang bersentuhan langsung dengan jemaat dan rumah tangga Kristen untuk memberikan penguatan spiritual.

"Semua perangkat GMIT di lapangan sampai tingkat rayon memiliki tugas yang sama memberikan arahan dan pendampingan bagi rumah tangga Kristen agar semakin meningkatkan hubungan spiritualitas dengan Tuhan," tutupnya. (CR14).

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved